Andaikan Warga Bertindak, Bayi Itu Tak Tewas di Tangan Ayah Tirinya...
Oleh
Madina Nusrat
·4 menit baca
Bisa jadi F, bayi berusia 2 tahun, ini dapat diselamatkan dari ayah tirinya HK (25), jika tetangga di sekitarnya tak hanya diam. F tewas mengenaskan setelah dianiaya HK, di rumah yang ditempati HK bersama ibunda F, di Cimpaeun, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat, Jumat (8/2/2019) lalu.
Sebelumnya, pada Selasa (5/2/2019), F dibanting oleh HK. Tetangga di sekitar rumah korban pun mengaku mengetahui peristiwa itu. Namun, mereka bergeming. Padahal, peristiwa semacam ini sudah kerap kali mereka lihat dan mereka dengar.
Saat dikonfirmasi, Ketua RT 001/ RW 009 Kelurahan Cimpaeun, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat Romie Remaja Putra membenarkan peristiwa tersebut. Romie menyesalkan sikap warganya. “Coba kalau warga mau melapor dari jauh-jauh hari, pasti kejadiannya tidak akan seperti ini,” kata Romie, Jumat (8/2/2019).
Romie mendapat laporan dari warga sekitar bahwa F meninggal pada Jumat sekitar pukul 17.30 WIB. “Setelah dibanting pada Selasa lalu korban tidak dibawa berobat ke rumah sakit. Jumat siang, HK meminta tolong warga untuk membawa F ke rumah sakit karena F kejang-kejang,” kata Romie.
Sementara menurut keterangan beberapa warga, F meninggal dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.
Romie mengaku, saat hendak memandikan jenazah F, ia baru memperoleh laporan dari warga bahwa F sering dianiaya oleh ayah tirinya itu. Tanpa berlama-lama Romie memutuskan untuk melapor ke Kepolisian Sektor Cimanggis. Setelah diperiksa, polisi menemukan beberapa luka lebam pada tubuh F.
“Saat ditanya terkait luka pada tubuh anaknya, HK yang awalnya berkelit akhirnya mengaku dirinya yang menganiaya F hingga tewas. Setelah itu, Polisi membawa HK ke Kepolisian Resor Kota Depok dan membawa F ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur untuk menjalani visum et repertum,” tutur Romie.
Dihubungi secara terpisah, Jumat malam kemarin, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, saat ini HK sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik di Kepolisian Resor Metro Kota Depok. HK diduga melanggar Pasal 80 ayat 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Kekerasan terhadap anak
Sejumlah kasus kekerasan yang berujung pada kematian memang masih banyak terjadi di Indonesia. Sepanjang 2018 misalnya, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) terdapat 302 kasus kekerasan di Jawa Barat. Dari jumlah tersebut Depok menempati urutan terbanyak kasus kekerasan dengan jumlah total 34 kasus.
Berdasarkan Kompas (11/10/2018), di Kota Depok, kasus kekerasan anak pernah terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, pada Oktober 2018, seorang siswa MTs, AA (14) diambil telepon genggamnya dan dibunuh oleh AR (19). AR beralasan dirinya mengambil telepon genggam milik AA karena dirinya membutuhkan uang untuk membeli narkoba.
Sementara itu, Juni 2018, kekerasan seksual menimpa 13 siswa SDN 10 Tugu di Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Belasan anak tersebut mendapat kekerasan seksual dari guru yang menjanjikan nilai bagus.
Walaupun Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Rita Pranawati (Kompas, 11/10/2018) mengatakan, sebenarnya di Indonesia belum ada satu pun kota yang layak anak, Depok sempat dianugerahi dua predikat kota layak anak (KLA) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada tahun 2017 dan 2018. Penghargaan ini dinilai Rita hanya sebatas artifisial, hanya tampak di luar, belum mampu menjamin pemenuhan hak dan perlindungan anak hingga ke tingkat keluarga.
Hambatan
Kriminolog Universitas Indonesia, Muhammad Mustofa, yang dihubungi Sabtu (9/2/2019), pun menyampaikan, pemikiran untuk tidak mau ikut campur dalam masalah orang lain kerap kali menjadi hambatan bagi masyarakat untuk melaporkan tindak kejahatan yang terjadi di sekitar. Hal ini disebabkan oleh minimnya sosialisasi kepada masyarakat.
“Masyarakat masih belum sadar kalau mereka adalah telinga dan mata bagi penegak hukum. Harusnya pemerintah berusaha membangun kesadaran masyarakat bahwa mereka harus berperan dalam mengawasi dan melaporkan tindak kejahatan di sekitarnya,” ucap Mustofa.
Menurut Mustofa, membuat undang-undang tidak serta merta bisa menyelesaikan masalah. Harus ada sosialisasi yang dilakukan secara terprogram dan rutin kepada masyarakat supaya kesadaran masyarakat untuk melaporkan tindak kejahatan seperti, penyalahgunaan narkoba, teorisme dan kekerasan dalam rumah tangga. Dengan demikian, dampak yang lebih besar akibat kejahatan tersebut bisa diminimalkan. (KRISTI DWI UTAMI)