Sekolah Ibu yang digagas Yane Andrian, Ketua Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Kota Bogor, dipastikan akan menjadi salah satu program percepatan ketahanan keluarga Kota Bogor. Pelaksanaan program ini selanjutnya ditangani Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak atau DPMPPA.
Hal ini diungkap Yane seusai Rapat Koordinasi Sekolah Ibu di aula kantor DPMPPA, Kamis (7/2/2019). ”Awalnya semua dibiayai secara gotong royong oleh kami, para ibu-ibu penggerak PKK. Lalu kami membuat proposal dan memaparkan hasil yang dicapai dan manfaat Sekolah Ibu kepada Pak Wali Kota dan SKPD terkait dan diterima. Tahun 2019 kegiatan ini menjadi program DPMPPA," katanya.
Saat dikelola Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Sekolah Ibu sudah berlangsung dua angkatan, dengan setiap angkatan pesertanya sebanyak 2.040 ibu atau perempuan. Tahun 2019 akan dibuka satu angkat yang mulai belajar pada Juni atau Juli mendatang.
”Kami sengaja melaksanakan setelah pesta demokrasi selesai tuntas karena untuk menghindari kecurigaan partai politik atau masyarakat. Sebab, 2.040 perempuan ini, yang kini waiting list untuk ikut Sekolah Ibu, memang potensial dimanfaatkan untuk politis,” tuturnya.
Yane senang, Sekolah Ibu yang sudah dipatenkan hak ciptanya ini diterima Pemkot Bogor dan di Kota Bogor diselenggarakan oleh DPMPPA. Alasannya, keberlangsungan Sekolah Ibu jadi lebih pasti dan terkontrol karena ada pembiayaan pasti dari APBD dan pengawasannya.
Kepala DPMPPA Kota Bogor Artiana Anggraeni mengatakan, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan Sekolah Ibu Rp 2,7 miliar untuk tahun 2019. ”Kami mengajukan sekitar Rp 8 miliar, namun DPRD menyetujuinya baru Rp 2,7 miliar,” katanya.
Wali Kota Bogor Bima Arya pada sambutan pembukaan Rapat Koordinasi Sekolah Ibu mengatakan, Sekolah Ibu merupakan salah satu program yang sejalan dengan misi dan visi Kota Bogor yang lima tahun ke depan, periode kepemimpinannya bersama Dedie A Rachim mulai April mendatang. Misi dan visi itu adalah menjadikan Kota Bogor yang Ramah Keluarga.
”Saya berharap para lurah dan camat membantu kelancaran pelaksanaannya di wilayah masing-masing. Kelancarannya bergantung juga pada kondisi sarana yang disediakan di kelurahan. Misalnya, jangan sampai powerpoint-nya mati, ruang kelas panas, toilet kotor. Ini hal-hal teknis yang kecil. Namun, kalau itu diabaikan, hal teknis ini bisa mengganggu substantif,” katanya.
Sekolah Ibu ini memang diselenggarakan di ruang pertemuan atau aula kantor kelurahan. Pesertanya para perempuan berkeluarga dengan usia maksimal 24 tahun dan warga kelurahan setempat. Di Kota Bogor ada 64 kelurahan.
Satu kelas maksimal 30 ibu, dengan belajar/pertemuan satu kali satu minggu selama tiga bulan. Ada 19 modul materi yang akan diajarkan dan didiskusikan, di mana modul itu untuk meningkatkan atau memberdayakan peserta dalam mengelola manajemen dirinya sebagai seorang istri, ibu, dan manajer rumah tangganya.
Pada rapat koordinasi Sekolah Ibu hadir semua camat dan lurah serta para tutor atau pengajar Sekolah Ibu yang diseleksi DPMPPA.