Vatikan dan Al-Azhar, lembaga Islam berpengaruh di dunia, mencatat sejarah penting melalui penandatanganan dokumen persaudaraan manusia di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (4/2/2019). Dokumen tersebut sangat penting dalam sejarah hubungan Al-Azhar dan Vatikan serta hubungan antara Islam dan Kristen.
Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Sheikh Ahmed al-Tayeb menandatangani dokumen bersejarah tentang persaudaraan manusia untuk perdamaian dunia dan hidup berdampingan guna menangkal radikalisme serta terorisme. Acara penandatanganan dokumen tersebut, dihadiri Wakil Presiden dan Perdana Menteri UEA, yang juga Gubernur Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum, dan Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan. Hadir pula lebih dari 400 tokoh agama dan budaya dari mancanegara.
Bagaimana makna dokumen tersebut bagi dunia dan Indonesia? Kompas melakukan wawancara dengan Mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (2000-2005) Pendeta Natan Setiabudi, Rabu (6/2/2019) untuk menggali lebih jauh tentang hal tersebut.
Apa makna pertemuan Al-Azhar dengan Vatikan dalam menjaga hubungan antar-agama?
Pertemuan itu menunjukkan bahwa seluruh dunia menjadi tanggung jawab bersama. Seluruh umat manusia, agama maupun kepercayaan, terutama dua kelompok agama Kristen dan Islam berupaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan. Semuanya tertuang dalam poin pertama dokumen tersebut yang menyerukan agar pemimpin dunia, pemegang keputusan politik dan ekonomi internasional untuk bekerja keras menyebarkan budaya hidup berdampingan secara damai dan toleran.
Penandatanganan dokumen tersebut juga menunjukan bahwa kedamaian dan toleransi sangat dibutuhkan di tengah tumbuh suburnya radikalisme maupun terorisme.
Apa dampak penandatanganan tersebut berkaitan dengan penetapan negara Uni Emirat Arab sebagai kawasan pusat toleransi?
Pemerintah harus menjaga negara dan bangsa-bangsanya. Jelas dalam poin pertama dokumen tersebut bahwa pemimpin harus bekerja keras menyebarkan budaya hidup berdampingan. Agama menjadi sumber nilai kemanusian dan perdamaian untuk hidup berdampingan.
Dokumen tersebut menjadi peringatan sekaligus tantangan. Peringatan bahwa dunia butuh perdamaian dan toleransi sehingga hidup berdampingan tanpa sekat dan tantangan untuk mewujudkan serta menjaganya.
Saat ini, radikalisme dan terorisme semakin subur seiring dengan hadirnya sosial media. Padahal, sosial media berguna untuk menyepakati hidup dalam negara-bangsa dan saling berdampingan. Namun, di sosial media juga tumbuh subur gerakan yang ingin merusak perdamaian dan toleransi.
Penandatanganan dokumen tersebut sangat membantu dan menunjukkan tanggung jawab semua agama dan kepercayaan terutama Islam dan Kristen untuk mewujudkan arti beragama yang sesungguhnya. Kita berdoa dan berharap negara-bangsa di sana dapat menyikapi perbedaan.
Bagaimana membumikan pertemuan di UEA ke Indonesia?
Membumikannya di Indonesia bukan hal yang baru. Salah satu wujud Pancasila, yaitu persatuan dan kesatuan terwujud dalam penandatanganan dokumen tersebut. Namun, persatuan dan kesatuan harus diwujudkan sesama kita. Keimanan diuji untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan tanpa ada sekat-sekat.
Dokumen tersebut tidak asing karena Indonesia lahir atas persatuan dan semua agama sepakat untuk menjadi satu. Perlu digaris bawahi, diingat, dan direnungkan bahwa ciri khas Indonesia adalah negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan ternyata menyepakati Pancasila. Hidup berdampingan untuk kesejahteraan, bersama-sama, dan setara. Bukan sebaliknya, mayoritas bersikap menguasai, akan tetapi toleransi dan sepakat membina Indonesia.
Bagaimana Indonesia memanfaatkan pertemuan tersebut di tengah ancaman radikalisme yang kian menguat?
Agama dan poin dalam dokumen tersebut menunjukkan tidak menggunakan kekerasan. Jalan yang dipilih, ialah menangkal, menolak atau mencegah dengan deradikalisasi. Ada orang yang berbuat kekerasan maka disebut kejahatan dan negara mempunyai kekuatan untuk menegakkan hukum. Percayalah pada sistem hukum yang ada.
Roh dan jiwa Indonesia adalah Pancasila yang berarti persatuan dan kesatuan. Sejak terbentuknya negara sudah seperti itu, maka tidak ada ruang untuk memikirkan dasar lain atau filosofi lain. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)