JAKARTA, KOMPAS — Relasi purnawirawan TNI dan Polri dinilai cukup bermanfaat untuk menambah suara dan kepentingan tertentu dalam pemilihan presiden dan wakil presiden. Setidaknya sejumlah deklarasi dilakukan oleh purnawirawan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden.
Selasa (5/2/2019) di Restoran Rumpun Bambu, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Bravo Cijantung yang terdiri dari putra dan putri kompleks Cijantung mendeklarasikan dukungan untuk pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 01. Deklarasi tersebut sekaligus untuk menghilangkan stigma bahwa Cijantung identik dengan calon presiden nomor urut 02 yang pernah menjadi Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus.
Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Jenderal (Purn) Agum Gumelar mengatakan, Cijantung ialah kompleks yang ditempati banyak kesatuan militer. Kesatuan itu antara lain Kostrad, Kavaleri, Paspampres, dan Kopassus. Cijantung tidak identik dengan satu nama komandan atau pemimpin satuan yang terletak di sana.
”Tidak benar kalau di sana (Cijantung) hanya Kopassus dan identik dengan satu komandan. Setiap kepala satuan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing,” ucap Agum yang hadir sebagai pembicara dalam deklarasi tersebut.
Agum menyebutkan, penting untuk memilih calon pemimpin yang bijak, punya tekad kuat, dan tidak menghujat atau mencela kebijakan pemimpin terdahulu.
Sosok itu menurut Agum ada dalam diri petahana Joko Widodo. Selama menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, ia dipandang tidak mengkritik kebijakan Fauzi Bowo. Ketika menjadi presiden, ia juga tidak mengkritik kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono. Joko Widodo, menurut Agum, justru dianggap melanjutkan ataupun memperbaiki kebijakan pemimpin sebelumnya.
”Ikuti dan taati demokrasi. Jaga etika dan moral. Pendukung Jokowi dan Ma’aruf Amin jangan menggunakan segala cara untuk memenangkan pilihannya. Juga tidak boleh membodohi rakyat,” katanya.
Agum mencontohkan, tindakan yang membodohi rakyat antara lain jika ada juru kampanye yang mengatakan jangan pilih si A karena kafir dan kalau pilih si B masuk ke neraka. Selain itu, Agum juga berpesan agar para pendukung Jokowi-Ma’ruf tidak menyebarkan berita bohong dan tudingan yang tidak terbukti.
Dukungan dari komunitas purnawirawan dan jaringannya juga dilakukan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02. Mereka mendapatkan dukungan dari purnawirawan TNI dan Polri yang tergabung dalam Persatuan Purnawirawan Indonesia Raya (PPIR). PPIR memberi dukungan dengan berkunjung ke rumah Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (31/1).
Selain itu, Prabowo juga menerima rombongan alumni SMUN 12, SMUN 8, SMUN 4, dan Gerakan Anak Tentara Cijantung Granat-C pada Sabtu (22/12/2018). Mereka mendeklarasikan dukungan sekaligus memberikan sumbangan dana kampanye.
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Andre Rosiade mengatakan, dukungan dari purnawirawan dan gerakan Cijantung ataupun masyarakat sangat membantu tim pemenangan. Selain menambah suara, mereka secara sukarela berkampanye serta menyumbangkan dana. Semua terjadi karena relasi atau kedekatan mereka dengan sosok Prabowo.
”Purnawirawan begitu semangat dan aktif mengampanyekan pasangan nomor urut 02. Semua dilakukan dengan ikhlas. Mereka menganggap Prabowo sebagai komandan sekaligus keluarga. Itu semua bukti kepemimpinan Prabowo semasa aktif di militer,” kata Andre yang dihubungi secara terpisah di Jakarta.
Tidak sehat
Namun, pelibatan purnawirawan di ruang-ruang politik dinilai hanya memperlihatkan bahwa pemilu jauh dari rasa aman dan adil. Hal itu terjadi karena relasi purnawirawan dapat melibatkan dan mempengaruhi prajurit yang masih aktif.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, politik akan menjadi tidak profesional dan penuh dengan ancaman. Keikutsertaan purnawirawan dapat menyeret prajurit aktif untuk kepentingan tertentu dalam pemilu.
”Kalau sudah menunjukkan dukungan, berarti tidak netral. Dengan adanya dukungan, relasi hierarki dapat rusak karena berpotensi menciptakan keributan dan perpecahan karena perbedaan selera politik,” ucap Feri yang dihubungi dari Jakarta.
Pelibatan purnawirawan dalam politik sulit dihindari, secara praktis pun sulit untuk menjaga netralitas, dan relasi lama kerap dipergunakan sehingga mengganggu profesionalitas prajurit aktif.
Agum Gumelar yang juga menjabat Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri) telah mewanti-wanti anggotanya untuk tidak membawa organisasi dalam politik praktis.
”Sebagai pribadi karena telah pensiun dari TNI atau Polri, maka punya hak politik. Namun, secara organisasi tidak mendukung pihak mana pun,” kata Agum. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)