JAKARTA, KOMPAS - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak masyarakat untuk meningkatkan pemahaman kontekstual beragama di Indonesia. Sikap beragama yang kritis dalam memahami teks kitab suci dibutuhkan untuk mencegah perpecahan bangsa.
Hal itu dikatakan Lukman saat memberikan sambutan dalam perayaan ‘Hari Raya Tahun Baru Imlek Nasional 2570 Kongzili’ di Jakarta, Minggu sore (10/2/2019).
Menurutnya, kerap kali isu agama digunakan oleh sebagian orang untuk memecah belah bangsa. Hal itu dinilai dia sebagai bentuk dari kurangnya pemahaman umat terhadap agama masing-masing.
“Tidak ada bangsa yang sangat besar seperti kita dengan kekayaan alam dan budaya yang beragam. Nilai-nilai agama ini yang menjadi faktor untuk saling merekatkan antar umat,” kata Lukman.
Saat mengamalkan agama kita, maka sesungguhnya kita sedang menjaga keindonesiaan kita
Lukman menyayangkan jika masih ada oknum yang memperalat sesuatu menggunakan agama. Menurutnya, agama pada hakikatnya untuk manusia. Selain itu, kecintaan pada agama juga sama halnya dengan hakikat untuk mencintai bangsa.
Ia pun mengajak masyarakat agar mengembalikan nilai-nilai agama pada hal yang substansial. “Saat mengamalkan agama kita, maka sesungguhnya kita sedang menjaga keindonesiaan kita,” ucapnya.
Moderasi beragama
Ketiadaan rendah hati dalam beragama dan merasa yang dipahami paling benar menjadi sumber dari sengketa antar umat. Untuk mencegah fanatisme dan ekstremisme agama kian berlarut, maka diperlukan upaya untuk memahaminya lewat moderasi beragama.
“Moderasi beragama adalah upaya untuk mengembalikan agama agar kembali moderat,” kata Lukman.
Lukman menilai, umat yang menerjemahkan teks kitab suci secara berlebihan dapat menimbulkan persepsi berbeda. Dibutuhkan keseimbangan dalam memahaminya dengan menggunakan nalar dan akal sehat.
Membuka diri
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie menyampaikan hubungan agama dan negara di Indonesia adalah kekeluargaan. Negara mempunyai tanggung jawab agar semua agama tumbuh dan berkembang, serta menjadikan umatnya berkualitas dan berintegritas dalam beragama.
“Bersikap membuka diri dan mengakui agama sesama umat itu penting. Dengan berdialog bersama, kita bisa menemukan nilai-nilai baik dalam agama lain,” kata Jimly.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat MATAKIN Budi Santoso Tanuwibowo menjelaskan, agama tercipta untuk manusia, maka umat sebaiknya bersikap untuk saling memanusiakan manusia. “Pekerjaan kita adalah memanusiakan manusia, maka tidak perlu membela Tuhan dengan agama. Tuhan itu sudah luar biasa,” katanya. (MELATI MEWANGI)