Giliran Kuasa Hukum Terduga Pelaku Minta Kasus Pelecehan Dilanjutkan
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Proses hukum atas kasus dugaan pelecehan seksual yang menimpa mahasiswi Universitas Gadjah Mada diharapkan terus berlanjut meskipun sudah ada kesepakatan penyelesaian perkara antara korban dan terduga pelaku. Keberlanjutan proses hukum dianggap dapat membuat kasus itu terjelaskan secara gamblang.
”Saya menginginkan perkara ini terang benderang. Jangan hanya berakhir damai. Dugaan itu harus dibuktikan,” kata Tommy Susanto, kuasa hukum terduga pelaku pelecehan seksual di UGM, saat ditemui di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (8/2/2019).
Korban merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM. Ia mengalami peristiwa tidak mengenakkan itu sewaktu menjalani kuliah kerja nyata (KKN), di Pulau Seram, Maluku, pada 2017. Terduga pelaku merupakan mahasiswa Fakultas Teknik UGM yang menjalani KKN bersama korban.
Saya menginginkan perkara ini terang benderang. Jangan hanya berakhir damai. Dugaan itu harus dibuktikan.
Sebelumnya, Rektor UGM Panut Mulyono mengemukakan, korban dan terduga pelaku menandatangani kesepakatan untuk menyelesaikan perkara itu lewat jalur nonlitigasi. Langkah itu ditempuh agar tidak memperburuk kondisi psikologis korban.
Dalam kesepakatan itu, korban dipenuhi sejumlah permintaannya, sedangkan terduga pelaku diwajibkan mengikuti konseling dengan psikolog klinis guna mengubah perilakunya agar tak mengulang perbuatan serupa pada kemudian hari. Korban juga difasilitasi untuk mengikuti pemulihan trauma dengan tanggungan biaya dijamin UGM.
Selain itu, biaya studi korban yang sempat terhambat akibat mengalami kasus itu bakal ditanggung UGM hingga selesai sesuai dengan komponen beasiswa Bidik Misi yang pernah diterima korban. Korban dan terduga pelaku juga diminta menyelesaikan studinya pada Mei 2019.
Menanggapi kesepakatan penyelesaian perkara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIY Komisaris Besar Hadi Utomo menyatakan bakal terus melanjutkan penyidikan mengenai kasus itu. Ia masih akan melakukan gelar perkara setidaknya satu kali lagi agar dapat mengungkap kebenaran dari kasus itu. Sejumlah alat bukti sudah ia dapatkan, tetapi belum mencapai kesimpulan akhir. Para ahli akan diundang untuk membantunya merumuskan kesimpulan atas kasus tersebut.
”Saya akan undang para pihak untuk ikut gelar perkara. Saya akan undang beberapa ahli supaya kita bisa mengetahui peristiwa apa yang terjadi ini,” kata Hadi.
Direktur Rifka Anisa, pendamping korban, Suharti menuturkan, dirinya tak ingin proses hukum yang masih berlangsung di Polda DIY dihentikan. Namun, ia juga tak mengharapkan kasus itu dihentikan lewat mekanisme surat penghentian penyidikan perkara (SP3). Ia meyakini tindakan pelecehan seksual itu benar-benar terjadi.
”Kami akan mengikuti proses hukum apa pun setelah (kesepakatan) penyelesaian kasus ini dari UGM. Tetapi, itu (SP3) sejak awal kami tolak. Karena itu akan menegaskan kejadian kekerasan tidak terjadi walaupun kita paham, untuk membuktikan kasus kekerasan seksual, sistem hukum di negara kita masih banyak hambatan,” ujar Suharti.
Suharti menambahkan, pihaknya juga berkeberatan dengan kesepakatan penyelesaian perkara yang ditafsirkan sebagai jalur ”damai” dalam menyelesaikan kasus itu. Penafsiran seperti itu dianggap menegasikan perjuangan korban dalam kurun waktu lebih kurang 1,5 tahun.
”Seolah apa yang dilakukan selama lebih kurang 1,5 tahun ini tidak membuahkan hasil. Kami berkeyakinan, kejadian (pelecehan seksual) yang dialami korban terjadi tanpa persetujuan korban,” kata Suharti.