Pelanggan di Luar Batang Kesulitan Mendapatkan Pasokan Air
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berlangganan air perpipaan belum tentu menjadi solusi atas kebutuhan akan air bersih di Jakarta. Di Kampung Luar Batang di Kelurahan Penjaringan, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, sejumlah warga terus kesulitan mendapatkan air bersih meskipun tagihan datang setiap bulan.
”Kami membayar setiap bulan, tetapi air tidak ada. Nah, kalau kami tidak membayar, kami kena denda,” ucap Burang Muji, warga RT 007 RW 003 Kelurahan Penjaringan, Minggu (10/2/2019). Ia pernah membayar hingga Rp 300.000 karena denda menumpuk, dan setelah itu air ke rumahnya tersendat lagi.
Sekretaris Masjid Jami Keramat Luar Batang dan warga RT 004 RW 003 Kelurahan Penjaringan, Sulaemansyah, yang juga akrab dipanggil Herman, pernah menyampaikan keluhan dan dimuat di Kompas.id pada 13 Desember tahun lalu. Masalah tidak lancarnya air perpipaan dialami sekitar 500 keluarga di empat RT pada RW 003, yaitu di RT 003, 004, 005, dan 007.
Waktu itu, Lydia Astriningworo, Corporate Communications and Social Responsibility Division Head PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), mengatakan, suplai air Palyja untuk wilayah Luar Batang dan sekitarnya untuk sementara terganggu sehingga air tidak mengalir normal. ”Saat ini, tim Palyja sedang melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab gangguan ini,” ujar dia dalam keterangan pada Kamis (13/12/2018).
Lydia menambahkan, Palyja meminta maaf atas gangguan di wilayah RW 03 Kelurahan Penjaringan. Pihaknya tetap berupaya memberikan pelayanan terbaik dan senantiasa melakukan perbaikan.
Palyja merupakan mitra swasta dari Perusahaan Daerah Air Minum Jakarta, PAM Jaya, dengan hak eksklusif memproduksi dan mendistribusikan air bersih ke Jakarta di sisi barat Kali Ciliwung, termasuk ke Penjaringan.
Menurut Sulaemansyah, setelah pemuatan berita itu, beberapa hari kemudian air mengalir, tetapi hanya selama satu hari. Air lalu tidak lancar lagi hingga sekarang. ”Setengah bulan ini, air sama sekali tidak mengalir,” ujarnya.
Air tak memadai
Ia pernah meminta Palyja agar menambah tekanan pada suplai air untuk area sekitar Luar Batang. Namun, alasan yang diterima dia, perusahaan tidak bisa menambah tekanan karena adanya kebocoran pipa air. Ia memperingatkan Palyja untuk segera memperbaiki layanan sebelum warga beramai-ramai mendatangi kantor Palyja.
Selain pada rumah warga, ketidaklancaran aliran air perpipaan juga terjadi pada Masjid Jami Keramat Luar Batang. Sulaemansyah mengatakan, jumlah jemaat rata-rata 2.000 orang per hari, kecuali pada Kamis dan Minggu yang bisa mencapai 5.000 orang atau lebih per hari.
Di saat puncak arus kunjungan seperti itu, pengurus masjid biasanya memesan air langsung dari Bogor agar memenuhi kebutuhan akan air bagi jemaat. Dalam sehari, 8-10 truk tangki yang masing-masing berkapasitas sekitar 8.000 liter datang pada hari Kamis dan Minggu.
Saat meninjau area yang kesulitan air di RT 007 RW 003 pada hari Minggu, warga beramai-ramai keluar rumah, meminta keluhan mereka disampaikan. Sebagian bertanya kepada Sulaemansyah, kapan air akan mengalir. Sebab, air tidak kunjung keluar dari keran, warga terpaksa membeli air berbekal gerobak dan jeriken.
Hal itu juga dialami Barung. Pedagang ikan di Muara Baru itu dalam sehari membeli air dua gerobak dari sebuah rumah di RT 002 RW 002 Penjaringan. Setiap gerobak terdiri atas delapan jeriken, setiap jeriken berkapasitas 40 liter. Ia membayar Rp 10.000 per gerobak air ditambah harus mendorong sendiri gerobak ke rumahnya, kemudian mengembalikan gerobak itu ke tempat penjual air.
Warga RT 007 RW 003 lainnya, Suhendra (40), sedikit tersengal-sengal dan mukanya berkeringat setelah mendorong gerobak dari tempat penjualan air yang sama. Ia menempuh jarak sekitar 100 meter. ”Air di sana kadang mati juga. Kalau sudah seperti itu, saya membeli air dari kampung sebelah, jaraknya mungkin 1 kilometer. Dorong gerobak juga,” ucapnya.
Suhendra tinggal bersama delapan anggota keluarga lain, di antaranya ayah, ibu, istri, anak-anak, dan adiknya. Dalam sehari, mereka mengonsumsi empat gerobak air atau 1.280 liter air sehingga mengeluarkan biaya Rp 40.000 per hari.
Teknisi itu lantas menunjukkan informasi tagihan air Palyja. Dari dokumen itu, Suhendra diketahui merupakan pelanggan kelompok 3A dengan golongan tarif 2A2. Jika ia dan keluarga mengonsumsi 20 meter kubik air atau lebih dalam sebulan, mereka dikenai tarif Rp 5.500 per meter kubik.
Dengan konsumsi 1.280 liter per hari, mereka menggunakan air sebanyak 38,4 meter kubik per bulan. Seandainya air perpipaan lancar mengalir setiap hari, mereka cukup membayar Rp 211.200 per bulan. Dengan membeli air ditambah mendorong gerobak sendiri, keluarga Suhendra mengeluarkan Rp 1,2 juta per bulan, membengkak lebih dari lima kali lipat dibandingkan yang seharusnya.
Sulaemansyah menambahkan, warga di area Luar Batang mulai berlangganan air perpipaan pada 1990-an saat air masih dikelola PAM Jaya. Waktu itu tidak banyak keluhan muncul terkait layanan. Bahkan, PAM Jaya pernah mendatangkan mobil tangki air bersih saat pasokan air ke sana terganggu.
Masalah banyak muncul saat swasta diberi hak memproduksi dan mendistribusikan air. Karena itu, menurut Sulaemansyah, tugas operator layanan air saat ini sebaiknya dikerjakan lagi oleh PAM Jaya.
Menanggapi persoalan saat ini, Lydia Astriningworo berjanji mengecek kelanjutan penanganan masalah ini.