Segenap pihak perlu mewaspadai aktivitas vulkanik Gunung Merapi yang cenderung meningkat dalam beberapa hari terakhir.
YOGYAKARTA, KOMPAS Aktivitas vulkanik Gunung Merapi di perbatasan DI Yogyakarta dan Jawa Tengah cenderung meningkat beberapa hari terakhir.
Peningkatan aktivitas itu ditandai dengan keluarnya awan panas guguran dengan jarak luncur lebih jauh daripada sebelumnya dan bertambahnya jumlah gempa guguran.
”Aktivitas Merapi beberapa hari ini cenderung meningkat,” kata Kepala Seksi Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Agus Budi Santoso, Jumat (8/2/2019), di Yogyakarta.
Pada Kamis (7/2) pukul 18.28, Merapi mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur 2 kilometer ke arah hulu Kali Gendol, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Kejadian awan panas guguran itu menimbulkan gempa dengan amplitudo 70 milimeter dengan durasi 215 detik.
Jarak luncur awan panas guguran itu lebih jauh daripada awan panas guguran yang keluar pada Selasa (29/1). Saat itu, Merapi tiga kali mengeluarkan awan panas guguran dengan jarak luncur terjauh 1,4 km.
Agus menuturkan, peningkatan aktivitas vulkanik di Merapi juga ditandai dengan meningkatnya jumlah gempa guguran di gunung api itu. Gempa guguran terjadi karena adanya material yang longsor di gunung api.
Pada Kamis tercatat 136 kali gempa guguran, meningkat sekitar 150 persen dari jumlah gempa guguran pada Rabu sebanyak 54 kali. Pada beberapa hari sebelumnya, jumlah guguran di Merapi rata-rata hanya sekitar 30 kali per hari.
Gempa guguran yang terjadi di Merapi, menurut Agus, bisa disebabkan runtuhnya sebagian material kubah lava dan guguran material magma yang baru saja mengalami ekstrusi atau keluar dari dalam gunung.
Terjadinya awan panas guguran di Merapi pada 7 Februari dan 29 Januari juga lebih disebabkan ekstrusi magma. Namun, dalam peristiwa itu juga ada material kubah lava yang ikut runtuh karena terdesak magma yang keluar.
”Dari empat kejadian awan panas itu, dominannya karena ekstrusi magma langsung. Namun, ada sebagian material runtuhan dari kubah lava,” katanya.
Mencermati kecenderungan peningkatan aktivitas vulkanik itu, semua pihak perlu mewaspadai kemungkinan keluarnya awan panas guguran dengan jarak luncur yang lebih jauh. Masyarakat diminta mematuhi rekomendasi dari BPPTKG untuk tak beraktivitas dalam zona bahaya, yakni radius 3 kilometer dari puncak Merapi.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, meski Merapi telah mengeluarkan awan panas guguran beberapa kali, status gunung api itu masih Waspada (Level II). Peningkatan status belum dilakukan karena sejumlah pertimbangan, antara lain jarak luncur awan panas guguran di Merapi belum melebihi zona bahaya yang ditetapkan BPPTKG.
Sementara itu, masyarakat di kawasan lereng Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Jateng, mulai berjaga dan meningkatkan kewaspadaannya.
Syafei, Wakil Ketua Organisasi Pengurangan Risiko Bencana (OPRB) Desa Baledono, Kecamatan Dukun, mengatakan, peningkatan kewaspadaan dilakukan dengan mengintensifkan kegiatan patroli dan siskamling.
Selain mengamati gunung secara visual, dalam kegiatan siskamling tersebut, warga yang berjaga juga akan terus intensif mengikuti perkembangan informasi terkait aktivitas vulkanik Merapi. ”Kami menekankan di setiap dusun harus ada warga yang berjaga setiap malam,” katanya.
Anak Krakatau
Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda lebih tenang dengan ketiadaan letusan dan minimnya jumlah gempa. Meski demikian, status gunung tersebut tidak diturunkan atau tetap Awas. Selain itu, jarak aman dari Anak Krakatau juga tak dikurangi atau masih 5 kilometer.(HRS/EGI/BAY)