Mitigasi Bencana di Padang Terus Didorong
PADANG, KOMPAS - Pemerintah Kota Padang, Sumatera Barat, terus melakukan mitigasi bencana untuk mengantisipasi pelepasan energi zona patahan raksasa segmen Mentawai yang berpotensi melepas energi gempa bermagnitudo 8,8 diikuti tsunami besar. Kegiatan dilakukan dengan edukasi masyarakat dan simulasi bencana serta menyiapkan tempat evakuasi sementara.
Kegiatan simulasi gempa dan tsunami digelar di Kecamatan Padang Utara, Sabtu (9/2/2019). Simulasi diikuti sekitar 1.000 peserta yang sebagian besar adalah pelajar, termasuk pelajar penyandang disabilitas, dari tingkat Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas, serta masyarakat.
Simulasi dimulai sekitar pukul 09.00 WIB dengan skenario terjadi gempa besar di segmen Mentawai berkekuatan M 8,8 dan memicu tsunami besar. Pascagempa, sirine berbunyi dan pelajar serta warga langsung keluar ruangan, kemudian bertemu di titik kumpul. Setelah itu, mereka bergerak menuju shelter terdekat.
Tiga shelter yang digunakan yakni shelter di Jalan Sumatera, Ulak Karang, shelter Kantor Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Balai Pelatihan dan Pendidikan Koperasi di Jalan S Parman, dan shelter di SMA 1 Padang di kawasan Lolong Belanti. Adapun SD Al Azhar juga menggelar simulasi dengan memanfaatkan gedung sendiri sebagai shelter.
Baca juga : Sumbar Mulai Kurangi Risiko Bencana Tsunami
Simulasi evakuasi tsunami itu diikuti pelajar yang berasal dari 14 sekolah dan warga yang berada di dua kelurahan di Kecamatan Padang Utara yakni Ulak Karang Utara dan Ulak Karang Selatan. "Kedua wilayah ini merupakan daerah yang berada di zona merah atau rawan tsunami," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang Henry.
Henry menambahkan, persiapan dilakukan meskipun tidak ada yang mengharapkan terjadinya bencana. Apalagi tidak ada yang dapat memastikan secara tepat kapan akan terjadi gempa dan tsunami, termasuk di patahan raksasa Mentawai.
Menurut ahli gempa bumi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Danny Hilman Natawidjaja, pada segmen Mentawai tercatat pernah terjadi gempa berkekuatan magnitudo 7,9 pada 2007 dan magnitudo 7,8 pada 2010. Namun, saat itu, energi yang lepas baru sebagian kecil.
Sekitar dua pertiga segmen ini belum runtuh dan potensi gempanya bisa mencapai M 8,8. Angka itu dihitung dari energi yang tersimpan selama 222 tahun sejak gempa besar terakhir pada 1797, dikurangi dengan energi yang dilepaskan saat gempa pada 2007 dan 2010 (Kompas, 7/2).
Energi yang masih tersimpan itu bahkan membuat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menempatkan Mentawai sebagai fokus prioritas pertama dari delapan zona bahaya (gempa) di Indonesia.
“Berhubung kita tidak tahu kapan terjadi bencana, maka yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana mempersiapkan masyarakat. Kalau masyarakat tidak disiapkan, nanti akan menambah korban jiwa,” kata Henry.
Kota cerdas bencana
Menurut Henry, selain simulasi, sejak 2018, Pemerintah Kota Padang telah memulai program Padang Kota Cerdas Bencana. Program itu terdiri dari program Sekolah Cerdas Bencana dan Keluarga Cerdas Bencana.
"Ada sekitar 400 sekolah di Kota Padang yang berada di zona merah. Secara bertahap, sejak 2018 program sekolah cerdas sudah dimulai," kata Henry.
Pada 2018, Sekolah Cerdas Bencana dilakukan di 47 sekolah, adapun tahun 2019 menjadi 56 sekolah. Sementara untuk keluarga, sudah dilakukan sosialisasi ke 20.000 rumah tangga. "Sosialiasi dilakukan dengan mendatangi satu persatu rumah oleh relawan dari kelompok siaga bencana yang kita latih," kata Henry.
Penyiapan tempat evakuasi sementara (shelter) juga dilakukan. Sekitar 600.000 jiwa warga Padang yang tinggal di zona merah, idealnya membutuhkan sekitar 100 lebih shelter. Namun shelter khusus di Padang saat ini baru ada tiga. Jumlah itu sangat jauh dari ideal.
Idealnya Padang membutuhkan sekitar 100 lebih shelter. Namun shelter khusus di Padang saat ini baru ada tiga.
Pihaknya juga tengah menyiapkan shelter potensial berupa gedung-gedung milik pemerintah yang saat ini jumlah mencapai ada 70 unit. Secara bertahap, pihaknya masih menguji struktur maupun kelayakan bangunan itu. "Tahun 2018 sudah ada lima unit yang diuji dan tahun 2019 lima unit lagi,” kata Henry.
Menjadi budaya
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana Sumbar Khalid Saifullah yang hadir dalam acara simulasi mengatakan, Sumbar belum siap dalam menghadapi potensi tsunami yang dipicu gempa di patahan raksasa Mentawai.
“Ini harus dijawab dengan upaya-upaya edukasi yang terus ditingkatkan, bahkan hingga level rukun tetangga. Termasuk simulasi berkala. Jangan hanya dilaksanakan karena potensi disebut makin dekat. Kesiapsiagaan harus menjadi budaya karena kita tidak tahu kapan bencana ini menimpa kita,” kata Khalid.
Ia menilai pemerintah maupun infrastruktur kesiapsiagaan juga belum layak. “Alat sistem peringatan dini cukup banyak, tetapi banyak yang rusak. Penyelenggara juga gagap. Hari ini (pada simulasi), saya merasakannya. Artinya, kalau memang masih ada yang kurang, jangan malu untuk mengakui. Itu penting sebagai motivasi kita dalam meningkatkan kepastian dalam merespon,” kata Khalid.
Menurut Khalid, edukasi dan simulasi bagi masyarakat berisiko tinggi seperti perempuan, wanita hamil, anak-anak, orang tua, dan warga berkebutuhan khusus, juga perlu ditingkatkan. “Jangan sampai terlupakan dan terabaikan,” kata Khalid.
Ketua Himpunan Wanita Disabilitas (HWDI) Sumbar Silma Desi mengatakan, belajar dari pengalaman tsunami Jepang pada 2011, penyandang disabilitas berisiko menjadi korban 3-4 kali lipat dibanding orang normal. Oleh karena itu, banyak yang perlu ditingkatkan terutama partisipasi dalam kegiatan kebencanaan.
“Kalau simulasi, kami sudah sering dilibatkan. Yang masih perlu ditingkatkan adalah keselamatan dan kenyamanan penyandang disabilitas. Dari beberapa kali simulasi, hasilnya sama. Belum ada peningkatan sumber daya baik di lembaga maupun teman-teman penyandang disabilitas. Termasuk juga infrastuktur, karena jalur evakuasi belum dapat dilewati penyandang disabilitas. Ini harus diperhatikan karena penyandang disabilitas juga berhak selamat,” kata Silma.