Industri Manufaktur Akan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertumbuhan ekonomi tak bisa hanya mengandalkan Jawa dan Sumatera. Untuk meningkatkan kontribusi daerah terhadap ekonomi nasional, industri pengolahan perlu dikembangkan di daerah yang bergantung pada komoditas mentah.
Pada 2018, ekonomi Indonesia tumbuh 5,17 persen. Kontribusi Sumatera dan Jawa terhadap produk domestik bruto (PDB) 2018 masing-masing 58,48 persen dan 21,58 persen.
Adapun kontribusi Kalimantan 8,2 persen PDB, Sulawesi 6,22 persen PDB, Bali dan Nusa Tenggara 3,05 persen PDB, serta Maluku dan Papua 2,47 persen PDB.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, pertumbuhan ekonomi Jawa setiap tahun konsisten di atas rata-rata nasional. Sebab, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB cukup besar. Pembangunan sektor manufaktur jadi solusi melepas ketergantungan pada komoditas mentah.
“Kalau ingin lebih cepat, pertumbuhan ekonomi harus didorong sektor manufaktur. Kurangi ketergantungan pada komoditas mentah,” kata Bambang menjawab pertanyaan Kompas, Jumat (8/2/2019), di Jakarta.
Bambang mengatakan, pembangunan sektor manufaktur di luar Jawa mendesak direalisasikan. Tujuannya untuk mengubah orientasi ekspor produk mentah ke produk bernilai tambah. Tanpa adanya reformasi struktural, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi semakin berat, bahkan dapat melambat ke kisaran 4 persen di masa mendatang.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia justru turun dari 20,16 persen tahun 2017 menjadi 19,86 persen tahun 2018. Angka itu lebih rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, Korea Selatan, dan China, yang bisa di atas 22 persen PDB.
Bambang mengatakan, pembangunan sektor manufaktur menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Pusat-pusat ekonomi baru akan konsisten dibangun di luar Jawa. Tujuannya untuk mempercepat keterlibatan Indonesia dalam rantai pasok global. Salah satu sektor manufaktur yang dibidik, yaitu otomotif dan elektronik.
“Tidak mesti ekspor komponen utuh, tetapi cukup beberapa bagian saja,” kata Bambang.
Pusat ekonomi baru di luar Jawa yang sedang dikembangkan pemerintah, misalnya, kawasan industri Morowali di Sulawesi Tengah untuk hilirisasi industri logam berbasis nikel dan stainless. Keberadaan pusat ekonomi baru ini diproyeksikan meningkatkan produk domestik regional bruto (PDRB) Sulawesi tengah dari Rp 91,1 triliun tahun 2016 menjadi Rp 190,2 triliun tahun 2022.
Pemerintah juga sudah menetapkan 12 kawasan ekonomi khusus (KEK). Saat ini 6 KEK sudah beroperasi, sedangkan 6 KEK sedang dibangun.
Bappenas memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 2020-2024 berkisar 5,4-5,7 persen. Ekonomi bisa tumbuh mencapai 6 persen jika pertumbuhan sektor manufaktur di atas pertumbuhan ekonomi nasional setiap tahunnya secara konsisten. Sektor manufaktur bisa tumbuh tinggi jika nilai tambah produk yang dihasilkan semakin tinggi.
Tanpa mengembangkan industri pengolahan, lanjut Bambang, upaya mendorong pertumbuhan ekonomi semakin berat. Ketidakpastian ekonomi global berdampak pada penurunan harga komoditas dan volume perdagangan internasional. Situasi global itu mulai berdampak ke ekonomi daerah yang bergantung komoditas mentah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Kalimantan yang pada 2017 sebesar 4,33 persen turun menjadi 3,91 persen pada 2018. Adapun Sulawesi yang perekonomiannya tumbuh 6,99 persen pada 2017 turun menjadi 6,65 persen pada 2018.
Secara terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nawir Messi, berpendapat, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen untuk bisa keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah. Untuk mencapai itu, diperlukan pertumbuhan investasi mencapai 40 persen setiap tahun sampai akhir 2030.
“Ini sangat berat. dibutuhkan reformasi yang sangat mendasar untuk mendorong industri manufaktur, bukan sekadar penyederhanaan prosedur, tetapi peningkatan kualitas sumber daya manusia,” kata Nawir.