Rahasia Foto Peraih Adinegoro
Fotografer harian Kompas, Wisnu Widiantoro, terpilih sebagai pemenang kategori Jurnalistik Foto dalam Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2018. Bagaimana perjuangan Wisnu hingga berhasil mendapatkan foto berjudul ”Kampanye Damai Jadi Pendidikan Politik” itu, berikut kisahnya:
Memotret acara penting yang membetot perhatian banyak orang tentu butuh perencanaan dan persiapan lebih matang ketimbang meliput acara ”biasa”. Misalnya, ketika saya meliput acara Deklarasi Kampanye Damai Pemilu 2019.
Acara ini diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, pada hari Minggu, 23 September 2018. Kegiatan ini bagi saya penting karena beberapa alasan.
Pertama, acara ini mengawali rangkaian kampanye pemilu serentak 2019. Kedua, kegiatan dihadiri dua pasangan calon presiden dan wakilnya. Ketiga, jumlah orang yang hadir, baik simpatisan partai politik maupun peserta pemilu, terbilang besar.
Memotret acara penting yang membetot perhatian banyak orang tentu butuh perencanaan dan persiapan lebih matang ketimbang meliput acara ”biasa”.
Sebenarnya persiapan yang dibutuhkan tidak terlalu rumit dan sulit. Langkah awal adalah mencari tahu apakah untuk meliput acara tersebut diperlukan kartu identitas khusus. Biasanya satu atau dua hari sebelum acara, jika memang ada, kartu identitas khusus sudah dibagikan oleh penyelenggara acara.
Untuk masalah ini, saya merasa diuntungkan karena masih memegang kartu identitas wartawan peliput kegiatan Presiden. Saat itu, sehari-hari saya bertugas meliput di Istana Kepresidenan.
Sebagai informasi, acara ini memang dilaksanakan oleh KPU. Namun, karena Presiden datang sebagai salah satu calon presiden, pengamanan dan protokoler kepresidenan yang melekat akan turut mengatur agar acara berjalan lancar.
Dengan demikian, saya tidak perlu mengurus kartu identitas peliput acara karena masih memegang kartu peliput kegiatan Presiden. Untungnya pula, KPU tidak menyediakan kartu identitas khusus sehingga wartawan cukup menggunakan kartu identitas media tempat bekerja.
Kartu identitas peliput dari Istana Kepresidenan terbukti manjur pagi itu. Saat banyak wartawan lain belum bisa memasuki lokasi acara, saya dan beberapa teman pemegang kartu tersebut bisa melenggang masuk ke lokasi acara tanpa kesulitan. Dengan lokasi yang relatif kosong, kami bisa menentukan titik pemotretan dengan leluasa.
Persiapan kedua adalah datang pagi-pagi demi mencari titik terbaik pemotretan. Datang lebih awal juga memberi kesempatan kita mengantisipasi hal-hal di luar dugaan, seperti antrean panjang masuk ke lokasi acara atau ribetnya pengamanan. Sebagai contoh, pagi itu, Deklarasi Kampanye Damai menurut rencana baru dimulai pukul 08.00. Namun, sejak pukul 06.00, saya sudah nongkrong di kawasan Monas.
Persiapan ketiga adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya terkait acara yang akan digelar. Rincian jadwal acara akan sangat membantu kita dalam menentukan prioritas mata acara mana yang akan diabadikan dan dari sudut mana peristiwa itu paling bagus difoto.
Baca juga:
Diteror ”Voldemort” Saat Liputan
Percaya Diri berkat Rompi Antipeluru
Informasi terkait acara diperoleh dari hasil ngobrol santai dengan sejumlah orang KPU saat tiba di lokasi. Ternyata rangkaian acara deklarasi ini sangat panjang, mulai dari pawai, deklarasi damai, hingga hiburan oleh artis. Pawai peserta pemilu dilaksanakan dengan rute: Monas-Jalan Medan Merdeka Barat-Monas.
Awalnya, saya menilai bahwa pawai akan menjadi momen foto yang paling menarik. Selain tidak kaku, saya perkirakan hal itu akan terjadi interaksi menarik antara peserta pawai dan masyarakat.
