Kawasan Hutan Rarung di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dikembangkan menjadi pusat pengembangan bambu tabah (Gigantocloa niglociliata). Pengembangan ini memperkaya jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) di sana, sekaligus meningkatkan ekonomi petani pengelola yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
Produk makanan olah berbahan baku rebung bambu tabah dari kalangan ibu rumah tangga kawasan Hutan Rarung, Desa Pemepek, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.MATARAM, KOMPAS-Kawasan Hutan Rarung di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, dikembangkan menjadi pusat pengembangan bambu tabah (Gigantocloa niglociliata). Pengembangan ini memperkaya jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) di sana, sekaligus meningkatkan ekonomi petani pengelola yang tinggal di sekitar kawasan hutan.
“Di sini sudah tanaman durian, vanili, coklat, madu dan lainnya, sekarang ditambah penanaman bambu tabah, sehingga semakin memperkaya populasi jenis HHBK dengan model agroforestry. Dengan populasi yang ada saat ini kami mendesain kawasan ini sebagai obyek wisata,” ujar Bintarto Wahyu Wardono, Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK, Kamis (7/2/2019) saat panen bambu tabah di Kawasan Hutan Rarung, Desa Pemepek, Lombok Tengah.
Bintarto menyatakan, penanaman bambu tabah di kawasan hutan seluas 325 ha itu memperkaya jenis HHBK, sekaligus menjadi penghasilan alternatif bagi petani pengelola. Langkah ini sejalan dengan kebijakan Pemprov NTB yang menjadikan bambu sebagai salah satu tanaman HHBK.
Selain memiliki nilai ekonomis, pengembangan bambu tabah juga berfungsi konservasi karena akar-akarnya memperkuat ikatan tanah dari erosi dan menjadi sumber penyimpan air. Untuk itu, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK mendorong pihak swasta agar mendukung pengembangan populasi bambu tabah.
Menurut Puji, dari Yayasan Kehati, tahun 2015-2016 sekitar 2500 bambu tabah telah ditanam di kawasan tersebut sebagai uji coba, sekaligus penanaman di lahan garapan petani di wilayah Kawasan Hutan Rarung. Hasilnya, di musim hujan 2019, bambu-bambu itu bisa dipanen rebungnya.
Tahun 2018, Yayasan Kehati, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK, Pusat Penelitian Pengembangan Bambu Universitas Udayana Bali, PT CIMB Niaga, dan Kelompok Tani Patuh Angen, sepakat menanam 3700 bambu tabah di areal hutan dengan sistem agroforestry di lahan seluas 7 ha.
Hasil penanaman bambu tabah tahun 2016 di NTB sangat subur dan sudah menghasilkan. Hasilnya juga bisa menjadi tambahan pendapatan bagi kelompok tani.
“Selain dukungan bibit, kami juga memberikan peningkatan kapasitas masyarakat berupa pelatihan budidaya dan pengolahan pasca panen sampai pengemasan,” kata Susy Hermanses, Commmunity Development Bank CIMB Niaga.
Diah Kencana, Pengajar dan Ahli Bambu Tabah dari Universitas Udayana, mengatakan, bambu tabah merupakan jenis bambu yang memiliki potensi dan prospek nilai ekonomi. "Bambu ini dapat dipanen secara terus menerus sampai 100 tahun,” ujarnya.
Kesediaan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi HHBK membudiyakan bambu tabah, menurut dia, mendukung upaya pelestarian plasma nutfah bambu di Indonesia. Dari 1.600 jenis bambu di dunia, sebanyak 160 jenis ada di Indonesia yang tidak sedikit di antaranta sudah terancam punah. Padahal, bambu mempunyai banyak manfaat baik manfaat ekologi, sosial, budaya dan ekonomi.
Dari sisi ekologi, tanaman ini menjadi pilihan untuk konservasi lahan, mampu untuk menyimpan air, menyerap karbondioksida, dan menahan longsor, sehingga baik untuk ditanam di lahan kritis. Dari sisi budaya, masyarakat Indonesia tak pernah lepas dari bambu mulai lahir sampai akhir hayat.
Produk olahan
Bambu juga dapat diolah menjadi ragam olahan baik seni, alat rumah tangga, bangunan, dan pangan yang dapat meningkatkan ekonomi. Bambu tabah yang dipanen rebungnya itu dijadikan makanan olahan. Potensi pasar dari bambu tabah ini meliputi psar domestik seperti Bali, serta pasar ekspor seperti negara Korea, Jepang, dan Cina.
Nurilam (60), anggota Kelompok Tani Pade Angen, mengatakan, mengolah rebung bambu tabah relatif mudah. Rebung bambu tabah direbus selama 20 menit, lalu dibungkus dalam kemasan tertentu dan disimpan dalam kulkas yang tahan simpan selama setahun. Berbeda dengan rebung biasa hanya tahan disimpan dua hari.
Pucuk rebung tabah dalam kemasan 200 gram dijual Rp 10.000, sedangkan rebung yang dicacah dijual Rp 8.000 per 200 gram. “Karena baru tahap awal, penjualan produk rebung olahan ini masih di tingkat lokal pasar desa,” kata Sukri, Ketua Kelompok Tani Pade Angen.