JAKARTA, KOMPAS--Penjualan komoditas bandeng beku terus merosot, baik di pasar lokal maupun ekspor. Menghapi kondisi itu, pelaku usaha bandeng didorong menyesuaikan panen dengan tren permintaan pasar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Bandeng Indonesia Mumfaizin Faiz, menyampaikan, penurunan penjualan bandeng berlangsung sejak pertengahan 2018. Ia mencontohkan, usaha penjualan bandeng beku miliknya, yang biasanya 30 ton per hari, turun menjadi 15 ton per hari.
“Di gudang kami, penyimpanan bandeng beku saat ini berlimpah, hampir 700 ton. Kondisi ini jauh dari kondisi normal, yaitu 300-400 ton,” kata Faiz, saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Harga bandeng beku sepanjang 2018 lebih tinggi dari harga pada 2017. Tahun lalu, harga bandeng beku berkisar Rp 18.000-Rp 24.000 per kilogram (kg) berdasarkan ukuran, sedangkan pada 2017 berkisar Rp 17.000-Rp 23.000 per kg. Memasuki tahun 2019, harga bandeng cenderung sama dengan tahun lalu.
Faiz menduga, musim hujan di awal tahun membuat petambak bandeng di pantai utara Jawa memanen bandeng lebih awal karena khawatir tambak kebanjiran. Banyak bandeng segar dengan ukuran lebih kecil dan harga lebih murah dilepas ke pasaran. Akibatnya, penyerapan bandeng beku berkurang.
Di sisi lain, penurunan penjualan bandeng beku dipicu pergeseran permintaan pasar. Ada kecenderungan pasar lokal mencari bandeng berukuran lebih kecil, dari yang biasanya 3-4 ekor per kg menjadi 5-8 ekor per kg. Komoditas bandeng ukuran besar, yakni 1-3 ekor per kg, tidak banyak terserap.
“Permintaan bandeng ukuran kecil meningkat. Pasar ekspor juga banyak mencari bandeng ukuran kecil dan kita belum bisa memenuhi. Kami akan mendorong petambak agar panen mengikuti tren permintaan pasar,” ujarnya.
Saat ini, sebagian besar produksi bandeng dipasok untuk kebutuhan dalam negeri. Penjualan bandeng beku dalam negeri 5.000-6.000 ton per bulan untuk konsumsi.
Umpan
Sementara, ekspor bandeng beku rata-rata 1.500 ton per bulan. Pasar internasional saat ini banyak meminta ukuran 7-10 ekor per kg untuk umpan tuna, sedangkan untuk konsumsi rata-rata berukuran 2-3 ekor per kg.
Ekspor bandeng konsumsi antara lain ke Korea, Timur Tengah, dan Uni Eropa. Adapun untuk kebutuhan umpan antara lain ke Taiwan, China, Korea, Palau, dan Suriname.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, mengemukakan, bandeng sudah masuk kategori komoditas ketahanan pangan sehingga produksinya terus ditingkatkan.
Pada 2017, produksi bandeng 636.825 ton, sedangkan pada 2018 mencapai 778.502 ton. Tahun ini, produksi bandeng ditargetkan 800.000 ton.
Sejalan dengan peningkatan konsumi ikan nasional, KKP optimistis pasar bandeng dalam negeri akan meningkat. Sebagian produk bandeng juga telah mengisi pasar ekspor, baik berupa bandeng beku maupun olahan.
“Harapannya, pasar ekspor bandeng bisa diperluas, sehingga dengan sendirinya mendorong produksi pembudidaya,” kata Slamet.
Luas tambak bandeng saat ini sekitar 660.000 hektar, yang 70 persen di antaranya menghasilkan produk campuran bandeng, rumput laut, dan udang windu. Tambak bandeng tersebar antara lain di pantai utara Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan Timur. (LKT)