Indonesia kaya dengan cita-cita dan cerita dongeng. Dongeng jadi salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan membentuk karakter anak-anak. Namun, ruang-ruang dongeng itu kini kian tergerus.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
Indonesia kaya dengan cita-cita dan cerita dongeng. Dongeng jadi salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai luhur, moral, dan membentuk karakter anak-anak. Namun, ruang-ruang dongeng itu kini kian tergerus.
Untuk itu, Lembaga Mulia Hati dan Sinergi Mulia melaksanakan pelatihan mendongeng bagi 65 penggiat komunitas penggerak pendidikan dan juga kepada guru pendidikan anak usia dini (PAUD) serta taman kanak-kanak (TK). Lembaga Mulia fokus terhadap pengembangan wakaf produktif dan sumber daya manusia.
Dewan Pembina Lembaga Mulia Hermayani Putera, Selasa (5/2/2019), mengatakan, kemajuan teknologi digital menggerus budaya bertutur atau mendongeng. Padahal, budaya mendongeng menjadi sarana menanamkan nilai moral dan membentuk karakter bagi anak-anak, terutama dalam masa perkembangan.
”Saya masih ingat dulu waktu kecil, nenek mengayun saya di ayunan sambil mendongeng. Isi doa itu harapan dan doa bagi cucunya yang sedang ditimang dalam ayunan. Ini sudah jarang sekali terjadi saat ini,” ungkap Hermayani.
Budayawan Pontianak, Kalimantan, Barat, Syafaruddin Usman, mengatakan, lewat dongeng sebetulnya juga membentuk karakter dan moralitas generasi muda Tanah Air. Dalam konteks di Kalbar, misalnya, baik masyarakat Dayak, Melayu, Tionghoa, maupun suku lainnya, dongeng sudah menjadi milik bersama. Artinya, semua mengakui sebuah dongeng, tidak ada sekat lagi.
Misalnya, tentang dongeng Bukit Kelam yang ada di Kabupaten Sintang, sekitar 300 kilometer dari Pontianak. Bukit batu dengan ketinggian sekitar 900 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan 15-40 derajat itu, semua bagiannya bongkahan batu.
Begini kisahnya. Konon, ada seorang pemuda Dayak yang sakti bernama Bujang Baji (Beji) ingin menutup Sungai Kapuas dan Sungai Melawi dengan batu yang kini menjadi Bukit Kelam. Tujuannya, ingin menjadikan Sintang terendam air menjadi danau.
Akan tetapi, rencana Bujang gagal karena digoda bidadari cantik sehingga ia terperosok ke lubang dan tidak bisa mengangkat batu itu lagi. Akhirnya, batu itu dibiarkan begitu saja yang kini menjadi Bukit Kelam. Cerita itu digambarkan di dinding di Taman Wisata Bukit Kelam. Dongeng itu sudah menjadi milik bersama, tidak hanya milik kelompok tertentu.
”Dari kisah itu juga ada nilai yang dapat dipelajari, salah satunya, manusia jangan serakah dan jangan mudah terpana dengan sesuatu yang hanya sekilas terlihat indah. Hal itu yang membuat orang terkadang terperosok dalam masalah,” papar Syafaruddin.
”Mendongeng hendaknya menjadi muatan lokal di sekolah-sekolah untuk menanamkan nilai-nilai. Selain itu, bisa pula masuk ke dalam beberapa pelajaran, misalnya pendidikan moral, sejarah, dan Pancasila. Kisah-kisah yang ada banyak yang bisa ditampilkan dalam pengajaran mata pelajaran itu,” ujarnya.
Merawat imajinasi
Pendongeng nasional, Iman Surahman, mengatakan, mendongeng adalah teknik menyampaikan pesan kepada anak dengan cara menyenangkan. Dongeng juga menjadi sumber imajinasi anak yang akan menuntun pada cita-cita mereka kelak.
Pada era digital saat ini, tantangan para pemerhati anak dalam mendongeng cukup berat karena anak-anak bisa mencari apa yang dia cari dalam genggamannya (telepon pintar). Jika para pendidik atau pemerhati anak tidak meningkatkan kapasitas, hal itu akan hilang di mata anak-anak tersebut.
”Pendongeng pertama sebetulnya ada di rumah tangga, yakni ibu. Namun, persoalannya ibu dan ayah juga kerap berada di dunia maya sehingga saat orangtua sedang sibuk, anak-anaknya malah disuruh bermain telepon pintar,” kata Iman.
Dunia anak, kata Iman, adalah dunia bermain. Jika seseorang (misalnya pendongeng) berada di depan anak-anak, emosi dan imajinasi anak-anak bisa diatur. Itulah pentingnya mendongeng menjadi alternatif pada era digital ini. Kalau permainan telepon pintar, pembentukan emosinya dikendalikan oleh industri telekomunikasi.
Dengan dongeng, pesan akan disampaikan dengan lebih menyenangkan. Pesan itu diyakini bakal lebih tajam daripada pesan yang menakut-nakuti dan menekan. Sayangnya, ruang-ruang untuk dongeng kurang mendapat tempat di sekolah dan keluarga. Akibatnya, anak-anak kehilangan cerita dongeng.
Suhaimi, salah satu anggota Komunitas Rumah Pintar Punggur yang mengikuti kegiatan itu, mengatakan, keterampilan mendongeng penting bagi pekerja sosial di bidang pendidikan. Mendongeng merupakan salah satu cara efektif bagaimana menarik minat belajar mereka.
Ketua Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini Pontianak Marsuni mengatakan, guru-guru perlu terus menambah pengetahuan dan kreativitas dalam mendongeng. Dengan demikian, dapat semakin menarik anak-anak untuk belajar dengan gembira.
Selain mendengarkan paparan soal mendongeng, para peserta dalam acara itu juga dilatih praktik mendongeng. Mereka dilatih juga menirukan suara binatang. Kemudian, didorong lebih memahami cara masuk ke dalam dunia anak-anak serta menguasai emosi anak-anak.