Vonis bersalah yang dijatuhkan kepada Bupati Purbalingga (nonaktif) Tasdi menambah panjang deretan kepala daerah yang terbukti korup.
SEMARANG, KOMPAS Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Rabu (6/2/2019), memvonis Bupati Purbalingga (nonaktif) Tasdi bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi. Hakim menjatuhkan sanksi pidana tujuh tahun penjara dan mencabut hak politiknya.
”Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan kurungan tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta. Jika denda tidak dibayar, diganti kurungan empat bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Antonius Widijantono. Tasdi juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni pidana delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan enam bulan. Juga pencabutan hak politik untuk dipilih selama lima tahun.
Dalam pertimbangan yang memberatkan, terdakwa dinilai tak mendukung program pemberantasan korupsi dan mencederai amanah selaku kepala daerah. Hal yang meringankan, terdakwa sopan, kooperatif, serta mengakui dan menyesali perbuatannya. Ia juga punya tanggungan istri dan dua anak.
Tasdi dianggap melanggar Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP serta Pasal 12 Huruf b UU No 20/2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
”Saya akan pikir-pikir,” ujar Tasdi, merespons vonis itu. JPU KPK, Kresno Anto Wibowo, pun mengatakan hal sama.
Dalam persidangan, Tasdi disebutkan telah menerima suap Rp 115 juta dari yang dijanjikan Rp 500 juta untuk proyek Islamic Center di Purbalingga tahap II dengan nilai proyek Rp 22 miliar.
Suap itu merupakan upaya pengaturan lelang yang melibatkan rekanan Hamdani Kosen, Librata Nababan, dan Ardirawinata Nababan.
”Terdakwa telah mengharapkan imbalan berupa uang yang termasuk perbuatan kolusi. Uang itu untuk menggerakkan terdakwa memberikan arahan kepada bawahannya agar Librata Nababan dapat dimenangkan dalam proses lelang proyek Islamic Center tahap II atau lanjutan,” kata hakim dalam pertimbangannya.
Rekanan yang menyuap Tasdi, yakni Hamdani, Librata, dan Ardirawinata, telah dipidana 3,5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Semarang. Sementara Hadi, bawahan Tasdi, dihukum empat tahun penjara.
Gratifikasi pilkada
Dalam kasus gratifikasi, Tasdi menerima sejumlah uang, baik dari kolega, rekanan, maupun anggota DPR. Salah satunya disebut dari Utut Adianto, anggota DPR dari Fraksi PDI-P, sebesar Rp 180 juta untuk membantu pemenangan Pilkada Jateng 2018.
Namun, oleh Tasdi, uang tersebut disimpan di rumah dinas bupati dan tidak dilaporkan ke bendahara partai. Padahal, dari keterangan saksi dan sesuai AD/ART partai, semua penerimaan wajib dicatatkan.
Tasdi, yang merupakan kader PDI-P, terpilih sebagai kepala daerah dalam Pilkada 2015. Ia ditangkap penyidik KPK pada Senin (4/6/2018) karena diduga menerima suap terkait proyek Islamic Center yang nilainya mencapai Rp 77 miliar.
Vonis bagi Tasdi menambah panjang deretan kepala daerah yang terbukti korup. Di Jateng, dalam dua tahun terakhir setidaknya ada tiga kepala daerah yang divonis bersalah atas kasus korupsi, yakni Bupati Klaten (nonaktif) Sri Hartini, Wali Kota Tegal (nonaktif) Siti Masitha, dan Bupati Kebumen (nonaktif) Yahya Fuad. (DIT)