JAKARTA, KOMPAS — Penggabungan penyelenggaraan pemilihan presiden-wakil presiden dengan pemilihan anggota legislatif dalam Pemilihan Umum 2019 membuat konsentrasi partai terbelah. Situasi ini mengharuskan partai politik bekerja keras agar mampu memenangi dua penyelenggaraan tersebut secara bersamaan.
Calon anggota legislatif (caleg) DPR dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sekaligus Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Mardani Ali Sera menyampaikan, pemilu serentak membuat mesin partai bekerja lebih keras karena harus membagi kinerja dalam memenangkan caleg dan capres-cawapres sekaligus.
Oleh karena itu, kata Mardani, kerja-kerja politik dibagi antara mesin partai politik dan sukarelawan pendukung capres-cawapres nomor urut 02 tersebut. ”Mesin partai masih bekerja secara umum, tetapi memang kami bagi antara pemenangan caleg dan capres dengan sukarelawan,” kata Mardani seusai rilis survei Charta Politika di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Adapun tim sukses Jokowi-Ma’ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga memiliki direktorat sukarelawan untuk mendata dan mengoordinasikan sukarelawan yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia. Sampai Desember 2018, sukarelawan Jokowi- Ma’ruf tercatat ada 1.827 kelompok. Sementara Prabowo-Sandiaga memiliki 1.386 kelompok sukarelawan.
Para sukarelawan ini umumnya diberdayakan untuk menggalang suara melalui kampanye tatap muka atau pendekatan dari pintu ke pintu. Mereka tidak hanya diterjunkan di wilayah yang menjadi basis suara capres-cawapres yang didukung, tetapi bahkan di wilayah basis suara lawan (Kompas, 11/2/2019).
Di sisi lain, caleg DPR dari PDI-P, Charles Honoris, mengatakan, selain memenangkan diri sendiri, fenomena pemilu serentak membuat para caleg turut andil dalam memenangkan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, yang diusung oleh PDI-P.
”Kalau di PDI-P, khususnya caleg di dapil dua Jakarta, kami ikut menyosialisasikan capres-cawapres dengan menyisipkan gambar Presiden Joko Widodo di spanduk atau alat peraga kampanye lainnya,” kata Charles yang juga hadir dalam acara tersebut.
Utamakan pilpres
Berdasarkan survei Charta Politika, seluruh masyarakat di daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta lebih mengutamakan pencoblosan kertas suara pilpres daripada kertas suara pileg.
Untuk dapil satu (Jakarta Timur), misalnya, terdapat 65,2 persen responden yang akan mencoblos kertas suara pilpres terlebih dulu, sementara di dapil dua (Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan luar negeri) 79,4 persen responden dan di dapil tiga (Kepulauan Seribu, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat) mencapai 75,1 persen responden.
”Euforia pemilu mendatang terfokus pada pemilihan presiden dan wakil presiden sehingga masyarakat sulit menentukan pilihan pada sosok caleg,” kata Direktur Riset Charta Politica Muslimin.
Muslimin mengatakan, pemilu serentak kali ini membuat tiap caleg harus bekerja keras dalam meningkatkan popularitas di masyarakat. Sebab, tak dapat dimungkiri, para pemilih hanya akan mencoblos kertas suara capres-cawapres pada Pemilu 2019.
Menurut Charles, suara pada pemilihan umum legislatif (pileg) tahun ini tidak akan sebanyak pada pileg 2014. ”Karena, fokus utama pemilih saat ini lebih banyak untuk memilih presiden sehingga bisa saja ketika publik datang ke tempat pemungutan suara hanya mencoblos kertas suara capres-cawapres, dan lainnya tidak dipilih,” ujarnya.
Mardani beranggapan, daya magnet pilpres mendatang harus dimaknai sebagai kesempatan bagi partai untuk meningkatkan elektabilitas. Oleh karena itu, kata Mardani, pihaknya memiliki slogan ”Menangkan Presidennya, Rebut Parlemennya”. (DIONISIO DAMARA)