Penyediaan lapangan kerja dan hunian layak dapat menjadi solusi mengakhiri tawuran antarwarga yang berulang di Jakarta. Ketegasan polisi untuk menangkap provokator juga diperlukan karena beberapa tawuran diduga sengaja diciptakan untuk mengalihkan perhatian polisi dari transaksi narkoba di wilayah itu.
Oleh
Emilius Caesar Alexey
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keseriusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberdayakan warga dibutuhkan untuk menyelesaikan tawuran yang sering terjadi di Pasar Manggis, Jakarta Selatan. Penyediaan lapangan kerja dan hunian layak dapat menjadi solusi mengakhiri tawuran antarwarga yang berulang di wilayah itu.
Selain itu, polisi diminta bertindak tegas terhadap pelaku yang memprovokasi atau memperalat warga untuk terlibat tawuran. Ketegasan polisi diperlukan karena beberapa kejadian tawuran diduga sengaja diciptakan untuk mengalihkan perhatian polisi demi memuluskan tindakan kriminal berupa transaksi narkoba oleh pihak tertentu.
Hal ini dikatakan sejumlah warga Pasar Manggis dan Menteng saat berdialog dengan aparat kepolisian, TNI, dan perwakilan dari Pemerintah Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat. Dialog pada Kamis (7/2/2019) malam di Pasar Manggis bertujuan mencari solusi mengatasi tawuran yang terjadi berulang.
Dalam sepekan terakhir, empat tawuran terjadi di wilayah Jakarta Selatan, yaitu pada Sabtu (2/2/2019), Minggu, dan Selasa. Polisi belum mengetahui motif tawuran yang melibatkan remaja bersenjata tajam itu.
Ketua Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat Kelurahan Pasar Manggis Muhammad Muchtar seusai dialog mengatakan, pelaku tawuran didominasi para remaja yang menganggur dan berkeliaran pada malam hari. Mereka dimanfaatkan pihak tertentu yang disebut bandar narkoba dengan cara dibayar untuk menciptakan tawuran.
”Di saat tawuran pecah, saat itu transaksi narkoba berjalan. Namanya tawuran pasti ada penyebabnya, tetapi yang terjadi di sini tidak seperti itu,” katanya.
Ketua RW 004 Kelurahan Pasar Manggis M Dopi menambahkan, tawuran yang sering terjadi tergolong aneh. Batu, genteng, ataupun botol yang digunakan sebagai senjata tidak dilemparkan ke kubu lawan, tetapi dilempar ke arah lain dan jarang menimbulkan korban. Para pelaku tawuran juga saling mengenal karena letak wilayahnya berdekatan, yaitu di Pasar Manggis dan Menteng.
”Kalau sudah ada kesepakatan waktu tawuran, tiba-tiba mereka jadi musuh. Nanti Selesai tawuran, besoknya mereka bersahabat lagi,” kata Dopi.
Keterbatasan tempat
Muchtar mengatakan, sebagian remaja di lingkungannya rentan dimanfaatkan karena tidak memiliki pekerjaan tetap. Selain itu, para remaja itu setiap malam berkeliaran akibat keterbatasan tempat untuk beristirahat.
”Tidurnya itu shift-shift-an. Malam giliran perempuan, nanti siangnya baru laki-laki,” ujarnya.
Dedy (19), remaja yang ditemui di sekitar Pasar Rumput, Jumat (8/2/2019) pukul 00.30, mengaku menghabiskan malam bersama temannya dengan mengobrol sembari bermain gitar hingga pagi hari. Hal itu lumrah dilakukan karena keterbatasan tempat tinggal.
Dedy tinggal bersama orangtua di kontrakan dua kamar. Kontrakan itu ditempati tujuh orang, termasuk orangtua dan kakaknya yang telah menikah.
Selain Dedy, di wilayah RW 005 Pasar Manggis pada malam itu terdapat puluhan remaja lain. Ada pula sejumlah remaja perempuan yang duduk berbarengan. Rata-rata para remaja itu masih berusia belasan tahun dan tidak mengenyam pendidikan.
Menyikapi fenomena itu, Camat Setiabudi, Dyan Airlangga, mengatakan, pihaknya akan memberdayakan para pemuda di kampung itu. Mereka menurut rencana akan direkrut sebagai tenaga kebersihan atau petugas prasarana dan sarana umum Kecamatan Setiabudi.
”Kami juga akan bangun komunikasi dengan pihak kelurahan, RT, dan RW untuk diadakan pembinaan secara berkala,” katanya.
Asisten Pemerintah Kota Jakarta Pusat Budi Roso mengatakan, di balik persoalan tawuran yang tidak diketahui motifnya diduga tersembunyi kejahatan tertentu, seperti narkoba atau prostitusi.
Namun, persoalan itu dapat dicegah dengan meningkatkan kesejahteraan warga sekitar. Hal itu didasarkan pada pengalamannya menangani persoalan serupa di Johar Baru tahun 2008. Saat itu, Budi menjabat sebagai Camat Johar Baru.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Sektor Setiabudi Komisaris Tumpak Simangunsong mengatakan, tawuran di Pasar Rumput disebabkan kurangnya sosialisasi untuk membangun kedekatan antarwarga di wilayah perbatasan antara Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Upaya mengumpulkan warga untuk berdialog dinilai sudah tepat. Dia juga membantah bahwa tawuran itu bagian dari pengalihan perhatian polisi.
”Jangan terlalu jauh membayangkan. Kami akan mengambil tindakan tegas kalau sudah ada kejahatan yang memenuhi unsur pidana,” katanya. (STEFANUS ATO)