JAKARTA, KOMPAS – Jaringan Independen Pemantau Kehutanan menagih komitmen Kementerian Lingkungan HIdup dan Kehutanan untuk mengusut tuntas penyelundupan 384 kontainer berisi kayu merbau illegal dari Papua di Surabaya Jawa Timur dan Makassar, Sulawesi Selatan. Sejak kasus kontainer mulai diangkat ke publik, bulan Desember 2018, penyidik baru menetapkan dua tersangka korporasi di Pasuruan dan Gresik, Jawa Timur.
Meski menghargai independensi dan kehati-hatian langkah penyidik dalam menangani kasus ini, Jaringan Independen Pemantau Kehutanan (JPIK) meminta agar Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mempublikasikan hasil penyelidikan (bahkan saat berlanjut ke persidangan). Belajar dari kasus-kasus lalu, JPIK mengkhawatirkan penyelidikan –penyidikan “masuk angin” tanpa kontrol publik.
“JPIK mendesak Gakkum KLHK segera merilis hasil penyidikannya setelah waktu yang ditentukan agar parapihak bisa menindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya masing-masing,” kata Muhammad Ichwan, Dinamisator Nasional JPIK, Selasa (5/2/2019) dihubungi di Surabaya.
JPIK mendesak Gakkum KLHK segera merilis hasil penyidikannya setelah waktu yang ditentukan agar para pihak bisa menindaklanjuti sesuai kewenangannya masing-masing.
Ia mendorong agar Ditjen Gakkum mengusut industri pemasok dan penerima serta memberikan sanksi hukum yang berefek jera. Selain itu, ia pun meminta agar nama-nama korporasi dibuka sehingga secara tak langsung memberikan sanksi sosial dan ekonomi bagi pelaku.
Pasal berlapis
Lebih lanjut, JPIK mendukung penyidik untuk menggunakan pasal berlapis dan pendekatan multidoor dalam penanganan kasus illegal logging. Misalnya dengan menggunakan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia mensinyalir kasus illegal logging tak berdiri sendiri dan terkait pada pemilik kapital besar.
Terkait perbaikan sistem tata kelola kayu, ia pun agar pemantau independen (dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu/SVLK) diberi akses kepada SIPUUH. Tujuannya supaya pemantau independen dapat aktif memantau peredaran kayu sehingga rembesan kayu-kayu ilegal bisa ditekan.
“Ditjen PHPL di KLHK untuk menyediakan data dan informasi terkait data peredaran hasil hutan pada korporasi-korporasi yang diindikasikan menerima kayu-kauu illegal atas permohonan informasi dr pemantau,” kata dia.
Selama ini, kata Ichwan, KLHK lamban dalam memberikan data dan informasi kepada pemantau. Kalaupun diberikan waktunya cukup lama sampai 2 bulan yang akhirnya tak lagi relevan dengan obyek yang dipantau.
Informasi dari Ditjen Gakkum KLHK, hingga kini sejumlah 70 penyidik pegawai negeri sipil dikearahkan untuk menangani penyelundupan 384 kontainer kayu merbau dari Papua di Surabaya dan Makassar kian menemui titik terang. Lebih dari 20 perusahaan pengirim dan penadah telah diperiksa.
Namun hingga kini jumlah tersangka belum bertambah. Sejak kasus ini dimulai Desember lalu, penyidik pegawai negeri sipil Ditjen Gakkum KLHK baru menetapkan dua tersangka perusahaan penadah di Gresik dan Pasuruan, Jawa Timur.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono, mengatakan pihaknya mendalami pemeriksaan sejumlah perusahaan yang diduga kuat menjadi pengirim maupun penadah kayu-kayu ilegal. Pemeriksaan juga intens dilakukan perusahaan di Sorong Papua Barat serta Jayapura, Papua sebagai sumber asal-usul kayu merbau premium tersebut.
Pihaknya memiliki masih memiliki waktu sejak penyitaan untuk melakukan pemeriksaan. “Dalam waktu dekat akan ada yang P21 (berkas diserahkan ke kejaksaan),” kata dia. Namun, ia enggan menyebutkan nama maupun inisial perusahaan tersebut dengan dalih kelancaran pemeriksaan.
Ia merinci dua perusahaan di Sorong telah diperiksa intensif terkait pengiriman 88 kontainer yang tertangkap di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya pada bulan Januari 2019. Sementara terkait kasus 57 kontainer di Pelabuhan Soekarno-Hatta di Makassar, penyidik memeriksa 7 perusahaan. Sementara terkait kasus pertama di bulan Desember 2018 sebanyak 40 kontainer di Tanjung Perak, dua perusahaan diperiksa intensif.
“Tinggal pendalaman-pendalaman. Kami serius mengusut kasus ini hingga tuntas,” kata dia. Pihaknya dibantu sejumlah petugas ukur dari dinas teknis di daerah masih menghitung rincian barang bukti seluruh kayu dalam 384 kontainer. Penghitungan detil volume untuk satu kontainer membutuhkan waktu satu hari.