Bupati Purbalingga Jalani Sidang Putusan Kasus Suap
Sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi dengan terdakwa Bupati Purbalingga nonaktif Tasdi, digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (16/1/2019). Agenda sidang kali ini ialah pembacaan putusan oleh majelis hakim atas terdakwa Tasdi.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi dengan terdakwa Bupati Purbalingga (nonaktif) Tasdi digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Jawa Tengah, Rabu (16/1/2019). Agenda sidang kali ini adalah pembacaan putusan oleh majelis hakim atas terdakwa Tasdi.
Berdasarkan pantauan, Tasdi tiba di Pengadilan Tipikor Semarang pukul 09.30 dengan mengenakan baju batik merah. Ia kemudian masuk ke ruang tunggu dan berbincang dengan sejumlah orang yang mendampinginya di pengadilan.
Tasdi masuk ke ruang sidang pukul 12.37. Pengacara Tasdi, Endang Yulianti, terlebih dulu masuk. Sidang yang dipimpin hakim Antonius Widijantono tersebut dimulai pukul 12.40. Sementara itu, jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang hadir yakni Kresno Anto Wibowo.
Tasdi didakwa telah menerima suap Rp 115 juta dari yang dijanjikan Rp 500 juta untuk proyek Islamic Center di Purbalingga tahap II dengan nilai proyek Rp 22 miliar. Suap tersebut merupakan upaya pengaturan lelang yang melibatkan rekanan Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan.
Adapun fee yang dijanjikan diserahkan melalui Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Purbalingga Hadi Iswanto. ”Sebagai bupati, terdakwa tergerak memerintahkan bawahannya agar Librata Nababan (kontraktor) dimenangkan dalam proses lelang,” ujar jaksa.
Rekanan yang menyuap Tasdi, yakni Hamdani, Librata, dan Ardirawinata, sebelumnya telah divonis 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Sementara Hadi, bawahan Tasdi, dihukum 4 tahun penjara.
Sebelumnya, pada sidang tuntutan kasus yang sama, Rabu (16/1), jaksa KPK menuntut Tasdi dihukum pidana 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan 6 bulan. Jaksa juga menuntut hukuman tambahan bagi terdakwa berupa pencabutan hak politik untuk dipilih selama lima tahun.
Menurut jaksa, hal yang memberatkan terdakwa ialah perbuatan yang tak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan mencederai amanah selaku kepala daerah. ”Yang meringankan adalah terdakwa sopan, mengakui, dan menyesali kesalahannya,” ujar jaksa.
Sementara dalam kasus gratifikasi, Tasdi menerima sejumlah uang baik dari kolega, rekanan, maupun anggota DPR. Salah satunya disebut dari Utut Adianto, anggota DPR dari PDI-P, sebesar Rp 180 juta untuk membantu pemenangan Pilkada Jateng 2018. Namun, oleh Tasdi, uang tersebut disimpan di rumah dinas bupati dan tidak dilaporkan ke bendahara partai. Padahal, dari keterangan saksi, sesuai AD/ART partai, semua penerimaan wajib dicatatkan.
Tasdi dijerat Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP, serta Pasal 12 Huruf b UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Sebelumnya, Tasdi, yang terpilih sebagai kepala daerah dalam Pilkada 2015, ditangkap penyidik KPK pada Senin (4/6/2018). Tasdi, yang juga kader PDI-P, diduga menerima suap dari pihak swasta terkait proyek Islamic Center, yang sedianya akan dimanfaatkan untuk manasik haji.
Pemkab Purbalingga menargetkan bangunan tersebut selesai pada 2019. Selain untuk manasik haji, gedung akan difungsikan sebagai tempat pemberangkatan dan penjemputan jemaah haji. Menurut rencana, anggaran total pembangunan gedung itu mencapai Rp 77 miliar. (Kompas, 5/6/2018)