JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong mengatakan, realisasi investasi 2018 turut menyebabkan pertumbuhan ekonomi 2018 di bawah target yang diinginkan.
”Pertumbuhan investasi melambat, dari di atas 10 persen pada 2017 menjadi sedikit di atas 4 persen tahun 2018. Itu tentunya juga salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara total di bawah keinginan kita,” kata Thomas Lembong di Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi pada Januari-Desember 2018 sebesar Rp 721,3 triliun atau naik 4,1 persen dibandingkan periode sama tahun 2017 sebesar Rp 692,8 triliun.
Meski demikian, ia tetap optimistis memandang kinerja investasi pada 2019. Sebab, dari hasil dialog BKPM dengan investor-investor besar sudah terlihat tanda-tanda pembalikan.
”Investor-investor merasa nyaman bahwa badai sudah berlalu. Ada optimisme semakin kuat mengenai pemilu yang aman dan tertib. Selain itu, juga jurus kebijakan pemerintah yang pragmatis dan reformis,” katanya.
Menurut dia, ada tanda-tanda awal investasi akan kembali pulih pada 2019 setelah pelemahan yang cukup signifikan tahun 2018.
”Beberapa bulan ini ada groundbreaking pabrik-pabrik baru yang triliunan hingga puluhan triliun rupiah,” kata Thomas Lembong.
Dia mengatakan, arus modal dalam jumlah besar ke ekonomi digital juga terus mengalir. Itu semua sangat membantu angka realisasi investasi secara total.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pihaknya optimistis investasi akan meningkat pada 2019 dibandingkan tahun 2018. Hal ini karena di triwulan terakhir tahun 2018 ada turbulensi ekonomi dengan fluktuasi mata uang dan perang dagang.
”Orang belum melihat outlook-nya akan seperti apa. Tapi ini sudah menjadi jelas lagi pada 2019 bahwa kondisi tidaklah buruk. Optimisme terbangun,” kata Airlangga.
Melalui kerja sama Kemenperin dengan BKPM, Airlangga menuturkan, proyek-proyek utama seperti di industri petrokimia dan baja mulai lagi masuk ke Indonesia. ”Ada ekspansi-ekspansi yang selama hampir dua dekade ini berhenti sekarang mulai bergerak kembali,” katanya.
Airlangga mencontohkan, Lotte yang telah melaksanakan peletakan batu pertama pembangunan dan akan selesai tahun 2022 untuk menambah 1 juta ton produk plastik dan turunannya. Demikian pula pembangunan kluster industri baja di Cilegon yang ditargetkan mampu memproduksi 10 juta ton pada 2025.
Terkait perang dagang AS dan China, Airlangga mengatakan bahwa faktanya ekspor baja Indonesia ke AS tahun lalu justru naik. Kemenperin mencatat ekspor besi dan baja Indonesia ke AS periode Januari-November 2018 melonjak hingga 87,7 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
”Terkait tekstil, pakaian, dan alas kaki peluang bagi Indonesia juga meningkat karena beberapa pembeli mengatakan akan melakukan ekspansi order ke Indonesia. Berarti akan terjadi ekspansi, akan terjadi relokasi,” kata Airlangga.
Airlangga mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang melunak di China biasanya akan mendorong investor negara tersebut keluar ke negara lain yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut menjadi peluang menarik investasi.
Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Kawasan Ekonomi Kamar Dagang dan Industri Indonesia Sanny Iskandar mengatakan, pencapaian target pertumbuhan pada 2018 bervariasi antara satu industri dan industri lainnya. Pada 2019, kondisi diperkirakan relatif sama dengan tahun lalu.
”Menurut saya, pada 2019 pemerintah tetap harus memasang target yang optimistis. Tinggal bagaimana nanti dunia usaha dan seluruh pemangku kepentingan mendukung,” kata Sanny.