Antara London, Hamburg, dan New York, Mana yang Cocok untuk Jakarta?
Pemerintah pusat dan Provinsi DKI Jakarta tengah menyusun rencana pembangunan sistem transportasi megapolitan yang terintegrasi dengan rencana tata ruang tiap-tiap wilayah. Siapa pihak yang berwenang menjadi pengelola dan operator transportasi publik lintas wilayah dan lintas sektoral ini menjadi sorotan.
Rencana integrasi pembangunan tersebut bertujuan untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Gagasan tersebut dibahas dalam rapat setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla meninjau kemacetan dengan helikopter bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Senin pekan lalu.
Rapat di tingkat istana itu memutuskan, pemerintah pusat dan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan merumuskan rincian rencana integrasi pembangunan tersebut dalam satu bulan.
Baca juga: Pembangunan Sistem Transportasi Terintegasi Ibukota Butuh Dana Rp 605 Triliun
Secara substansial, Dosen bidang Kebijakan dan Manajemen Transportasi Perkotaan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Puspita Dirgahayani menilai, integrasi sistem transportasi dalam rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) sangat penting.
"Hal ini merupakan keharusan untuk menjalankan prinsip keberlanjutan dan tata perizinan ke depannya," ujarnya saat dihubungi, Rabu (6/2/2019).
Salah satu aspek integrasi yang tengah dirumuskan ialah operator dan pengelola transportasi di Jabodetabek. Di DKI Jakarta sendiri, ada berbagai macam moda transportasi publik misalnya, Bus Trasjakarta dan kereta rel listrik (KRL). Belum lagi angkutan umum seperti moda raya terpadu (MRT) dan kereta ringan (LRT).
Namun, operator dan pengelola masing-masing moda berbeda-beda juga, ada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Transportasi umum yang melintas di DKI Jakarta yang dikelola BUMN ialah, KRL dan LRT Jabodebek.
Ranah pertanggungjawaban keduanya pun berbeda. BUMN bertanggung jawab berada di ranah pemerintah pusat, sedangkan BUMD di ranah Pemprov.
"Integrasi trasportasi publik ini merupakan perintah dari Presiden supaya berada dalam satu penanganan. Tidak mudah menyatukan (berbagai moda transportasi) yang saat ini dikelola Kementerian Perhubungan, BUMN, dan BUMD," tutur Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat ditemui di Jakarta.
Oleh sebab itu, Luhut membentuk tim kecil yang bertugas menganalisis bentuk operator pengelola dari segi penugasan operasional dan sistem tanggung jawabnya terhadap pemerintah. Saat ini, kajian masih berlangsung dalam tim kecil tersebut.
Menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, rapat di tingkat istana tersebut turut mengamanatkan koordinasi dan integrasi semua unit transportasi umum. Unit yang terpadu harapannya akan berujung pada lembaga pengelolaan yang terintegrasi.
Lembaga pengelolaan tersebut, menurut Budi, menjadi semacam koordinator penyelenggara transportasi umum yang terintegrasi di DKI Jakarta. Dia berpendapat, transportasi umum yang terintegrasi ini tidak mesti dikelola oleh operator tunggal.
Pemerintah membentuk tim kecil yang bertugas menganalisis bentuk operator pengelola dari segi penugasan operasional dan sistem tanggung jawabnya terhadap pemerintah
Terkait posisi Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang saat ini berada di bawah Kementerian Perhubungan, Budi mengatakan, kemungkinan BPTJ dan operator transportasi umum terintegrasi di Jabodetabek akan berdiri sendiri-sendiri. "Aktualisasi keduanya akan dibahas," ucapnya.
Di sisi lain, menurut Anies, bentuk integrasi pengelola dan operator transportasi umum yang ada di DKI Jakarta harus beres terlebih dahulu agar dapat menjadi model untuk berpadu dengan tingkat nasional. Contohnya adalah Jak Lingko yang sudah diterapkan di DKI.
Model rujukan
Pilihan referensi model pengelolaan dan operasional transportasi publik juga dapat mengacu dari sejumlah kota di negara lain. Luhut mengatakan, New York Port of Authority dapat menjadi salah satu opsi rujukan.
Di sisi lain, Puspita berpendapat, model pengelolaan dan operasional New York Port of Authority terlalu luas jika diterapkan di Jabodetabek. Otoritas ini turut mengelola aset-aset perdagangan, termasuk pelabuhan dan bandara.
Secara prinsip, Puspita mengatakan, kemacetan sebagai salah satu permasalahan transportasi metropolitan membutuhkan penyelesaian lintas sektoral dan lintas wilayah. Oleh sebab itu, model operatornya juga harus memiliki kewenangan untuk mengatur transportasi secara lintas sektoral dan lintas wilayah.
Dalam konteks keterpaduan transportasi umum, Puspita memaparkan, ada tiga sektor yang diintegrasikan, yakni sektor perhubungan (misalnya antara angkutan jalan dan angkutan perkeretaapian), sektor bina marga (misalnya jalan, trotoar, dan jalur sepeda), serta sektor guna lahan atau tata ruang.
"Sektor guna lahan dimasukkan karena sistem transportasi merupakan permintaan turunan dari aktivitas kota. Jadi, integrasi dengan sektor ini penting karena dapat mengurangi kebutuhan pergerakan dengan kendaraan pribadi dan berujung pada penurunan kemacetan," tuturnya.
Oleh sebab itu, Puspita mengusulkan, model pengelolaan dan operasional yang cocok diterapkan di Jabodetabek ialah lembaga yang bersifat keterpaduan fungsional secara penuh (full functional integration). Lembaga ini akan membuat kebijakan-kebijakan teknis serta menghubungkan kebijakan strategis (bersifat jangka panjang dan dikeluarkan oleh pemerintah) dengan kebijakan operasional.
Puspita mencontohkan Transport for London (TfL) di London, Inggris. TfL merupakan otoritas transportasi terintegrasi yang dipandu oleh Mayor\'s Transport Strategy. TfL melaksanakan mandat dari walikota serta mengoperasikan transportasi publik yang berada di bawah tanah, permukaan jalan, bahkan sungai.
Selain TfL, Puspita juga mengusulkan Federasi Transit di Hamburg (HVV) sebagai salah satu model rujukan. HVV bertugas mengelola transportasi umum di tiga negara federal, tujuh distrik administratif, dan 30 operator transportasi.
Perencanaan model pengelolaan dan operasional terpadu yang matang menandakan keseriusan dalam integrasi transportasi publik. Jika tidak ada, integrasi yang dirapatkan bisa jadi wacana belaka.