JAKARTA, KOMPAS - Aliansi Jurnalis Independen menerima salinan Keputusan Presiden pembatalan remisi I Nyoman Susrama, terpidana pembunuh wartawan Radar Bali Anak Agung Gde Narendra Prabangsa dari Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Senin (11/2/2019).
Pembatalan remisi tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pembatalan Pemberian Remisi Berupa Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara. Keppres tersebut ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 8 Februari 2019.
“AJI mengapresiasi keputusan ini, setidaknya keppres ini mengobati rasa keadilan. Sebab, pemberian remisi sama saja menciptakan preseden buruk bagi kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Ketua AJI Abdul Manan.
AJI mengapresiasi keputusan ini, setidaknya keppres ini mengobati rasa keadilan.
Terungkapnya otak pembunuhan Prabangsa hingga ke pengadilan ibarat oase di tengah gelapnya pengusutan kasus pembunuhan jurnalis yang lain hingga saat ini. Masih banyak deretan kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia yang belum terungkap hingga sekarang.
“Keppres pembatalan remisi ini hendaknya direfleksikan lebih jauh, yaitu negara berkomitmen untuk tidak lagi mengabaikan kasus kekerasan terhadap pers serta pembunuhan jurnalis,” ujar Abdul Manan.
10 tahun pembunuhan prabangsa
Senin, tanggal 11 Februari, tepat 10 tahun tragedi pembunuhan Prabangsa. Pada tanggal yang sama, 10 tahun lalu, jurnalis Radar Bali tersebut dijemput, dianiaya, dimasukkan ke dalam karung lalu dibuang ke laut oleh para pelaku. Berdasarkan fakta persidangan, Prabangsa dianiaya terlebih dulu di rumah Susrama dengan dipukuli menggunakan balok kayu.
Pada saat eksekusi, Susrama juga terbukti ikut memukul korban dengan balok kayu. Dalam keadaan sekarat, Prabangsa dibuang di Teluk Bungsil, Perairan Padang Bai, Karangasem.
Pada Mei 2009, polisi menetapkan enam tersangka pembunuh Prabangsa, meliputi: Komang Gede, Nyoman Rencana, I Komang Gede Wardana, Dewa Sumbawa, Endy, serta Susrama selaku dalang pembunuhan.
Pengungkapan kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali Prabangsa 2010 menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Sebelumnya tidak pernah ada kasus pembunuhan jurnalis yang berhasil diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.
Pengungkapan kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali Prabangsa 2010 menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.
Ketua Bidang Advokasi AJI Sasmito mengatakan, masih ada delapan kasus pembunuhan jurnalis lainnya yang belum berhasil diungkap, antara lain pembunuhan Fuad M Syarifuddin (Udin) wartawan harian Bernas Yogyakarta (1996), pembunuhan Harliyanto wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006, kematian Ardiansyah Matrais wartawan tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alrets Mirulewan wartawan tabloid mingguan Pelangi di Pulau Kisar dan Maluku Barat Daya (2010).