Suplai Air Baku Jakarta Bisa dari 13 Sungai
JAKARTA, KOMPAS - Perbaikan kualitas air baku di Saluran Tarum Barat atau Kali Malang sangat dibutuhkan untuk menjamin penyediaan air bersih bagi warga Jakarta. Salah satunya dengan melindungi alirannya dari pencemaran.
Selain itu, dengan mengembangkan instalasi pengolahan limbah di Ibu Kota, kualitas 13 sungai di DKI diyakini bakal membaik dan dapat menambah suplai air baku.
Kepala Bidang Pengendalian Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup DKI, Andono Warih, menyampaikan, Pemprov DKI sudah mengeluarkan peraturan agar masyarakat ikut mengelola limbah domestik, sehingga pencemaran di sungai bisa dikendalikan. Aliran airnya dapat digunakan sebagai air baku. “Kami berencana membangun (instalasi pengolahan) air limbah per zona. Salah satunya Waduk Setia Budi itu untuk menampung limbah,” jelasnya.
Menurut Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI, Teguh Hendarwan, pilot project pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal dilakukan di Kali Sentiong. "Ke depan di 13 kali sungai juga akan kita bangun seperti itu, termasuk kawasan-kawasan padat," katanya.
Di tahun 2019, rencananya di sepanjang Kali Sentiong bakal ada 10 titik pembangunan IPAL komunal. Tepatnya di Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat dan di Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara. Saat ini masih proses lelang.
"Jadi itu pelaksananya akan dikerjakan langsung oleh PD PAL Jaya. Jadi pelaksana kegiatan itu PD PAL Jaya. Jadi akan ada 10 titik terkait lokasi di Kali Sentiong itu untuk pembangunan instalasi pengolahan air limbah," kata Teguh.
Dengan IPAL, kata Teguh, ketika limbah masuk ke kali, tidak ada kejadian seperti busa berlebih yang masuk ke Kali Sentiong, juga kotoran limbah dari rumah tangga. "Nanti jadi yang masuk ke Sentiong itu airnya air bersih, air yang jernih," kata Teguh.
Kepala Laboratorium PAM Jaya, Nita Yunita mengakui, 13 sungai yang ada di Jakarta berpotensi diandalkan sebagai penyuplai air baku. Namun kontinuitas suplai air baku dari 13 sungai itu juga penting diperhatikan. “Butuh komitmen dan kesadaran setiap orang untuk menjaga kebersihannya (13 sungai),” kata Nita.
Penggunaan siphon atau terowongan air pada 2015 terbukti mampu mengendalikan buruknya kualitas air baku di Saluran Tarum Barat atau Kali Malang. Siphon yang memisahkan aliran Kalimalang dari Kali Bekasi yang tercemar, itu dapat mengurangi kekeruhan air baku.
Sementara untuk menjaga kualitas air baku di Tarum Barat atau Kali Malang, pembangunan siphon atau terowongan air yang memisahkan aliran kali terbukti mengendalikan buruknya kualitas air baku. Siphon yang memisahkan aliran Kali Malang dari Kali Bekasi yang tercemar, dapat mengurangi kekeruhan air baku.
Sebelumnya, pada 2015, tingkat kekeruhannya sangat tinggi, 12.000 nephelometric turbidity unit (NTU) hingga 20.000 NTU. Dampaknya, kapasitas produksi pengolahan air PT Aetra dan PT Palyja selaku mitra swasta Perusahaan Air Minum Jaya (PAM Jaya), itu berkurang hingga 20 persen. Namun setelah menggunakan siphon, kekeruhan air baku menjadi rata-rata 200 NTU, dan pengolahan air berjalan maksimal.
Selain Kali Bekasi, ada dua sungai lagi yang berpotongan dengan Kali Malang, yaitu Kali Cibeet dan Kali Cikarang. Kali Cibeet sudah lama dibuat siphon sehingga alirannya tak bercampur dengan Kali Malang. Tinggal Kali Cikarang yang aliran airnya masih bercampur dengan Kali Malang.
Baca juga : Air Baku Tarum Barat Kian Tercemar
Hingga saat ini, berdasarkan hasil pengujian sampel air Kali Malang oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI, pencemaran koli tinja di Kali Malang dari 2012 hingga 2018 masih cukup tinggi, berkisar ribuan hingga ratusan ribu koli tinja per 100 mili liter. Sementara sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, konsentrasi koli tinja pada air baku semestinya tak lebih dari 100 koli tinja/100 ml.
