Literasi Pejalan Kaki Dibutuhkan Lewat Rambu Petunjuk
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Untuk mendukung integrasi antarmoda transportasi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat pemerintah menata alur lintasan pejalan kaki. Namun, sejumlah pejalan kaki masih kebingungan lantaran tidak tersedianya rambu-rambu penunjuk jalan sebagai sarana literasi dalam menerapkan alur lintasan yang baru.
Sejak Kamis (7/2/2019), pejalan kaki dilarang melintas di trotoar Jalan Jatibaru Raya yang bersisian dengan Stasiun Tanah Abang. Sebelumnya, pejalan kaki yang hendak ke kawasan Pasar Tanah Abang dapat langsung turun melalui tangga di samping pintu Stasiun Tanah Abang di sisi Jalan Jatibaru Raya, begitu pula sebaliknya.
Kini, tangga tersebut menjadi akses bagi pejalan kaki yang hendak menggunakan Transjakarta dan angkutan kota (angkot) yang terintegrasi dengan Jak Lingko. Jika ingin ke kawasan Pasar Tanah Abang, pejalan kaki mesti melalui Jembatan Penyeberangan Multiguna (JPM).
Berdasarkan pantauan, Kamis, rambu-rambu petunjuk bagi pejalan kaki yang hendak menuju Stasiun Tanah Abang di area JPM sudah terpasang. Rambu berupa papan yang bertuliskan sejumlah titik kawasan Pasar Tanah Abang, halte, dan stasiun beserta dengan tanda panahnya.
Akan tetapi, rambu petunjuk jalan serupa tidak ada di area Stasiun Tanah Abang. Di dalam area stasiun, hanya ada dua spanduk pemberitahuan tentang perubahan alur pejalan kaki, tanpa penunjuk arah.
Kedua spanduk itu dipasang di dinding stasiun dekat pintu di sisi Jalan Jatibaru Raya dan yang mengarah ke Jalan Jatibaru Bengkel. Ada satu penunjuk arah ke kawasan Pasar Tanah Abang di area tap in dekat pintu di sisi Jalan Jatibaru Raya.
A Mursyid (40), penumpang kereta rangkaian listrik (KRL) yang berasal dari Depok, tampak naik-turun di tangga sebelah pintu Stasiun Tanah Abang sisi Jalan Jatibaru Raya. "Saya mendukung penataan alur pejalan kaki di kawasan Tanah Abang ini agar lebih tertib. Namun, saya masih bingung karena tidak ada pemberitahuannya," ujarnya saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta, Kamis.
Kebingungan juga dirasakan oleh Nana (25), penumpang KRL lainnya. Dia mengatakan, biasanya bisa langsung turun melalui tangga menuju Jalan Jatibaru Raya dari pintu Stasiun Tanah Abang.
Padahal sebelumnya, Walikota Jakarta Pusat Bayu Megantara mengharapkan pejalan kaki yang berasal dari Stasiun Tanah Abang sudah mengetahui dan memahami rute yang hendak dituju beserta moda transportasi lanjutan yang dipilih. Jika ingin menuju kawasan Pasar Tanah Abang atau naik Bus Transjakarta dan angkutan kota dalam jaringan Jak Lingko, penumpang kereta keluar lewat pintu di sisi Jalan Jatibaru Raya. Apabila ingin naik transportasi dalam jaringan (daring), penumpang keluar lewat pintu di sisi Jalan Jatibaru Bengkel.
Sayangnya, berdasarkan pantauan, papan informasi dan penunjuk arah tidak ada di peron stasiun sama sekali. Keterangan dan informasi akses pintu keluar menuju kawasan Pasar Tanah Abang maupun halte moda transportasi lainnya juga tidak ada.
Adapun penumpang KRL yang turun di Stasiun Tanah Abang mesti menaiki tangga dari peron sebagai akses menuju pintu keluar. Artinya, ada dua tangga yang berada di peron dengan jarak antartangga berkisar 90 - 100 meter.
Sarana literasi
Dosen bidang Kebijakan dan Manajemen Transportasi Perkotaan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung (ITB) Puspita Dirgahayani berpendapat, keberadaan rambu dan petunjuk arah merupakan sarana literasi dalam membiasakan pejalan kaki melintas di kawasan integrasi antarmoda transportasi. "Keberadaan rambu dan penunjuk jalan penting bagi pejalan kaki untuk menemukan akses atau lintasan (wayfinding)," ujarnya saat dihubungi secara terpisah.
Keberadaan rambu dan penunjuk jalan, menurut Puspita, dapat meningkatkan kenyamanan pejalan kaki. Penunjuk jalan dan rambu pun dapat menghindarkan pejalan kaki dari kelelahan akibat mondar-mandir dan tersesat.
Vice President Komunikasi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Eva Chairunisa mengatakan, pemasangan rambu dan penunjuk arah di dalam Stasiun Tanah Abang merupakan tugas dan tanggung jawab perusahaannya. "Kami akan bekerja sama dengan pemerintah provinsi untuk menambah rambu-rambu dan penunjuk jalan," ucapnya.
Evaluasi
Pada hari pertama sterilisasi trotoar ini, sejumlah pelanggaran masih terlihat. Berdasarkan pantauan, ada dua wanita yang menerobos batas halte Jak Lingko lalu berjalan di pinggir Jalan Jatibaru Raya. Petugas yang berjaga di sana tampak tidak menegurnya.
Kedua wanita itu menerobos dalam waktu yang berbeda. Namun, dalih mereka ke petugas sama, yakni tidak memiliki kartu Jak Lingko dan ingin naik angkot. Setelah petugas membuka akses mereka, mereka tidak naik angkot tetapi justru keluar halte dan berjalan di pinggir jalan.
Saat mengecek lokasi, Camat Tanah Abang Dedi Arif Harsono mengatakan, sepanjang tujuh hari ke depan masih berada dalam masa adaptasi sehingga masih banyak pejalan kaki yang salah mengambil jalan. Dia juga akan mengoptimalkan sosialisasi melalui pertemuan-pertemuan tatap muka dengan warga Tanah Abang untuk mengoptimalkan kebijakan ini.
"Kami harap, pemanfaatan JPM untuk pejalan kaki lebih maksimal serta integrasi antarmoda transportasi di kawasan Tanah Abang lebih optimal," ujarya. Selain itu, tangga dari stasiun menuju halte masih belum ramah difabel dan lanjut usia. Belum ada eskalator dan elevator secara fisik sebagai akses.
Karena itu, Puspita berpendapat, jika kebijakan sterilisasi trotoar untuk mendukung integrasi antarmoda transportasi bersifat permanen, fasilitas fisik mesti menjadi perhatian. Prinsip inklusif harus diwujudkan dengan memfasilitasi pejalan kaki penyandang disabilitas dan lanjut usia.