Masalah kesehatan yang mendera keluarga pasangan Idrus dan Elawati berujung pada Elawati yang memilih bunuh diri. Program dasawiswa pemerintah untuk atasi isu sosial pun dievaluasi agar kasus ini tidak berulang.
BOGOR, KOMPAS — Elawati (48) mengakhiri hidupnya di kamar tidur di rumahnya yang amat sederhana, Kamis (7/2/2019) pagi. Elawati diduga frustrasi karena suami dan anak-anaknya terus didera sakit. Wali Kota Bogor Bima Arya pun akan mengevaluasi kerja aparat wilayah dalam menjalankan program dasawisma.
Idrus Lubis (60), suami Elawati, Kamis, mengatakan, ia menemukan jasad istrinya tergantung di atas tempat tidur mereka.
Sambil mengusap-usap kepala jasad istrinya, Idrus mengungkapkan kesedihannya atas kepergian sang istri. ”Kamu begini pasti karena kecapaian mengurus saya, ibu, dan anak-anak yang sakit. Kenapa kamu tinggalkan saya begini,” katanya.
Jasad Elawati disemayamkan di gedung madrasah tidak jauh dari rumah Idrus di RT 002 RW 006 Kelurahan Caringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Warga dan keluarga membawa jasad Elawati ke sana karena rumah korban sangat sempit walaupun dua lantai.
Idrus tinggal di rumah itu bersama ibunya yang berusia 80 tahun dan empat anaknya. Satu anaknya, anak pertama, sudah menikah dan tinggal di Cibinong. Idrus sebelum kena stroke kerja serabutan, termasuk menjadi juru parkir di Pasar Mawar.
Kawasan permukiman itu dikenal sebagai ”Hawai”. Kawasan ini sangat padat dengan rumah-rumah kecil/petak yang juga banyak penghuni, kata Wahidin (54), tetangga Idrus, yang turut menurunkan jasad Elawati dari jeratan tali.
”Dari tujuh orang, yang sehat hanya istri saya. Ibu saya sudah tua, sakit-sakitan. Saya sudah empat bulan kena stroke. Empat anak saya juga sakit menahun semua. Malah berobatnya jauh, harus ke rumah sakit di Cibinong. Dirujuknya ke sana,” kata Idrus.
Menurut dia, Wali Kota bertandang ke rumahnya setelah mendengar perihal Elawati yang mengakhiri hidupnya sendiri. Bima memerintahkan anak buahnya untuk mengurus keluarga Idrus, terutama soal pengobatan mereka. Mereka diusahakan agar bisa berobat di RS yang dekat dengan tempat tinggal mereka.
”Saya jarang berobat karena ongkosnya mahal,” kata Idrus.
Ia menambahkan, penyakit yang diidap empat anaknya ini sudah tahunan. Dua anak laki-lakinya mengidap penyakit paru-paru seperti dirinya. Satu anak laki-lakinya sering berhalusinasi dan diduga skizofrenia. Adapun anak bungsunya, satu-satunya perempuan, mengalami down syndrome. Kelima anak itu hasil pernikahan Idris dengan istri terdahulu dan dengan Elawati.
”Yang sering berhalusinasi sudah dua tahunan ini. Yang bungsu usianya sudah 16 tahun, tetapi sampai saat ini tidak bisa ngomong. Ia yang selalu bersama almarhum. Almarhum ini istri kedua saya. Istri pertama saya sudah lama meninggal. Rasanya saya tidak kuat lagi, apa saya masih kuat hidup,” tutur Idrus lagi.
Idrus menyibak kerudung putih yang menutup wajah jasad istrinya. Ia lalu mengusap-usap wajah istrinya. Anak pertamanya menghampiri dan merangkul Idris seraya mengingatkan bahwa ibunya kini sudah tenang dan mereka harus ikhlas.
Anak pertama Idrus itu sudah memberi seorang cucu. Ia dan istrinya yang sibuk mengurus keperluan merawat jenazah ibunya serta pemakamannya, juga menghibur adik-adiknya yang murung dan shocked. Kedua mertuanya terlihat menghibur ayahnya.
Imas (54), tetangga yang juga keluarga korban, mengatakan pagi hari masih melihat Elawati membuang sampah.
Dasawisma
Bima Arya yang tengah menghadiri rapat koordinasi Sekolah Ibu tahun 2019 melayat ke rumah keluarga Idrus. Kebetulan rumah keluarga Idrus tidak jauh dari lokasi rapat. Gang masuk ke rumah korban berada di seberang kantor di mana acara berlangsung.
Seusai melayat, Bima kembali lagi ke rapat koordinasi Sekolah Ibu untuk berkabar kepada semua peserta rapat mengenai kisah tragis Elawati.
Bima mengingatkan sesama warga dan jajaran di pemerintahan untuk peka pada masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Mereka diminta untuk tidak malas turun menemui masyarakat, harus peka pada kondisi masyarakat dan warganya.
”Kita harus peka dan tahu kalau ada keluarga-keluarga yang begini di wilayah kita. Kita bisa intervensi, bisa antisipasi dari awal,” ucapnya.
Bima kepada wartawan mengatakan akan mengevaluasi pelaksanaan program pemantauan kesehatan masyarakat dan dasawisma aparat-aparat di wilayah.
”Kita, kan, juga punya program kader kesehatan mengantar warga berobat, program dokter puskesmas mengunjungi rumah warga. Kalau ada kejadian begini, berarti informasinya tidak sampai kepada mereka. Bagaimana ini kerja RT, RW, lurah setempat,” katanya.
Ia menambahkan, dirinya ingat sekali program dasawisma, yaitu 10 masalah rumah tangga yang harus dimonitor. Yang dimonitor adalah kondisi suami, istri, dan anak-anaknya, antara lain apakah anaknya dibawa ke posyandu rutin, istrinya sehat atau sakit, dan lainnya.
”Kalau dasawisma ini jalan, hal-hal seperti ini bisa diantisipasi. Bisa ketahuan ada ibu yang tertekan, jadi bisa dibantu menyelesaikan masalahnya,” ujarnya.