PALEMBANG,KOMPAS—Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas I Palembang memvonis mati sembilan terdakwa pengedar narkoba jaringan antarpulau, Kamis (7/2/2019). Kesembilannya terbukti terlibat dalam pengedaran narkoba di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
Hakim menyatakan mereka terbukti melanggar pasal 114 ayat 2 junto pasal 132 ayat 1 Undang –Undang 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Vonis ini lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni hukuman seumur hidup.
Kesembilan terdakwa masuk persidangan secara bergantian sejak pukul 15.30 hingga 21.00. Sidang putusan dibacakan secara bergantian oleh empat orang hakim yakni Efrata Tarigan, Achmad Syarifudin, Achmad Suhel, dan Yunus Sesa.
Kesembilan terdakwa yang divonis mati adalah Muhammad Nazwar Syamsu alias Letto (25) yang menjadi koordinator peredaran narkoba, Trinil Sirna Prahara (21), Shabda Sederdian (33), Chandra Susanto (25), Hasanuddin (38), Andik Hermanto (24), Frandika Zulkifly (22), dan Faiz Rahmana Putra (23), dan Ony Kurniawan (23).
Berdasarkan fakta persidangan, sindikat itu telah berhasil mengedarkan sabu lebih dari 80 kilogram, sejak 12 Maret 2018 hingga 12 April 2018. Sabu tersebut di sebarkan ke sejumlah kota seperti Palembang, Bandar Lampung, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Banjarmasin. Pengiriman berpusat di Palembang dan dikirimkan ke kota lain melalui darat dan udara.
Sindikat itu telah berhasil mengedarkan sabu lebih dari 80 kilogram, sejak 12 Maret 2018 hingga 12 April 2018.
Majelis hakim menyampaikan peredaran sabu ke Jawa dimulai dari Palembang menuju ke Bandar Lampung menggunakan kereta api. Selanjutnya, dibawa ke Bandung untuk dikirimkan ke beberapa kota di Jawa menggunakan truk. Sabu yang dikirim ke Bandung dari Bandar Lampung mencapai 80 kg, ditutupi dengan ampas singkong seberat 10 ton.
Untuk pengiriman ke Banjarmasin, terdakwa menggunakan pesawat terbang melalui Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, transit di Bandara Soekarno Hatta Jakarta kemudian diterbangkan ke Banjarmasin. Untuk mengelabui petugas, sindikat ini mengemas sabu dan ekstasi dengan beberapa cara termasuk dengan menggunakan bungkus kopi yang ditaburi dengan bubuk kopi.
Namun, saat hendak mengirimkan narkoba ke Banjarmasin pada 22 Maret 2018 lalu, petugas keamanan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang mendeteksi adanya barang kiriman narkoba tersebut. Pelaku mengirimkan sabu dalam kotak oleh-oleh pempek. Di dalamnya terdeteksi sabu sebesar 3,05 kilogram dan ekstasi sebanyak 4.950 butir yang kemudian disita petugas.
Seluruh proses pengiriman itu dikoordinir oleh Letto. Semua kurir yang diajak kerjasama diberi upah sekitar Rp 15- Rp 20 juta per kg sabu yang berhasil mereka kirimkan.
Atas temuan itu Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumsel bekerjasama dengan Polda Jawa Timur melakukan penelusuran. Lalu ditemukan lima kilogram sabu di Surabaya. Dari sana ditangkap beberapa tersangka. Adapun otak jaringan ini yang dipanggil Bang Kumis masih masuk dalam daftar pencarian orang.
Atas vonis ini, penasehat hukum kesembilan terdakwa, Rusmini mengatakan semua terdakwa menyatakan banding. Menurutnya, hakim tidak mempertimbangkan sejumlah fakta persidangan yang meringankan terdakwa yakni terdakwa merasa terjebak dalam sindikat ini.
Beberapa terdakwa terpaksa melakukan hal ini karena terlilit permasalahan ekonomi. “Beberapa diantara mereka bekerja sebagai buruh dan karyawan bengkel,” kata Rusmini. Mereka berasal dari daerah berbeda di Jawa Timur.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumsel Komisaris Besar Farman mengapresiasi vonis itu. Jaringan itu merupakan jaringan besar.
Berdasarkan penyelidikan polisi, sejak Januari 2018 hingga penangkapan mereka pada Mei 2018 sudah ada 300 kg sabu yang diedarkan oleh jaringan ini. Bahkan Letto saat masih di penjara sempat mengendalikan peredaran narkoba. “Kami juga menangkap pengedar satu kilogram sabu baru-baru ini. Diduga tersangka merupakan kaki tangan Letto,” katanya.
Humas Pengadilan Negeri Klas I Palembang Saiman mengatakan vonis mati dijatuhkan sebagai edukasi kepada calon pelaku jaringan narkotika agar tidak melakukan tindakan serupa. Hal ini juga untuk memutus jaringan narkotika yang lain. “Ini merupakan jaringan yang besar tentu harus segera diberantas untuk menyelamatkan generasi bangsa,” ucap Saiman.