Revitalisasi Sungai Mati Citarum di Bojongsoang Jadi Contoh
Sungai mati (oxbow) di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, bakal menjadi percontohan utama untuk revitalisasi kawasan serupa di sepanjang aliran Sungai Citarum. Salah satu masalah utama di area sungai mati adalah genangan sampah yang terbawa dari kawasan hulu Sungai Citarum dan anak-anak sungainya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA/CORNELIUS HELMY
·3 menit baca
SOREANG, KOMPAS — Sungai mati atau oxbow di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, bakal menjadi percontohan utama untuk revitalisasi kawasan serupa di sepanjang aliran Sungai Citarum. Salah satu masalah utama di area sungai mati adalah genangan sampah yang terbawa dari kawasan hulu Sungai Citarum dan anak-anak sungainya.
Saat ini, ada 14 aliran sungai mati di sepanjang Sungai Citarum. Keberadaannya terbentuk pascapenyodetan Citarum tahun 1990-an. Sungai mati tersebut terdapat di sejumlah kecamatan di Kabupaten Bandung, antara lain Baleendah, Dayeuhkolot, Margaasih, dan Kutawaringin.
Berdasarkan Data Balai Besar Wilayah Sungai Citarum, total panjang 14 aliran sungai mati itu mencapai 7 kilometer. Dengan luas 40 hektar, ke-14 sungai mati itu bisa menampung air hingga 1,2 juta meter kubik guna meminimalkan banjir ketika musim hujan.
Saat ini, beberapa sungai mati itu dipenuhi sedimentasi lumpur, sampah, dan dijadikan ladang oleh masyarakat. Sejak setahun lalu, dipayungi program Citarum Harum, sungai mati mulai direvitalisasi.
Komandan Pos Oxbow Bojongsoang Sektor 6 Citarum Harum Kapten Samsudin, di Bojongsoang, Selasa (5/2/2019), memaparkan, area sungai mati sering dipenuhi sampah karena aliran yang terhenti akibat sungai yang mati. Seperti yang terjadi di Bojongsoang, Samsudin menjelaskan, sampah berasal dari beberapa aliran anak sungai Citarum, salah satunya Sungai Cikapundung.
Sejak setahun lalu, dipayungi program Citarum Harum, sungai mati mulai direvitalisasi.
Oleh karena itu, sejak awal tahun lalu, pihaknya setiap hari rutin mengawasi aliran sungai mati tersebut agar tidak dipenuhi sampah. Penyisiran sungai mati sepanjang 1 kilometer ini dilakukan setiap pagi menggunakan perahu. Jika turun hujan, sampah yang diangkut lebih dari 200 kilogram.
Kini, setahun kemudian, hasilnya berbuah manis. Pada Selasa, permukaan sungai mati di Bojongsoang terlihat tanpa sampah. Eceng gondok pun tidak terlihat menutupi permukaan sungai.
”Sebelumnya, sungai mati ini tertimbun sampah dan lumpur hingga 8 meter. Jadi, yang diinjak sekarang ini adalah sampah bercampur lumpur yang menjadi tanah padat,” ujarnya, sambil menginjak-injak tanah di pinggir sungai mati.
Kopral Kepala Ugan Suganda, petugas pos, menambahkan, kesadaran masyarakat setempat sudah sangat baik. Mereka tak lagi membuang sampah ke sungai mati. Jika ada sampah, biasanya terbawa dari hulu Sungai Citarum dan anak sungainya. Warga, kata Ugan, kini justru memanfaatkan genangan sungai mati untuk memelihara ikan.
”Kami tidak ingin berpuas diri. Pekerjaan kami masih panjang. Lumpur dan sedimentasi masih ada di kawasan ini. Dasar sungai mati ini lumpur dan tanah yang bercampur sampah sampai 3 meter,” tutur Ugan.
Rusmana (53), warga Bojongsoang, menyatakan, semenjak sungai dibersihkan, dirinya bisa memelihara berbagai jenis ikan air tawar, seperti nila dan mujair. Keadaan ini, lanjutnya, berbeda jika dibandingkan dengan kondisi sungai sebelum dibersihkan. Saat itu, permukaan sungai dipenuhi sampah dan lumpur.
”Kemarin saya bisa panen 2 kilogram ikan. Kalau hujan, lebih banyak lagi. Kami bersyukur sekarang bisa memancing ikan. Sebelum dibersihkan, daerah ini sangat kotor dan bau,” katanya.
Rusmana juga berharap revitalisasi sungai mati ini bisa meningkatkan perekonomian karena pemerintah berencana membangun tempat wisata di kawasan tersebut.
Kontribusi
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyatakan, sungai mati di Bojongsoang menjadi kawasan percontohan untuk area serupa lainnya. Ia menargetkan dapat memperbaiki Citarum dalam lima tahun ke depan. Salah satu upaya dilakukan dengan merevitalisasi 14 sungai mati di Citarum.
”Sementara ini, sudah ada bantuan dari konsorsium BUMN Adhi Karya di Bojongsoang. Ini jadi percontohan pertama,” ujarnya.
Ke depan, pembenahan area sungai mati, menurut Kamil, akan terus dilakukan. Tujuannya, agar keberadaannya dapat memberikan manfaat bagi warga setempat. Tidak hanya kontribusi dalam bidang ekonomi, tetapi juga menunjang kesehatan warga.
”Diharapkan, dalam beberapa bulan, daerah-daerah sungai mati yang dulunya jorok, penuh sampah, dan bau bisa menjadi tempat yang ideal untuk kawasan konservasi dan pariwisata,” ujar Kamil.