Pada 2012, diperoleh sampel dengan konsentrasi 333.250 koli tinja/100 ml, pada 2013 diperoleh sampel dengan 112.800 koli tinja/100 ml. Hingga pada 2018, dua kali pengambilan sampel dilakukan, diperoleh konsentrasi 390.000 koli tinja/100 ml, dan 1 juta koli tinja/100 ml.
Manajer Penelitian dan Pengembangan Perum Jasa Tirta II, Hendra Rachtono, pada pertengahan Januari kemarin, mengatakan, kemungkinan aliran Kali Cikarang berkontribusi terhadap pencemaran koli tinja di Kali Malang. Pemerintah pusat, lanjutnya sudah mewacanakan untuk membuat siphon di Kali Cikarang.
“Hanya di lapangan (di lokasi pertemuan Kali Malang dan Kali Cikarang) ditemukan kendala untuk pembangunan siphon itu. Ada banyak utilitas dan sulit dirapikan,” jelas Hendra.
Upaya pemerintah pusat untuk menjaga kualitas air baku lewat pembangunan fisik telah diupayakan dengan membangun pagar tembok di beberapa ruas bantaran Kali Malang. Tujuannya agar warga sekitar tak mudah menjangkau aliran Kali Malang, termasuk untuk mandi, cuci, dan kakus.
Pagar tembok memang dapat menghalau warga dan tak ditemukan MCK di bantarannya, seperti ditemukan di daerah Kabupaten Bekasi. Namun, masalahnya, warga tetap menjadikan aliran Kali Malang sebagai tempat pembuangan sampah dengan cara melemparkan sampah mereka dari atas pagar tembok itu.
Direktur Amrta Institute, Nila Ardhianie, yang ikut terlibat sebagai anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum DKI, ini menyampaikan, upaya maksimal untuk melindungi air baku itu dari pencemaran limbah domestik itu adalah dengan membuat saluran itu menjadi tertutup.
"Setahu saya pemerintah pusat dan DKI berencana membuat saluran Kali Malang itu menjadi saluran tertutup. Hanya sampai sekarang belum juga terealisasi. Semestinya rencana itu dapat segera direalisasikan karena wilayah Jakarta sangat bergantung pada air baku dari Kali Malang,"jelasnya.
Baca juga : Kali Malang Terjerat Limbah Domestik
Saat dikonfirmasi, Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hari Suprayogi mengaku, pemerintah pusat telah berupaya menjaga aliran Kali Malang dari jangkauan warga dengan membangun pagar tembok, tetapi lama-kelamaan pagar itu banyak yang rusak.
Namun, lanjutnya, pemerintah belum punya rencana untuk menjadikan Kali Malang sebagai saluran tertutup. “Kami belum ada rencana untuk membuat (Kali Malang) tertutup, jadi masih terbuka,” ucapnya.
Warga tetap menjadikan aliran Kali Malang sebagai tempat pembuangan sampah dengan cara melemparkan sampah mereka dari atas pagar tembok itu.
Direktur Utama PAM Jaya Priyatno Bambang Hernowo menyampaikan, ancaman pencemaran di Kali Malang bisa saja terus bertambah di kemudian hari, dan berpotensi menjadi masalah. Kebutuhan pasokan air baku untuk Jakarta perhari mencapai 37.000 liter perdetik. Sementara suplai yang ada sekarang 20.000 liter perdetik. Pasokan air baku dan curah untuk Jakarta masih membutuhkan 17.000 liter perdetik.
Untuk memenuhi kekurangan itu, menurut Hernowo, pemerintah pusat sudah menyiapkan instalasi pengolahan air bersih di Bekasi yang dapat memasok air curah 4.000 liter perdetik ke Jakarta, dan 1.000 liter perdetik untuk Bekasi. Selain itu, pemerintah pusat juga sedang membangun Bendungan Karian di Banten yang rencananya dapat menyuplai air curah ke Jakarta sebanyak 4.200 liter perdetik.
Namun sejauh ini, lanjutnya, PT Aetra dan PT Palyja mampu mengolah air baku yang ada. PT Palyja, contohnya, juga menggunakan air baku dari aliran sungai yang ada di Jakarta, seperti Kali Krukut sebanyak 400 liter perdetik, Cengkareng Drain sebanyak 150 liter perdetik, dan Kanal Barat sebanyak 600-700 liter perdetik.
Baca juga : Air Baku Buruk Bebani Produksi
Hanya memang pengolahan air dari ketiga sungai dan saluran itu dilakukan dua kali proses karena kondisinya sangat keruh. “Jadi, kalau kami sih masih bisa mengolah,” ucapnya.