Indonesia ingin Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bersikap atas keputusan sepihak Israel. Keputusan itu membahayakan situasi kawasan dan menyulitkan solusi dua negara.
JAKARTA, KOMPAS— Indonesia dan Kuwait mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menggelar rapat tertutup. Desakan itu menyusul keputusan Israel yang secara sepihak menutup dan mengakhiri mandat misi pengamat sipil internasional di Hebron, Tepi Barat.
Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan pada Kamis (7/2/2019) menyebut Indonesia bersama Kuwait dan sejumlah negara lain meminta rapat itu. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia meminta DK PBB menggelar pertemuan tertutup untuk membahas tindakan unilateral Israel itu.
Tindakan Israel semakin memperburuk situasi di kawasan. Langkah itu juga semakin menyulitkan perwujudan solusi dua negara yang dimandatkan PBB.
Kemlu RI menyatakan misi pengamat sipil internasional di Hebron amat penting. Misi pengamat sipil internasional, Temporary International Presence in Hebron (TIPH), dibentuk berdasarkan perjanjian Israel-Palestina pada 1994. Pembentukan TIPH juga mandat dari resolusi DK PBB nomor 904.
TIPH penting untuk memastikan perlindungan bagi penduduk sipil Palestina di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel. Perlindungan terutama dari pelanggaran hukum humaniter dan HAM internasional. TIPH perlu dipertahankan untuk menjaga situasi yang cenderung rawan dan mencegah peningkatan kekerasan.
Indonesia mendesak para pihak bertindak sesuai hukum internasional dan perjanjian yang ada. Para pihak juga diminta menahan diri dari tindakan provokatif.
Indonesia mengingatkan bahwa Israel sebagai kekuatan pendudukan wajib melindungi penduduk sipil Palestina di Hebron dan wilayah lain di Tepi Barat yang diduduki Israel. Kewajiban itu sesuai ketentuan hukum internasional.
Indonesia juga mengapresiasi seluruh kontributor TIPH dan pengamat-pengamat yang bertugas di misi itu. Selama 22 tahun, sebagian dari pengamat di TIPH tewas kala bertugas.
Upaya diplomasi
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional pada Universitas Padjadjaran Bandung, Teuku Rezasyah, mengatakan, Indonesia perlu mendorong pertemuan Non-Blok, ASEAN, dan OKI. Pertemuan itu untuk menyamakan persepsi dan posisi soal Palestina yang hak dasarnya terus dilanggar oleh Israel.
Selanjutnya, pandangan kolektif dari berbagai pertemuan tersebut dibawa Indonesia ke DK PBB. Diharapkan, dengan dukungan anggota DK lainnya, materi yang dibawa Indonesia bisa menjadi resolusi DK PBB. Diakui, pembahasan di DK PBB untuk masalah itu tidak akan mudah dan berpeluang buntu.
Indonesia juga perlu menggalang solidaritas di Majelis Umum PBB untuk mendukung Deklarasi Persaudaraan Kemanusiaan, yang baru ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar Mesir Sheikh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb. Hal itu untuk mengingatkan pentingnya melindungi setiap orang, termasuk di wilayah pendudukan Israel.
Di Majelis Umum ada peluang menghasilkan resolusi tentang TIPH. Indonesia, kata Teuku, harus terus memastikan telah melaksanakan amat UUD 1945 soal kemanusiaan universal. (RAZ)