Tol Laut Menekan Disparitas Harga dan Melancarkan Distribusi Logistik
SURABAYA, KOMPAS — Tol laut dinilai efektif dalam menekan biaya produksi dan mengatasi disparitas harga antarwilayah. Tol laut juga menjadi solusi menjaga konektivitas antarwilayah dan memperlancar distribusi logistik di Indonesia.
Hal itu setidaknya terangkum dalam Seminar Nasional Tol Laut bertema ”Melanjutkan Konektivitas Membuka Jalur Logistik dan Menekan Disparitas Harga”. Seminar digelar di atas Kapal Motor Dorolonda di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Senin (4/2/2019). Dalam kesempatan itu, juga dilakukan peresmian operasional KM Sabuk Nusantara 92 dan KM Kendhaga Nusantara 3.
Kapalnya adalah kapal-kapal baru, bukan kapal yang lama lagi.
Pelaksanaaan tol laut membutuhkan sinergisitas antara kementerian/lembaga dan stakeholder, termasuk Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, pengusaha dan pemerintah daerah, hingga petani dan nelayan.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, tol laut merupakan tindak lanjut dari amanah nawacita Presiden Joko Widodo untuk menekan disparitas harga antara Jawa dan Indonesia bagian timur. Tahun ini pemerintah memberikan 100 kapal, 50 untuk badan usaha milik negara (BUMN) dan 50 untuk swasta, untuk mendukung tol laut.
”Kapalnya adalah kapal-kapal baru, bukan kapal yang lama lagi. Ini adalah dana pemerintah yang diberikan kepada koorporasi lalu ditambah subsidi angkutan,” ujarnya.
Hingga saat ini, tol laut Indonesia mempunyai 18 jalur dan 13 di antaranya ada di Surabaya. Semua kapal laut di Indonesia 90 persen dari Surabaya. Alasan lain, Surabaya merupakan provinsi di Jawa yang paling dekat dengan Indonesia bagian timur.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut tentang Jaringan Trayek Penyelenggaraan Angkutan Barang di Laut tertanggal 3 September 2018, pelayaran tol laut dibagi ke dalam 18 trayek. Trayek itu tersebar di Pangkalan Teluk Bayur, Sumatera Barat; Pangkalan Jakarta; Pangkalan Surabaya dan Pangkalan Probolinggo, Jawa Timur; Pangkalan Bitung, Sulawesi Utara; Pangkalan Kendari, Sulawesi Tenggara; dan Pangkalan Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut Budi, pedagang bisa melihat tol laut sebagai satu potensi untuk mengangkut barang secara mudah dan lebih murah karena disubsidi. ”Suplai barang ke Indonesia timur tidak kurang dan harganya pun menjadi lebih terkendali,” ujarnya.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memaparkan, pihaknya mengembangkan gerai maritim dengan memanfaatkan tol laut. Gerai maritim dilaksanakan untuk meningkatkan kelancaran arus dan ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang.
Suplai barang ke Indonesia bagian timur tidak kurang dan harganya pun menjadi lebih terkendali.
Gerai maritim bertujuan mengurangi biaya distribusi barang, meningkatkan perdagangan antarpulau, memperluas jaringan produk unggulan daerah setempat sebagai muatan balik, dan meningkatkan kesejahteraan petani serta nelayan di daerah terpencil, tertinggal, terluar, dan perbatasan (3TP) melalui pemanfaatan tol laut yang lebih optimal.
Peran Kementerian Perdagangan dalam tol laut di antaranya berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mendata, memantau, dan mengevaluasi jenis, jumlah dan harga barang dari daerah yang termasuk program tol laut, serta mengatur jenis barang sesuai kebutuhan pokok dan penting yang dapat diangkut dalam program tol laut.
Kementerian Perdagangan juga membuka depo gerai maritim yang dibangun di beberapa daerah yang dilalui trayek tol laut sebagai sarana distribusi pendukung. Depo itu berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara barang setelah diturunkan dari kapal dan menampung produk unggulan daerah yang akan diangkut menjadi muatan balik sebelum diangkut kapal.
Sampai saat ini, ada sembilan depo gerai maritim, yakni di Kabupaten Wakatobi, Kepulauan Aru, Lembata, Sabu Raijua, Mimika, Kepulauan Yapen, Tidore Kepulauan, Fakfak, dan Teluk Wondama.
