Kunci Emas Aster
Selama 18 tahun menggeluti dunia sales alias penjualan, Aster Theresia Sitohang paham betul seluk-beluknya. Profesi ini sering dipandang sebelah mata. Berbekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap hati, dia membalikkan pandangan itu dan membawa sales jadi salah satu pilihan profesi terbaik.
”Suatu hari, tahun 2000, saya melamar pekerjaan pertama kali. Tertulis di lowongan sebagai public relation. Eh, ternyata pekerjaannya sales. Saya kira bakal menjadi seperti humas, bicara kebijakan perusahaan. Rupanya, saya cari klien, jual produk,” kenang Aster, mengawali perbincangan, Kamis (31/1/2019) siang itu.
Dia berpesan, jangan meminta dirinya berbicara soal sales dan komunikasi. Bakal tidak bisa berhenti, katanya sambil tertawa.
Benarlah. Cerita mengalir deras. Gaya bicaranya tertata, mencerminkan keterampilannya menjalin komunikasi dengan orang yang ada di sekitarnya. Kita seakan tersedot untuk terus menyimak apa yang keluar dari bibirnya.
Dalam perjalanan kariernya, Aster mencermati bahwa banyak sekali lowongan pekerjaan dibuka untuk mencari sales. Namun, pandai-pandainya perusahaan membungkus posisi sales ini dengan istilah yang keren, seperti business development, account executive, atau marketing.
Dia menegaskan sales dan marketing atau pemasaran sangat berbeda. Marketing tidak berjualan. Mereka merencanakan strateginya, harga produknya, dan distribusinya. Justru bagian marketing adalah bagian yang membelanjakan uang perusahaan, sementara sales mendatangkan pemasukan bagi perusahaan.
”Akhirnya saya pahami, semua industri memerlukan sales. Perusahaan sangat bergantung pada sales. Jadi, profesi ini sebenarnya amat penting, ujung tombak. Dari orang-orang itu, lho, kita dapat income. Dia, lho, yang cari uang buat menggaji direktur. Dia juga, lho, yang babak belur ditolak-tolak di lapangan. Siapa yang balut (luka-lukanya), dong,” tutur Aster, bergurau.
Kendati begitu, tidak mudah rupanya mencari orang untuk posisi sales. Turn over tinggi. Kualitas orangnya pun kurang. Dia menemukan bahwa para sales itu hanya diberi pelatihan sebentar, lalu dibagi brosur, dan dilepas untuk berjualan produk. Terserah bagaimana jualannya, yang penting mencapai target.
Akibatnya, mereka tabrak sana tabrak sini, menggunakan segala cara sampai memaksa-maksa, memberi janji-janji surga. Orang jadi alergi dengan sales. Citra profesi ini pun akhirnya menjadi negatif.
Dari berbagai pengalaman itulah, Aster paham betul bagaimana seorang sales memerlukan banyak keterampilan. ”Seorang sales perlu tahu cara komunikasi, paham psikologi orang, pandai menjalin relasi, mengerti cara presentasi, harus bisa bernegosiasi, harus kuat menghadapi keluhan. Dia juga harus bisa berpenampilan baik. Mereka jadi perisai untuk menjaga nama baik perusahaan. Kalau dipikir-pikir, sales itu aset perusahaan,” paparnya.
Bangga
Celakanya, perusahaan acap kali enggan berinvestasi untuk mendidik para sales ini. Berangkat dari rasa geram, Aster bersama beberapa rekannya membentuk Komunitas Sales Indonesia (Komisi) tahun 2011. Dari lima orang, kini anggotanya sudah lebih dari 5.000 orang, tersebar di setidaknya 10 provinsi di Indonesia.
Komunitas ini ingin menjadikan profesi sales sebagai pilihan terbaik. Pada tahun pertama, mereka mengampanyekan ”Bangga menjadi sales Indonesia”. Mereka mengumpulkan relawan yang berasal dari praktisi sales yang bersedia memberikan pelatihan kepada para sales tanpa dibayar. Pelatihan juga terhitung murah bagi para sales, mulai dari Rp 50.000.
Aster menjabat ketua umum dari 2011 sampai 2018. Sekitar tujuh tahun itu dia mendedikasikan hidupnya untuk membesarkan komunitas itu. ”Awalnya kami uji. Siapa yang ingin anaknya ketika besar nanti jadi sales? Tidak ada. Siapa yang ingin punya menantu sales? Tidak ada. Tak sedikit pula yang malu mengakui pekerjaannya sebagai sales, padahal sudah bisa punya rumah dan mobil. Sejak kami terus kampanye tentang sales adalah profesi membanggakan dan menghasilkan, bahwa sales adalah kunci emas untuk masuk ke berbagai tingkat karier, mereka tidak malu-malu lagi,” tuturnya.
