Kesamaan Latar Belakang Perkuat Hubungan Bilateral
Oleh
·3 menit baca
Untuk memperdalam pengetahuan mengenai hubungan bilateral Indonesia dan Turki, Perhimpunan Pelajar Indonesia di Kota Konya-Turki dan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Turki menyelenggarakan simposium internasional pada 31 Januari 2019, di Selcuk Universitesi, Konya, Turki. Dalam simposium itu hadir tiga pembicara yakni Kuasa Usaha Ad Interim Kedutaan Republik Indonesia untuk Turki R. Hikmat Moejawan, Duta Besar Turki untuk Indonesia Mahmut Erol KIlic, dan Kepala Studi Hubungan Internasional Necmetin Erbakan Univeritesi Murat Cemrek.
Hikmat mengatakan hubungan antara Indonesia dan Turki terjalin baik sejak 1950 bahkan sudah ada forum bilateral diantara kedua negara. Dari forum itu telah dihasilkan 20 dokumen mengenai kerja sama bilateral. Kesepakatan kerja sama ini merupakan salah satu bukti kualitas hubungan yang semakin baik. Bahkan Presiden Indonesia Joko Widodo dan President Turki Recep Tayyip Erdogan juga sudah melakukan kunjungan kenegaraan pada tahun 2015 dan 2017.
Selain itu, ada pula kerja sama investasi untuk Pembangkit Listrik Energi Geotermal di Gunung Gereudong, Aceh, yang mencapai nilai 1 miliar dollar AS. Adapun kerja sama pada bidang pertahanan dan militer, kedua belah pihak telah sepakat meningkatkan kerja sama pertahanan dan keamanan seperti pengembangan tank Kaplan.
Di sektor pendidikan, saat ini terdapat sekitar 1.200 pelajar dan 8.000 mahasiswa yang berada di Turki. Kerja sama antar perguruan tinggi juga sudah terjalin antara Marmara Universitesi di Ankara dengan Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan. Cemrek menilai pendidikan di Turki harus beradaptasi terhadap perubahan dunia.
Bagi Dubes Mahmut, Indonesia memiliki kecakapan dalam merawat kebudayaan. Paham persatuan dalam keberagaman yang dianut bangsa Indonesia merupakan kekuatan besar yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kesamaan latar belakang agama antara Indonesia dan Turki menjadi kekuatan utama bagi kedua negara ini untuk bisa bekerja sama dengan lebih baik lagi.
“Turki dan Indonesia harus mampu menjadi benteng terdepan dalam mengatasi pemahaman radikal yang menyimpang, mengingat kedua negara ini merupakan negara dengan populasi mayoritas muslim terbesar di dunia,” kata Mahmut.
Ketua Panitia Simposium Internasional Adli Hazmi yang juga anggota PPI di Turki mengatakan salah satu hasil simposium itu menyebutkan untuk menjadi bangsa yang besar bukan hanya berkaitan dengan angka-angka yang berkaitan dengan ekonomi tetapi yang paling penting adalah pola pikir masyarakatnya. Terkait dengan pelajar Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Turki, belajar di Turki merupakan kesempatan baik untuk memperluas pandangan mengenai dunia dan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap keadaan di sekitarnya.
Simposium ini dihadiri oleh 200 pelajar Indonesia dan pelajar dari berbagai negara. Selain itu juga hadir Konsul Jenderal Indonesia untuk Turki Herry Sudrajat, Pensosbud Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Turki Iwan Wijaya Mulyanto, General Manager Koski, Ercan Uslu, perwakilan department hubungan internasional pemerintah kota Konya Selim Yucel Gulec, Yurtdisi Turkler Baskanligi Servet Turan, Atase Kepolisian Indonesia di Turki Kombes Pol. Oktavianus Marthin, Atase Pertahanan Indonesia di Turki Kol. Inf. Sjaiful Thalib, KBRI Fungsi Politik 3 Nur Hidayat dan Wakil Rektor Selcuk Universitesi Ahmet Kagan Karabulut. (*/LUK)