Inventarisasi Industri Kehutanan jadi Dasar Kebijakan
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS –JAKARTA, KOMPAS Hasil inventarisasi pemegang izin kehutanan jadi dasar jenis kayu ulin, kayu besi maluku, dan delapan jenis tanaman hutan lain dikeluarkan dari daftar tanaman dilindungi. Data yang dilaporkan pada tahun 2016-2018 menunjukkan potensi jenis jenis tanaman itu termasuk tinggi.
Sepuluh jenis tanaman itu awalnya masuk saat Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Jenis-jenis tersebut dikeluarkan dari daftar dilindungi dalam Peraturan Menteri LHK 106/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK 20/2018. Peraturan Menteri LHK 20/2018 mengalami perubahan pertama melalui Peraturan Menteri LHK 92/2018.
Jenis-jenis yang dilindungi itu meliputi kayu besi maluku atau merbau (Instsia palembanica), ulin (Eusideroxylon zwageri), kempas kayu raja (Koompassia excels), kempas malaka (Kompassia malacocensis), medang lahu (Beilschmiedia madang), palahlar nusakambangan/keriung (Dipterocarpus littolaris), palahlar mursala (Dipterocarpus cinereus), damar pilau (Agathis borneensis), kokoleceran (Vatica bantamensis), dan upan (Upuna borneensis).
“Perubahan status 10 jenis kayu yang sebelumnya dilindungi (Permen LHK 92/2018) menjadi jenis tidak dilindungi sesuai Permenlhk no.106/2018 tersebut didasari evaluasi data kelimpahan jenis, temuan, dan fakta di lapangan yang menunjukkan 10 jenis kayu tersebut jumlahnya masih melimpah,” kata Djati Witjaksono Hadi, Kepala Biro Humas KLHK, Rabu (6/2/2019) di Jakarta.
Kelimpahan ini didasarkan pada Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) KLHK. Data ini berasal dari hasil inventarisasi lapangan para pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) yang menyusun rencana kerja tahunan (RKT).
Djati mengatakan pengeluaran jenis-jenis dari daftar dilindungi menjadi tidak dilindungi dimungkinkan dalam PP no 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Ini bila populasi jenis tersebut telah mencapai tingkat pertumbuhan tertentu.
Dampak sosial-ekonomi
Selain itu, aspek sosial-ekonomi, diakui Djati, pun menjadi pertimbangan bagi KLHK. Diantaranya jenis-jenis tersebut telah banyak dimanfaatkan masyarakat.Jika tidak ada perubahan status perlindungan 10 jenis pohon komersial tersebut dapat berdampak sosial ekonomi antara lain tidak ada proses produksi kayu sehingga industri perkayuan bakal tutup yang berdampak pada pengangguran, serta tak ada penerimaan dana reboisasi dan provinsi sumber daya hutan mencapai Rp 3 triliun per tahun.
Djati menambahkan, dalam pemanfaatan kayu, tak semua jenis kayu pada blok tebangan dapat ditebang. Pemegang IUPHHK-HA terikat pada batasan diameter pohon yang boleh dipotong. Untuk mengatasi pemotongan berlebih (over cutting), KLHK akan memperketat pelaksanaan SIPUHH. Bila terdapat indikasi pidana, KLHK menjanjikan proses hukum.
“Dengan demikian KLHK senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian melalui sistem pengawasan SIPUUH, serta hasil evaluasi data kelimpahan potensi kayu pada IUPHHK-HA,” kata dia.
Dengan demikian KLHK senantiasa mengedepankan prinsip kehati-hatian melalui sistem pengawasan SIPUUH, serta hasil evaluasi data kelimpahan potensi kayu pada IUPHHK-HA.
Di sisi lain, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK telah menerima surat dari pelaksana tugas Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tertanggal 30 Januari 2019. Sebagai lembaga otoritas keilmuan, LIPI memberi peluang untuk evaluasi status perlindungan jenis-jenis itu jika ada data dan informasi tambahan yang mendukung koreksi atas penetapan status sebelumnya.
Saat dihubungi terkait pengeluaran 10 jenis tanaman hutan dari daftar dilindungi, pakar Dendrologi (Botani Hutan) Institut Pertanian Bogor Iwan Hilwan mengatakan jenis-jenis tumbuhan itu bersifat endemis dan penyebaran amat terbatas. “Seperti halnya palahlar nusakambangan, semestinya dilindungi,” ungkapnya.
Namun ia belum memiliki angka pasti kondisi populasi tumbuhan-tumbuhan tersebut serta belum mengkaji penyebaran dan kondisi populasi tanaman tersebut. Tanaman-tanaman ini secara prinsip sudah bisa dikembangbiakkan dengan teknik konvensional (biji, stek, anakan alami, dan sebagainya) maupun dengan teknik kultur jaringan. Jika ada pihak yang ingin memasukkan 10 jenis tumbuhan itu, dalam daftar dilindungi, perlu data kuat sebagai argumentasi kepada KLHK.