Warga terdampak banjir bandang di Perumahan Jati Endah Regency, Desa Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, khawatir terjadi banjir bandang susulan. Petugas mengerahkan alat berat untuk menutup tanggul tersebut untuk meminimalisir hal itu.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
SOREANG, KOMPAS – Warga terdampak banjir bandang di Perumahan Jati Endah Regency, Desa Jatiendah, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, khawatir terjadi banjir bandang susulan. Petugas mengerahkan alat berat untuk menutup tanggul tersebut untuk meminimalisir hal itu.
Komandan Kompi Bantuan Batalyon Zeni Tempur 9 Kostrad Kapten Amito Surya, Minggu (10/2/2019), menyebut, sebanyak 100 personel disiagakan memperbaiki tanggul jebol. Selain itu, dua alat berat didatangkan untuk memecah material besar sehingga saluran kembali mengalir normal.
“Kami akan bersiaga sekitar dua sampai tiga hari. Fokus utama untuk membersihkan material dan membendung saluran sehingga kemungkinan banjir tidak terjadi kembali,” tuturnya. Selain milik TNI, Balai Besar Wilayah Sungai Citarum pun menurunkan satu alat berat untuk membersihkan jalan dari sisa material dan lumpur yang menimbun jalanan perumahan.
Banjir yang terjadi Sabtu malam menelan tiga korban jiwa. Mereka yakni Ny Firdasari (35), Nuraini (25) dan bayi berumur 17 bulan bernama Rauvan. Banjir juga merusak rumah beserta kendaraan. Hingga sore, warga masih membersihkan lumpur yang menutupi rumah dan mencari barang-barang yang bisa diselamatkan.
Yudi (46), warga Jati Endah Regency tampak membersihkan lumpur di pekarangan rumahnya. Beberapa perabotan seperti sofa, lemari, dan pakaian dalam keadaan basah dan berlumpur diangkut keluar rumah untuk dibersihkan. Ia dibantu beberapa warga karena lumpur setinggi lebih dari mata kaki dan menutupi jalan di depan rumahnya.
“Saya belum menghitung kerugiannya. Namun, yang penting anak dan istri selamat. Saat kejadian saya sedang tidak ada di rumah. Jam 22.00, istri saya menelepon dan panik, bilang rumah kebanjiran. Saya baru tiba di rumah sekitar jam 23.30, waktu itu bagian belakang rumah sudah ambruk. Untungnya anak istri sudah di tempat aman,” ujarnya.
Sepertiga rumah Yudi ambruk akibat terjangan air yang terjadi saat hujan deras melanda daerah tersebut lebih dari dua jam. Ia beserta keluarga juga tidak berani tinggal di rumah yang telah dibeli kurang lebih tujuh tahun yang lalu ini. Namun, Yudi masih belum terpikir untuk pindah karena membutuhkan proses yang panjang.
“Istri saya trauma, tidak mau ke rumah ini lagi. Keluarga besar mendorong kami untuk pindah, tetapi tidak semudah itu. Kalau renovasi, biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit dan pasti berbahaya karena tanah pondasi sudah mulai terkeruk. Kami sekarang hanya bisa tinggal di rumah keluarga,” katanya.
Tono (25) yang tinggal tidak jauh dari jebolan juga membersihkan rumahnya yang terkena lumpur. Ia khawatir terjadi banjir susulan, namun tetap tinggal di rumah karena kendaraan yang dimiliki masih terjebak lumpur.
Dari dinding luar rumah Tono terlihat bekas genangan lumpur lebih kurang setengah meter. Namun, di dalam rumahnya genangan lumpur hanya setinggi mata kaki.
“Waktu kejadian, saya sedang bersiap untuk tidur. Sekitar jam 22.00, terdengar suara gemuruh, tidak sampai sepuluh menit, jalan sudah seperti sungai besar, tinggi air sepaha. Kami langsung menutup dan mengganjal pintu dengan perabotan, lalu lari ke rumah tetangga di lantai dua. Tiga sepeda motor dan satu mobil dibiarkan saja tenggelam, kami pasrah,” ujarnya.