Kandidat Capres Saling Tuduh Libatkan Konsultan Asing
Oleh
Khaerudin
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Di tengah upaya meningkatkan elektabilitas menjelang Pemilihan Presiden 2019, kedua kubu calon presiden saling menuduh dan membantah keterlibatan konsultan asing dalam tim kampanye masing-masing. Taktik ini digunakan untuk membangun citra tidak independen pada kubu lawan politiknya.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik, Rabu (6/2/2019), menyatakan Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo pernah melibatkan ahli survei elektabilitas asal Amerika Serikat Stanley Greenberg pada 2013 ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, Rachland tidak dapat memastikan lawan politiknya itu masih penggunaan jasa konsultan asing menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.
“Saya tidak bilang sekarang. Yang pasti, ada jejak Greenberg dalam karir Pak Jokowi,” kata Rachland melalui pesan tertulis. Sebelumnya, ia menyebarkan tautan artikel yang menjabarkan hasil survei elektabilitas Jokowi sebagai calon presiden pada 2013.
Pada Senin (3/2/2019), di depan sukarelawan Sedulur Kayu dan Mebel di Karanganyar, Jawa Tengah, Presiden Jokowi mengatakan ada pihak yang memakai konsultan asing dan teori propaganda Rusia (Kompas, 6/2/2019). Menurut Rachland, konsultan asing yang dirujuk Jokowi adalah Artem Turkin, sekretaris tiga Kedutaan Besar Rusia yang diundang ke pidato kebangsaan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Menurut Rachland, menyewa konsultan asing sebenarnya sah saja. “Tapi situ (Jokowi) nuduh lawan sewa konsultan asing. Eh, ketahuan justru situ yang sewa,” kata Rachland yang partainya mengusung pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade, menyatakan, pihaknya tidak menggunakan jasa konsultan asing dalam Kampanye 2019. Sebab, BPN tidak memiliki cukup dana. Keadaan ini berbeda dengan Pemilu 2009 ketika Prabowo maju sebagai cawapres bersama Megawati Soekarnoputri.
“Waktu itu memang kami memakai jasa konsultasi Rob Allyn (sineas dan penulis asal AS), termasuk untuk melatih Bu Mega. Sekarang, konsultan kami hanya rakyat,” kata Andre. Ia pun menampik tuduhan penggunaan jasa konsultan serta taktik propaganda Rusia.
Di lain pihak, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding, mengatakan, tidak ada keterlibatan konsultan asing seperti Greenberg dalam kampanye Pemilu 2014 dan 2019. Pada 2014, ia berperan sebagai juru bicara tim kampanye pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Terkait pernyataan Jokowi tentang keterlibatan konsultan Rusia dalam menyusun taktik propaganda pasangan Prabowo-Sandi, Karding menyatakan bahwa Jokowi menduga alih-alih menuduh. Menurut Karding, narasi yang dilontarkan Prabowo selama kampanye mirip dengan Presiden AS Donald Trump menjelang Pemilu 2016 di AS. Trump dituduh terlibat kolusi dengan pemerintah Rusia.
“Pak Jokowi adalah Presiden, masa ngarang? Dasarnya adalah, strategi Pak Prabowo selama ini adalah strategi yang digunakan Trump atas bantuan konsultan dari Rusia, yaitu firehose of falsehood. Narasi-narasi yang digunakan berusaha membangun ketakutan dan pesimisme di masyarakat,” kata Karding.
Selain itu, Karding menilai Prabowo sering melontarkan hoaks tanpa ditopang data yang kuat. Sebaliknya, menurut dia, Jokowi telah menunjukkan beberapa capaian nyata seperti divestasi saham Freeport, penyerahan Blok Mahakam ke Pertamina, serta pelarangan kapal-kapal asing.
Sebelumnya, Juru Bicara TKN Jokowi-Ma’ruf Ace Hasan Syadzily mengatakan, gaya komunikasi Jokowi menjadi lebih terbuka dan menyerang. Hal itu sebagai bentuk klarifikasi kepada publik terkait isu-isu tak benar yang dituduhkan padanya.
Taktik
Peneliti Center for Strategic and International Studies Philip Vermonte mengatakan, isu penggunaan konsultan asing dalam kampanye oleh masing-masing tim kandidat adalah taktik untuk membuat lawan politiknya terkesan tidak independen dan dipengaruhi kepentingan asing. Padahal, penggunaan jasa konsultan, baik asing maupun lokal, merupakan praktk biasa.
“Tidak mungkin di negara sebesar Indonesia, kandidat hanya menggunakan mesin partai. Toh, yang paling menentukan adalah sang kandidat sendiri dengan visi dan misinya,” kata Philip.
Untuk membantu publik menyikapi isu ini, Philip menyarankan agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperdalam aturan mengenai anggota tim kampanye kandidat. Misalnya, konsultan yang dapat bergabung dalam tim kampanye hanyalah konsultan yang tergabung dalam asosiasi tertentu, sebagaimana telah diberlakukan bagi lembaga survei yang berniat memantau Pemilu 2019.
Philip menambahkan, isu konsultan asing sesungguhnya tidak cukup substansial untuk diperdebatkan dalam menentukan pilihan publik menjelang Pilpres 2019. Karena itu, elite politik dan media massa wajib mengedepankan isu-isu lainnya yang lebih mendesak. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)