Polisi Sita 69 Meter Kubik Kayu Ilegal di Mantangai
Aparat kepolisian menyita 69 meter kubik kayu olahan di Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada Selasa (5/2/2019). Kayu-kayu yang diduga ilegal itu dibawa menggunakan perahu motor yang dibawa oleh AP (38). AP ditetapkan jadi tersangka.
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·2 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Aparat kepolisian menyita 69 meter kubik kayu olahan di Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, Selasa (5/2/2019). Kayu-kayu yang diduga ilegal itu dibawa menggunakan perahu motor oleh AP (38). AP kini ditetapkan sebagai tersangka.
Pelaksana Tugas Kepala Sub-Direktorat Tindak Pidana Tertentu Polda Kalteng Ajun Komisaris Besar Devy Firmansyah mengungkapkan, penangkapan bermula dari laporan masyarakat tentang aktivitas pembalakan kayu. Dalam perjalanan menuju Mantangai di Kabupaten Kapuas melalui Sungai Mantangai, polisi bertemu tersangka yang membawa muatan kayu olahan.
Kayu-kayu tersebut berjenis meranti campuran yang sudah dipotong-potong. Panjang kayu 4-5 meter dengan diameter 15-20 sentimeter.
”Tersangka AP merupakan warga Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kayu-kayu itu memang rencananya akan dibawa ke sana, tapi kami gagalkan karena saat diperiksa tak ada dokumen,” ungkap Devy.
Devy menambahkan, kayu-kayu ilegal itu diduga diambil dari wilayah hutan produksi atau sebagian hutan konservasi di sekitar Mantangai, Kapuas.
”Kami masih melakukan penyelidikan di daerah itu dan sejumlah daerah lain yang berpotensi kerap terjadi pembalakan liar. Ini masih marak terjadi di sini,” ujar Devy.
Peristiwa tersebut bukan yang pertama. Di sekitar aliran Sungai Kapuas, pembalakan liar yang merusak hutan memang sering terjadi. Sungai Kapuas menjadi sarana pembalak untuk mendistribusikan kayu-kayu ilegalnya.
Kompas mencatat, selama 2018 sedikitnya 16.000 batang kayu bulat sudah keluar dari beberapa area fungsi di sekitar Mantangai. Pada Juni 2018, Kompas menelusuri arus Sungai Mantangai, anak Sungai Kapuas, dan menemukan ribuan batang kayu bulat didistribusikan dengan ditarik dan didorong menggunakan perahu kayu.
Populasi orangutan
Manajer Program Mawas dari Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jhanson Regalino mengungkapkan, aktivitas pembalakan dan eksploitasi lahan di Mantangai secara langsung membuat populasi orangutan menurun, dari 3.000 ekor sebelum 2015 menjadi 2.550 ekor pada 2016. Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga semakin sering akibat kerusakan hutan karena pembalakan liar.
”Pembalakan liar ini juga yang membuat hutan rusak dan kebakaran menjadi-jadi. Percuma kalau hanya menangkap warga yang kerja, bosnya harus ditangkap juga,” kata Jhanson.
Pihaknya juga mengawasi dan membuat laporan kepada beberapa pihak. Dari catatannya, selama Juni 2018, sebanyak 10.002 batang kayu bulat juga keluar dari wilayah konservasi dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kapuas-Kahayan.
Jhanson mengungkapkan, harus ada dorongan dari pemerintah agar warga melihat potensi atau usaha alternatif lainnya. ”Masih banyak potensi wilayah di Mantangai yang belum tergarap, khususnya di KPHL yang ada di sekitar,” ujarnya.