Dia lalu mendirikan Komisi Muda yang menyasar kalangan lebih muda untuk meneruskan tongkat estafet komunitas. Di antaranya adalah menjaring bakat-bakat sales dari para siswa SMK jurusan pemasaran. Jurusan ini banyak ditutup karena dianggap tidak laku. Komisi Muda memberikan pelatihan dan mengadakan kompetisi menjadi sales. Banyak lulusan kompetisi ini yang kemudian diambil perusahaan.
Tidak sedikit cerita sukses para sales belia itu. Ada yang sudah bisa memberangkatkan orangtuanya umrah. Ada yang berhasil menjadi sales properti dengan komisi hingga Rp 10 juta per unit yang dijual. ”Kami terharu,” ujar Aster.
Dia menambahkan, ada seorang anak lulusan SMK yang turut dalam kompetisi lalu bekerja sebagai sales truk. Dalam beberapa bulan, dia berhasil melebihi target. Besarnya komisi yang didapat si anak bikin Aster geleng-geleng kepala. Dia undang anak itu untuk memberikan testimoni pada sebuah pelatihan. ”Wah, gaya bicaranya sudah melebihi motivator di televisi. Saya masih pemalu banget waktu seumur dia,” katanya.
Gaya komunikasi
Melihat pembawaan Aster sekarang, sulit dipercaya bahwa dia dulunya orang yang minder dan tidak percaya diri. Dia mengenang betapa gaya berkomunikasi dalam keluarga yang tegas dan kaku membentuknya menjadi anak yang pendiam dan pemalu. Aster tidak menyalahkan hal itu karena pola asuh yang demikian juga barangkali diturunkan dari orangtua sebelumnya.
”Saya sempat jadi bandel. Berkenalan dengan obat terlarang, hampir drop out kuliah, dan tidak suka pada diri saya sendiri. Saya sampai pada titik terendah hidup saya, nyaris kehilangan masa depan,” kenangnya.
Pada saat itulah dia menemukan momen untuk bangkit. Setelah melalui proses rehabilitasi dan pulih, dia membuat janji pada diri sendiri untuk memanfaatkan kesempatan kedua yang diberikan kepadanya. Dia mengakrabi teman lamanya, yakni buku-buku. Dia memang gemar membaca.
Aster lalu ikut berbagai macam pelatihan, seperti kepemimpinan dan komunikasi. Dia sadar betul bahwa kesalahan komunikasi pernah membuat hidupnya terpuruk. Dia lantas bertekad mempelajari cara berkomunikasi yang baik dan menyebarluaskannya. Aster banyak memberikan pelatihan secara sukarela.
Dua tahun lalu, Aster meningkatkan keterampilan komunikasi itu lewat pelatihan dari Soul of Speaking dan kini aktif mengampanyekan gaya komunikasi tersebut.
Keterampilan berkomunikasi itu sangat mendukung pekerjaannya sebagai sales. Kariernya pun melesat karena banyak orang ingin bekerja dengannya. ”Komunikasi ini bisa menentukan kesuksesan seseorang. Banyak orang kesulitan mengungkapkan ide dan gagasannya sehingga keinginan dan cita-citanya terhambat. Kebayang, kan, orang punya ide brilian, perasaan indah, tetapi tidak berani mengungkapkan. Sayang sekali,” imbuhnya.
Aster merasa telah menemukan panggilannya dan akan bersetia di jalan tersebut. Menurut dia, pengetahuan tentang komunikasi, dipadukan dengan keterampilan sales, bakal membuat perekonomian bangsa terbantu.
”Daripada demo naik gaji, mendingan demo produk. Iya, kan? Ha-ha-ha,” ujar Aster menutup perbincangan.
Aster Theresia Sitohang
Lahir: Jakarta, 19 Desember 1976
Pendidikan:
- Fakultas Sastra China Universitas Indonesia
- Advance Leadership, Hawaii, Amerika Serikat
Pekerjaan:
- Master of Ceremony, host, moderator
- Leadership and sales trainer
- Fasilitator Soul of Speaking
- Owner Moragreen Production
Pengalaman:
- Ketua Umum Komunitas Sales Indonesia atau Komisi (2011-2018)
- Dewan Pembina Komisi (2018-sekarang)
- Founder Komisi Muda (2017)
- Presiden Lions Club Jakarta Selatan YES (Young Enterpreneur Society) (2016-2018)
- Membership Chairperson Lions Club Jakarta Selatan YES (2018-sekarang)
- Tim target Lembaga Pelayanan Pemuda Indonesia (2018-sekarang)
Karya:
Kontributor buku:
- ”I Decide to Win”
- ”Sales Insight”.