Indonesia Termasuk Negara Berpendapatan Menengah Atas
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kini masuk kategori negara berpendapatan menengah atas setelah tertahan pada kategori berpendapatan menengah bawah. Produk domestik bruto per kapita tahun 2018 mencapai 3.927 dollar AS atau setara dengan Rp 54,89 juta.
Data Badan Pusat Statistik yang dikutip Kompas, Kamis (7/2/2019), produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia naik dalam tiga tahun terakhir. Kenaikan PDB per kapita mulai dari 3.603,6 dollar AS tahun 2016 menjadi 3.876,3 dollar AS tahun 2017, dan akhirnya 3.927 dollar AS tahun 2018.
Merujuk klasifikasi dari Bank Dunia, Indonesia masuk kategori negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income) dengan PDB per kapita pada kisaran 3.896 dollar AS-12.055 dollar AS.
Bank Dunia mengklasifikasikan negara berdasarkan tingkat pendapatan dalam empat kelompok, yaitu negara berpendapatan rendah (low-income) dengan PDP per kapita kurang dari 995 dollar AS, negara berpendapatan menengah bawah (low-middle income) dengan PDB per kapita berkisar 996 dollar AS-3.895 dollar AS.
Selain itu, negara berpendapatan menengah atas, dan terakhir negara berpendatan tinggi (high-income) dengan PDB di atas 12.055 dollar AS. Ketentuan klasifikasi ini hanya berlaku tahun 2018-2019 karena Bank Dunia secara rutin akan mengubahnya.
Bank Dunia menetapkan besaran PDB per kapita untuk kelompok negara berpendapatan menengah atas tahun 2017-2018 berkisar 3.957 dollar AS-12.235 dollar AS, lebih tinggi dari 2018-2019. Kondisi perekonomian global menjadi salah satu pertimbangan Bank Dunia.
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, Indonesia masih harus berupaya keras untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap). Impian untuk menjadi negara maju masih butuh waktu dan proses yang konsisten dan berkelanjutan.
“Negara berpendapatan menengah itu ada yang menengah bawah, menengah saja, menengah atas, baru setelah itu dilihat bisa disebut negara maju atau tidak. Atau banyak negara yang pendapatannya naik, tapi dia tidak maju-maju juga, seperti negara-negara di Amerika Latin,” kata Darmin.
Tantangan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah semakin berat. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan volume perdagangan global pada 2018 dan 2019 masing-masing 4,2 persen dan 4 persen. Padahal, pada 2017, volume perdagangan dunia tumbuh 5,2 persen.
IMF juga mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dari 3,9 persen menjadi 3,7 persen. Langkah yang sama dilakukan Bank Dunia dari 3 persen menjadi 2,9 persen.
Pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju diperkirakan melambat dari 2,2 persen tahun lalu menjadi 2 persen tahun ini. Sementara di negara-negara berkembang ekonomi diperkirakan tumbuh 4,2 persen atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang 4,7 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup solid di tengah ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Ekonomi tahun 2018 tumbuh 5,17 persen yang ditopang konsumsi rumah tangga, investasi, dan konsumsi pemerintah. Namun, faktor pengurang pertumbuhan ekonomi cukup besar karena selisih ekspor-impor negatif 0,99 persen.
Adapun PDB tahun 2018 atas dasar harga berlaku mencapai Rp 14.837,4 triliun yang ditopang industri pengolahan; perdagangan besar dan eceran; pertanian, kehutanan, dan perikanan; konstruksi; serta pertambangan dan penggalian. PDB atas dasar harga berlaku tahun ini juga lebih tinggi dari tahun 2017 dan 2016.