Dampak tol laut dirasakan masyarakat di antaranya ketersediaan barang kebutuhan pokok dan barang penting lebih terjamin, berkurangnya fluktuasi harga antarwaktu dan mengurangi disparitas harga, memfasilitasi pemasaran produk unggulan daerah.
Agar tidak tergantung subsidi, nantinya perlu rencana aksi dan sinergi antara kementerian dan lembaga untuk meningkatkan investasi dan perkembangan industri terkait barang kebutuhan pokok dan penting di daerah 3TP.
Berdasarkan pendataan Kemendag dan pemerintah daerah pada 2018, tercatat ada 437 pedagang dari 35 kabupaten/kota yang memanfaatkan tol laut yang daerahnya dilalui trayek tol laut. ”Agar tidak tergantung subsidi, nantinya perlu rencana aksi dan sinergi antara kementerian dan lembaga untuk meningkatkan investasi dan perkembangan industri terkait barang kebutuhan pokok dan penting di daerah 3TP,” kata Enggartiasto.
Dua kapal
Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyerahkan dua kapal tol laut, yakni KM Sabuk Nusantara 92 dan KM Kendhaga Nusantara 3, kepada dua operator pelayaran, yaitu PT Pelni dan PT Djakarta Lloyd. Penyerahan kedua kapal tersebut sebagai wujud dukungan dan komitmen Kemenhub terhadap program Tol Laut sebagai upaya menciptakan konektivitas nasional dan membuka jalur logistik ke seluruh wilayah Tanah Air sehingga dapat menekan disparitas harga.
Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Kapten Wisnu Handoko menjelaskan, KM Sabuk Nusantara 92 dan KM Kendhaga Nusantara 3 merupakan bagian dari program pembangunan 100 kapal tol laut oleh Kemenhub berjenis kapal perintis, kontainer, dan ternak. Kapal-kapal tersebut semuanya ditargetkan selesai dan dioperasikan tahun 2019.
”Pembuatan dan pengoperasian kapal-kapal pendukung tol laut tersebut untuk melayani masyarakat Indonesia, terutama untuk wilayah terpencil, tertinggal, terluar, dan perbatasan,” kata Wisnu.
Pemerintah berharap melalui pembangunan kapal pendukung tol laut akan lebih meningkatkan konektivitas antarpulau di seluruh wilayah Indonesia. ”Selain itu, juga akan meningkatkan roda perekonomian secara nasional serta memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,” tuturnya.
Pembuatan dan pengoperasian kapal-kapal pendukung tol laut tersebut untuk melayani masyarakat Indonesia terutama untuk wilayah terpencil, tertinggal, terluar, dan perbatasan.
KM Sabuk Nusantara 92 memiliki panjang seluruh (LOA) 62.80 meter dan panjang antara garis tegak (LBP) 57.36 meter yang dioperatori oleh PT Pelni (Persero) dengan Pelabuhan Pangkal Surabaya pada Rute 16, yaitu Surabaya-Masalembo-Keramaian-Masalembo-Kalianget-Sapudi-Kangean–Pagerungan Besar-Sapeken-Tanjung Wangi-Sapeken–Pagerungan Besar–Kangean-Sapudi- Kalianget-Masalembo-Keramaian-Masalembo-Surabaya.
KM Kendhaga Nusantara 3 memiliki panjang seluruh (LOA) 74.30 meter dengan kapasitas angkut sebanyak 100 TEUs, termasuk tujuh reefer container yang dioperatori oleh PT Djakarta Lloyd Hub dengan rute Surabaya-Makassar-Kendari-Surabaya.
Direktur Utama PT Pelni (Persero) Insan Purwarisya L Tobing menyampaikan, pihaknya siap mendukung tol laut. Tol laut dioperasikan pertama pada 4 November 2015 dengan dua rute, pada 2016 menjadi enam rute, 2017 sebanyak 13 rute, dan 2018 ada 18 rute.
Pihaknya juga akan menyiapkan mini kontainer berkapasitas 5 feet atau volume 5 ton. Umumnya kontainer standar berkapasitas 20 feet atau 20 ton. Pengadaan diupayakan bisa tahun ini. ”Kalau dipaksakan 20 feet malah tak ada barangnya. Ini kami upayakan pengadaan tahun ini bisa agar ada nilai keekonomian. Ini khususnya untuk mengangkut rumput laut dan kopra,” kata Insan.
Ini kami upayakan pengadaan tahun ini bisa agar ada nilai keekonomian. Ini khususnya untuk mengangkut rumput laut dan kopra.