Namun, rencana memotret momen ini kemudian saya batalkan karena potensi berantakannya gambar iring-iringan pawai. Asumsi saya saat itu, akan banyak permintaan swafoto (selfie) oleh warga kepada para kandidat. Selain itu, jika mengikuti pawai, kemungkinan saya akan kesulitan kembali ke lokasi acara karena faktor pengamanan oleh Paspampres.
Mencari titik terbaik
Acara inti yang saya incar adalah pelepasan burung secara bersama-sama oleh peserta pemilu. Namun, sejumlah momen penting dalam peristiwa ini juga patut diabadikan, seperti bertemunya capres-cawapres di lokasi acara, atraksi-atraksi unik peserta pawai, serta keriuhan warga. Saya yakin foto-foto dalam peristiwa ini akan sering digunakan sebagai ilustrasi tulisan terkait pemilu.
Saat pawai masih berlangsung di Jalan Medan Merdeka Barat, saya memutuskan kembali ke lokasi acara deklarasi. Sambil membayangkan jalannya acara, saya mempersiapkan diri untuk memotret puncak acara tersebut.
Panggung untuk wartawan ditempatkan di hadapan panggung deklarasi, tetapi agak serong ke kanan. Dengan kondisi demikian, saya mencari posisi paling pinggir kanan dan melihat peluang di belakang kamerawan dokumentasi acara.
Lewat sedikit ngobrol pendekatan, saya akhirnya bisa mendapatkan tempat untuk berdiri di belakangnya. Selama acara berlangsung, saya hanya mendapat ruang gerak selebar tubuh saya, sangat tidak leluasa sebenarnya. Namun, apa boleh buat. Itu titik strategis yang bisa saya peroleh.
Tidak lama, rombongan pawai berangsur kembali ke lokasi acara. Menjelang acara deklarasi, tempat di depan panggung dipenuhi simpatisan yang berbaur dengan wartawan. Bendera yang dibawa simpatisan menutup area bidik kami ke arah panggung. Untungnya, Paspampres dan protokoler Presiden bisa menggeser mereka sedikit ke kiri panggung. Aman sudah....
Selama acara berlangsung, saya hanya mendapat ruang gerak selebar tubuh saya, sangat tidak leluasa sebenarnya.
Dari rangkaian acara itu, pelepasan burung menjadi acara paling utama. Foto para penyelenggara pemilu, partai politik, calon anggota legislatif, dan pasangan capres-cawapres melepaskan burung dara saya yakini memiliki daya tarik tersendiri untuk ”dijual” di halaman 1. Burung dara menjadi simbol perdamaian.
Benar saja, dari sekian banyak gambar yang saya kirimkan, foto pelepasan burunglah yang terpilih untuk dipasang di halaman 1 harian Kompas keesokan harinya, Senin (24/9/2018). Foto itu tampil menyertai berita berjudul ”Kampanye Damai Jadi Pendidikan Politik”.
Menjelang akhir 2018, saya mengirimkan foto kampanye damai itu untuk mengikuti ajang Anugerah Jurnalistik Adinegoro yang diselenggarakan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Kebetulan sekali tema yang ditetapkan saat itu adalah ”Masyarakat Pers Mengawal Pemilu yang Demokrat dan Bermartabat”.
Pertengahan Januari 2019, saya mendapat berita gembira karena PWI menetapkan foto saya sebagai salah satu peraih Anugerah Adinegoro. Dalam siaran persnya, juri memilih foto saya sebagai pemenang karena dinilai netral, obyektif, dan mampu menghadirkan komposisi ”damai” melalui sasaran bidik kamera yang tepat. Anugerah ini diserahkan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional yang dihadiri Presiden Joko Widodo di Kota Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (9/2/2019).
Terima kasih PWI atas apresiasinya. Tentunya penghargaan ini menjadi ”beban” tambahan agar ke depan saya dapat menghasilkan karya jurnalistik yang lebih baik. Semoga penghargaan ini juga memicu rekan-rekan wartawan lain dalam berkarya.