Pemerintah Provinsi DKI Genjot Pertanian Perkotaan
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta semakin menggalakkan sistem pertanian perkotaan di tengah masyarakat Ibu Kota. Setidaknya, 150 gang hijau baru akan dibentuk pada 2019. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ketahanan pangan serta menurunkan ketergantungan bahan pangan dari luar Jakarta.
Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2016, persentase penyusutan lahan sawah di DKI Jakarta dari 2003-2016 sebesar 76 persen. Faktor utama yang menyebabkan kondisi tersebut karena alih fungsi lahan persawahan menjadi permukiman, perkantoran, serta pusat perbelanjaan. Akibatnya, sejak 2010-2015, produksi padi di Jakarta menurun 43 persen.
”Produksi hasil pertanian di Jakarta saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya. Untuk itu, di tengah ketersediaan lahan yang semakin menyusut, kami terus dorong perwujudan kemandirian pangan di Jakarta melalui program pertanian perkotaan,” ujar Kepala Bidang Pertanian Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta Diah Meidianti di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Dalam Desain Besar Pertanian Perkotaan DKI Jakarta 2018-2030, ada tiga hal yang ditargetkan pada 2030. Hal itu adalah pencapaian 30 persen ruang terbuka hijau produktif; peningkatan 30 persen produksi pertanian, peternakan, dan perikanan; serta sertifikasi 1.000 produk olahan pertanian, peternakan, dan perikanan.
Pemerintah Provinsi DKI telah menggiatkan program pertanian perkotaan atau urban farming sejak 2016. Kegiatan ini adalah menanam dan memelihara berbagai jenis tanaman yang bisa dibudidayakan, seperti sayuran hidroponik, buah-buahan dalam pot, dan jenis tanaman obat keluarga. Adapun ruang pertanian perkotaan yang disasar adalah rumah susun, lahan kosong, sekolah, ruang publik terbuka, dan gang perkampungan.
Setidaknya ada 150 gang baru di perkampungan yang akan menjadi gang hijau atau gang untuk bercocok tanam pada 2019. Sebelumnya, pada 2018 juga ada 150 gang hijau baru yang dibentuk.
”Di gang hijau ini, kami akan fasilitasi berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan, mulai dari rak hidroponik, selang air, bibit tanaman, hingga perlengkapan lainnya. Bantuan ini diberikan selama dua tahun dan diharapkan setelah itu masyarakat sudah bisa mandiri,” katanya.
Diah mengatakan, pemerintah provinsi telah memerintahkan suku dinas di wilayah masing-masing untuk turut bertanggung jawab akan program ini. Pemerintah provinsi telah menganggarkan sekitar Rp 1 miliar pada 2019 untuk program pertanian perkotaan. Jumlah ini belum termasuk anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah wilayah, sebesar Rp 1 miliar-Rp 2 miliar.
Adian Sudiana (49), Ketua Kelompok Tani Daun Hijau di RT 010, RW 003, Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, menyampaikan, kegiatan pertanian perkotaan menjadi salah satu cara untuk membuat kondisi lingkungannya menjadi lebih asri dan produktif. ”Saat ini kami sudah menanam berbagai macam sayur dan buah di gang depan rumah kami. Ada sayur pakcoy, bawang merah, berbagai tanaman obat keluarga, dan juga ada buah anggur,” ucapnya.
Kelompok tani yang dibinanya sekarang sudah beranggotakan sekitar 10 orang. Belum lagi, ditambah 15 perempuan yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Daun Hijau.
Ia menyampaikan, sistem pertanian perkotaan ini cukup menjanjikan bagi warga Ibu Kota. Hampir setiap minggu kelompok tani ini bisa memanen hasil tanaman mereka. Jika panen raya, seperti panen anggur, mereka bisa menghasilkan sekitar Rp 2.500.000 setiap satu kali panen.
”Selain menguntungkan, kegiatan ini juga bisa membantu kita memenuhi kebutuhan pangan keluarga. Tidak perlu membelinya. Kami juga bisa semakin menggalakkan kerukunan antarwarga,” ujar Adian yang juga Wakil Ketua Komunitas Pertanian Perkotaan DKI Jakarta.