Menurut rencana, pihaknya membangun 200 minikontainer dengan dukungan 46 kapal perintis. Pelni saat ini mengoperasikan delapan kapal barang dan 26 kapal penumpang. Sebagai salah satu operator kapal barang, pihaknya butuh 12 kapal.
Pada 2018, PT Pelni telah ikut mendistribusi 20.000 TEUs dan 90.000 metrik ton general kargo. Kini Pelni bukan hanya menyediakan kapal penumpang, melainkan juga bergerak di kapal barang dan kapal perintis untuk konektivitas. ”Kami berupaya ikut menghubungkan jalur besar, jalur perintis, hingga pelayaran rakyat,” kata Insan.
Distribusi ternak
Tol laut bukan hanya angkutan barang pokok, melainkan juga hewan ternak dari produsen ke konsumen, seperti dari Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, ke daerah Jabodetabek, sehingga dapat menyuplai daging ke DKI Jakarta.
Kapal ternak berkembang dari satu kapal pada 2015 menjadi enam kapal pada 2018. Pengangkutan hewan yang semula dengan kapal kargo diangkut dengan kapal ternak untuk mendukung swasembada daging.
Kapal ternak ini membuat efiensi dan pangkas rantai distribusi. Kualitas daging juga tak kalah dari Australia dan Brasil.
Direktur Pemasaran dan Hasil Pengolahan Kementerian Pertanian Fini Murfiani menyebutkan, tol laut meningkatkan kesejahteraan ternak. Dulunya ternak, khususnya sapi dari NTT dan NTB, diangkut kapal kayu atau kapal kargo jika ada ruang kosong.
Mulai 2015 dilayani satu kapal ternak, kini sudah enam kapal, yakni KM Camara Nusantara 1-6. Penyusutan bobot sapi bisa ditekan dari sebelumnya 15-20 persen kini tinggal 9 persen. Kualitas daging juga lebih baik karena kesejahteraan hewan dalam arti tingkat stres hewan berkurang.
Meski biaya pengapalan naik dari Rp 330.000 menjadi Rp 700.000 per ekor, penyusutan berat berkurang dan kualitas daging lebih baik. Hanya saja sampai kini posisi tawar produsen masih lemah.
Namun, berkat adanya kapal khusus ternak, distribusi lancar. Harga di produsen naik, sedangkan harga di konsumen tidak terlalu tinggi. Bobot sapi hidup di tingkat produsen naik dari Rp 28.000 menjadi Rp 32.000 per kilogram. Ketika sampai di konsumen di Jakarta, dijual dengan harga Rp 45.000 per kilogram.
”Kapal ternak ini membuat efisiensi dan pangkas rantai distribusi. Kualitas daging juga tak kalah dari Australia dan Brasil. Kini ada 1.000 sapi per hari dipotong di Jakarta. Sapi diangkut dengan pelayaraan khusus,” ujar Fini.
Staf Ahli Bidang Ekologi Sumber Daya Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Anggono menyebutkan, dengan adanya tol laut, diharapkan juga bisa mendongkrak sektor perikanan. Distribusi ikan yang lancar bisa mendukung peningkatkan konsumsi ikan yang kini mencapai 20 kilogram per kapita.
”Itu juga diharapkan mendongkrak ekspor udang ke Uni Eropa, Jepang, dan dan Amerika. Apalagi kini dengan pengelolaan tambak superintensif dalam 1.000 meter persegi bisa dihasilkan 15 ton dalam waktu tiga bulan,” tuturnya.
Dalam seminar ini juga terungkap bahwa tol laut merupakan pelayaran langsung dari daerah produsen ke konsumen di daerah tertinggal, terisolasi, terluar, dan perbatasan sehingga distribusi barang tercukupi dan harga dapat seimbang dengan harga di Jawa. Tol laut menjadi sarana angkutan bagi produksi dari daerah untuk dipasarkan di Jawa sehingga menumbuhkan perekonomian daerah.
Itu juga diharapkan mendongkrak ekspor udang ke Uni Eropa, Jepang, dan dan Amerika.
Tol laut terbukti efektif dalam menurunkan disparitas harga, terlebih dengan dibangunnya rumah kita dan rumah logistik di daerah tujuan tol laut. Rumah kita jadi harga acuan harga pengusaha di daerah tujuan tol laut.
Hingga saat ini, secara umum penurunan harga bahan pokok dari 20 persen hingga 30 persen. Kapal tol laut terus dievaluasi dan dikembangkan sesuai perkembangan daerah tujuan tol laut.