Mantra Sihir Solskjaer
Hanya dalam dua bulan, Ole Gunnar Solskjaer menyulap Manchester United dari tim labil menjadi tim menakutkan. Rotasi pemain menjadi salah satu mantra ajaibnya di skuad ”Setan Merah”.
Manchester United adalah tim pemuncak klasemen, seandainya Liga Inggris musim ini dimulai akhir Desember lalu. Jadi, bukan Liverpool ataupun Manchester City. Itu karena performa skuad Setan Merah semakin menjanjikan di bawah asuhan Ole Gunnar Solskjaer, manajer yang piawai mengangkat psikologis pemain.
Kemenangan 3-0 atas Fulham, Sabtu (9/2/2019), menegaskan pencapaian istimewa MU bersama Solskjaer. Itu adalah kemenangan kedelapan MU di sembilan laga Liga Inggris sejak diasuh Solksjaer, 19 Desember lalu.
Jumlah kemenangan itu melampaui koleksi MU di era eks manajernya, Jose Mourinho. Koleksi poin Solskjaer itu, yaitu 25, bahkan melampaui milik Liverpool dan City di awal musim ini.
Sebelum diambil alih Solksjaer, MU hanya bisa tujuh kali menang dari total 17 laga. Lima kekalahan mereka derita, termasuk dari tim semenjana, Brighton & Hove Albion. MU pun seperti kehilangan jati diri dan motivasi sehingga sempat terjatuh ke peringkat ke-13 di Liga Inggris. MU tertinggal 11 poin dari zona empat besar. Jangankan gelar juara, finis keempat pun bak ilusi.
Dua bulan berselang, angan-angan itu menjadi kenyataan. MU naik ke posisi empat besar berkat kemenangan telak atas Fulham. Mereka berpeluang mempertahankan posisi itu hingga setidaknya pekan depan jika Chelsea dikalahkan Manchester City, Senin dini hari tadi.
”Posisi keempat dan ketiga sempat terlihat sangat jauh (Desember) lalu. Namun, kami kini ada di sini (empat besar). Kami telah melakukan pekerjaan sulit. Namun, bagi MU, tiada hal yang mustahil. Kami ingin menjaga momentum ini sampai liga berakhir,” ujar Juan Mata, pemain MU, kepada Manchester Evening News.
Sekilas, pencapaian MU itu ibarat sulap. Selisih 11 poin mereka pangkas hanya dalam kurun dua bulan. Tak hanya itu, belum sekalipun Setan Merah dipaksa menyerah di 11 laga sejak diasuh Solskjaer. Kisah kebangkitan MU ini hanya bisa dilampaui ”dongeng” Leicester City ketika menjuarai Liga Inggris musim 2015-2016.
Bersama Solskjaer, MU ibarat makhluk berbeda. Mereka mampu mengatasi situasi sulit, termasuk ketika tampil di Craven Cottage, markas Fulham.
Angin musim dingin yang kencang serta rumput yang tinggi kerap mengusir keberanian dan kelincahan tim-tim tamu. Itu antara lain dialami Southampton dan Brighton yang terkapar di sana. Tim besar seperti Arsenal pun pernah tersungkur di stadion itu.
Kekhawatiran itu sempat mendekati kenyataan pada 13 menit awal laga di Craven. Skema permainan MU tidak berjalan, sementara pertahanannya kurang meyakinkan.
MU sempat tertekan oleh Fulham yang diasuh manajer pencipta ”dongeng juara” Leicester tiga musim silam, Claudio Ranieri. Akan tetapi, kekikukan itu tak berlangsung lama. MU kembali dominan dan percaya diri sejak terciptanya gol pertama mereka oleh Paul Pogba di menit ke-14.
Keistimewaan rotasi
Kemenangan 3-0 itu bisa dikatakan tidak istimewa. Maklum, lawannya adalah tim peringkat ke-19 alias penghuni zona degradasi. Namun, tampil sama bagusnya dengan separuh atau enam pemain rotasi adalah sesuatu yang tidak biasa.
Rotasi itu terbukti gagal dilakukan banyak tim mapan. Liverpool, misalnya, pincang serta ditahan lawan-lawannya ketika bek kiri andalan, Trent Alexander-Arnold, absen. Adapun Chelsea tak bertaji tanpa bintangnya, Eden Hazard.
Kepiawaian dalam merotasi pemain adalah kemampuan langka yang dimiliki manajer, seperti Solskjaer. Bakat serupa diwarisinya dari mentornya, Sir Alex Ferguson.
Di klub besar, status antara pemain inti dan cadangan bak jurang pembeda. Namun, itu tidak terjadi di MU saat ini. Solskjaer, yang pernah menjadi langganan skuad cadangan di MU pada era Ferguson, paham betul mengangkat psikologis para pemain, khususnya pelapis.
Setiap pemain, mulai dari Pogba, langganan pembuat gol, hingga bek Phil Jones yang jarang tampil, sama-sama bermain ngotot karena merasa dipercaya tanpa ada perbedaan.
Tidak ada satu pemain yang merasa lebih penting dari lainnya karena bagi Solskjaer MU adalah tim kolektif, bukan barisan bintang. Filosofi itu membuat ikatan staf dan pemain di MU kini lebih kohesif.
Di sisi lain, rotasi pemain itu membuat MU konstan tampil bertenaga dan agresif di tiap laga yang dijalaninya. ”Akan terlalu berisiko memainkan 11 pemain yang sama di setiap laga.
Kami butuh setiap orang berkontribusi ke tim. Anda harus memercayai pemain, seperti yang saya dapat ketika masih bermain dulu,” tutur Solskjaer.
Kinerja bagus Solskjaer itu membuatnya kian dekat dengan tawaran jabatan manajer permanen MU. Avram Glazer, salah satu pemilik MU, terlihat puas ketika menyaksikan langsung penampilan Setan Merah di Craven. Kontrak manajer tetap akan disodorkan ke Solskjaer jika MU juga tampil bagus di Liga Champions. (JON)