SURABAYA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo sudah mencabut remisi terhadap I Nyoman Susrama, dalang pembunuhan jurnalis Radar Bali, Anak Agung Gde Bagus Narendra Prabangsa. Presiden menyatakan sudah menandatangani pencabutan remisi terhadap Susrama.
”Sudah, sudah saya tandatangani,” ujar Presiden di sela-sela puncak peringatan Hari Pers Nasional 2019 di Grand City Convention and Exhibition, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/2/2019). Pernyataan itu dilontarkan Presiden saat ditanyai awak jurnalis terkait perkembangan pencabutan remisi terhadap Susrama.
Pernyataan Presiden ini sekaligus menjadi jawaban terhadap para jurnalis yang terus memprotes pemberian remisi kepada Susrama. Jurnalis dari beberapa daerah di Indonesia bergantian melakukan aksi kecaman dan tuntutan kepada Presiden atas keputusan yang diambil pada 7 Desember 2018 lalu.
Pemberian remisi terhadap Susrama bersama ratusan narapidana lain tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara, 7 Desember 2018. Di dalamnya, Susrama yang sebelumnya dipidana penjara seumur hidup dipotong masa tahanannya menjadi tinggal 20 tahun.
Aksi kecaman terhadap remisi kepada pembunuh jurnalis dilakukan oleh rekan-rekan sejawat di beberapa daerah, antara lain Jakarta, Bandar Lampung, Yogyakarta, Denpasar, Pekanbaru, dan Surabaya. Yang terbaru, aksi dilakukan oleh jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surabaya di depan Kebun Binatang Surabaya, Sabtu pagi, bersamaan dengan perayaan puncak peringatan Hari Pers Nasional yang dihadiri Presiden.
Ketua AJI Surabaya Miftah Farid mengatakan, pemberian remisi kepada Susrama tidak mempertimbangkan rasa keadilan dan mencederai kemerdekaan pers. ”Apalagi, Susrama sampai saat ini tidak pernah mengakui sebagai otak dan pembunuh jurnalis Prabangsa. Pemberian remisi ini juga tidak transparan,” kata Farid.
Dia mengatakan, penolakan terhadap remisi kepada Susrama terus dilakukan oleh para jurnalis, terutama dalam dua minggu terakhir. AJI di 30 kota bersama jurnalis, masyarakat sipil, dan elemen masyarakat lain terus mendesak pencabutan remisi tersebut.
”Dukungan publik juga muncul melalui tanda tangan petisi dalam jaringan di Change.org yang hingga Jumat, 8 Februari 2019, telah menembus 48.000 lebih dukungan,” ujarnya.
Adapun dalam kasus pembunuhan berencana ini, Susrama divonis hukuman seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Denpasar, 15 Februari 2010. Dalam pembacaan putusan hakim, Susrama dinyatakan bersalah merencanakan dan turut serta membunuh Prabangsa di rumah terdakwa, 11 Februari 2009 (Kompas, 16/2/2010).
Motif pembunuhan itu karena Susrama sakit hati atas tiga berita Prabangsa soal proyek pembangunan taman kanak-kanak dan sekolah dasar internasional Dinas Pendidikan Bangli yang dipublikasikan pada 3, 8, dan 9 Desember 2008. Susrama menjadi ketua proyek pembangunan senilai Rp 81 miliar itu. Saat itu, Susrama merupakan anggota DPRD Bangli periode 2009-2014. Selain itu, dia juga adik dari Bupati Bangli.
Susrama tidak terima atas putusan Pengadilan Negeri Denpasar, kemudian mencoba banding dan selanjutnya kasasi. Namun, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Susrama. Mahkamah Agung sependapat dengan pertimbangan Pengadilan Negeri Denpasar menghukum Susrama dengan pidana seumur hidup (Kompas, 25/9/2010). Namun, pada 7 Desember 2018, Presiden memberikan remisi sehingga hukuman bagi Susrama menjadi hukuman 20 tahun penjara.