Peraturan Daerah Masyarakat Adat Murung Raya Mulai Dibahas
Peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah sedang dibahas. Kebijakan itu akan mengakomodir target 15.000 hektar wilayah kelola adat atau hutan adat yang sedang diidentifikasi oleh pemerintah bersama komunitas adat.
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah sedang dibahas. Kebijakan itu akan mengakomodir target 15.000 hektar wilayah kelola adat atau hutan adat yang sedang diidentifikasi oleh pemerintah bersama komunitas adat.
Sampai saat ini belum ada satu pun hutan adat di Kalteng yang diakui atau disahkan pemerintah dalam skema perhutanan sosial. Kabupaten Murung Raya menjadi kabupaten pertama yang sudah mengeluarkan kebijakan untuk membentuk Panitia Hukum Adat (PHA).
“Kami berharap ini bisa selesai tahun ini untuk melengkapi atau mengisi kekosongan hukum masyasrakat adat sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusional Nomor 35 Tahun 2012 tentang masyarakat adat,” ungkap Ketua Aman Kabupaten Murung Raya Syahrudin saat dihubungi dari Palangkaraya, Kalteng, Rabu (6/2/2019).
Saat ini, lanjut Syahrudin, PHA bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan juga pemerintah, baik eksekutif dan legislatif, sedang membahas peraturan daerah untuk melindungi dan mengakui hak masyarakat adat di Murung Raya.
Seiring adanya peraturan daerah, maka hak-hak masyarakat adat akan terlindungi. Sebab, selama ini banyak konflik lahan terjadi karena pemberian ijin di sektor swasta diberikan di atas wilayah kelola adat.
Syahrudin mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya sudah memetakan lebih kurang 10.000 hektar hutan adat. Namun, pihaknya menargetkan masih akan ada tambahan dengan total target mencapai sekitar 15.000 hektar hutan adat yang akan dipetakan.
“Kami menargetkan semua desa memiliki wilayah adatnya, di sini (Murung Raya) ada 116 desa dari 10 kecamatan. Kami tentunya berupaya untuk bisa memenhi keinginan seluruh masyarakat adat,” ungkap Syahrudin.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Murung Raya yang juga merangkap anggota PHA Kabupaten Murung Raya, Pujo Sarwono, mengungkapkan, saat ini draft rancangan peraturan daerah yang disusun pihaknya dan AMAN sudah diserahkan ke DPRD dan pemerintah kabupaten untuk dibahas bersama. Pihaknya akan terus berkoordinasi, sebagai PHA, kepada pemda dan DPRD Kabupaten Murung Raya.
”Ini sudah kewajiban pemerintah untuk memfasilitasi masyarakat adat. Apalagi kalau bicara hak maka harus dikerjakan dengan baik. Menurut saya semuanya sudah sepakat dan komitmen pemerintah tinggi,” kata Pujo.
Ketua AMAN Provinsi Kalteng Simpun Sampurna mengatakan, komitmen daerah sangat menentukan keberadaan masyarakat hukum adat. Ia berharap daerah lainnya bisa melakukan hal yang sama.
Dari data AMAN Kalteng, sampai tahun 2018, sedikitnya lima komunitas adat sudah memetakan hutan adat mereka dengan total 42.127,119 hektar. Kelimanya ada di Kabupaten Barito Timur, Barito Selatan, Murung Raya, Katingan, dan Kapuas. Jumlah itu merupakan wilayah yang hanya dipetakan oleh Aman, sedangkan di kabupaten lain masih benyak lembaga adat lainnya yang sudah melakukan pemetaan.
“Pembentukan panitia hukum adat di Murung Raya merupakan titik awal komitmen pemerintah, sekarang perda, kami harap ini menjadi inspirasi daerah lainnya. Supaya Kalteng tidak malu dengan daerah lain yang sudah lebih dahulu menetapkan wilayah adatnya,” ungkap Simpun.
Simpun mengungkapkan, dengan disahkannya wilayah kelola adat maka masyarakat adat bisa mengelola wilayahnya tanpa khawatir adanya gangguan atau konflik dengan perusahaan. Selama ini konflik dipicu persoalan tata batas yang tak kunjung selesai dan saling klaim.
“Korbannya pasti masyarakat adat. Perlu diingat masyarakat adat itu lebih dulu ada dibanding negara ini, maka dari itu kewajiban pemerintah melindungi dan mengakuinya,” ungkap Simpun.