Penyuap Wali Kota Pasuruan Dituntut 2 Tahun Penjara
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Muhammad Baqir, terdakwa penyuap Wali Kota Pasuruan Setiyono, dituntut pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan. Jaksa menolak permohonan terdakwa sebagai justice collaborator karena dianggap sebagai pelaku utama dalam perkara suap tersebut.
”Menyatakan terdakwa terbukti pada dakwaan kedua, melanggar Pasal 5 Ayat 1 Huruf B Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujar jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Amir Nurdianto, Senin (11/2/2019).
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan yang berlangsung di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai I Wayan Sosiawan.
Dalam materi tuntutannya, jaksa KPK menyatakan, Muhammad Baqir merupakan pemilik perusahaan pemenang tender proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (KUKM) pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Pasuruan dengan pagu anggaran Rp 2,297 miliar.
Terdakwa Baqir adalah anak dari Haji Mudlor, pemilik CV Mahadir, pemenang tender proyek pembangunan PLUT. Berdasarkan fakta persidangan, Baqir dinilai terbukti memberikan uang Rp 115 juta atau 5 persen dari total nilai proyek kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono.
Amir Nurdianto menambahkan, kasus suap ini merupakan hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan penyidik KPK pada Oktober 2018. Selain Baqir, penyidik juga menangkap Wali Kota Pasuruan Setiyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pasuruan Mohammad Agus Fadjar, serta Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Kota Pasuruan Dwi Fitri Nur Cahyo.
Dalam materi dakwaannya, KPK mengatakan, sebagai Wali Kota Pasuruan, Setiyono meminta Agus bersama Dwi mengatur pemenang lelang dari setiap paket pekerjaan di pemerintah daerah. Permintaan itu dipenuhi dengan merealisasikan penyusunan daftar paket pekerjaan, satuan kerja yang membidangi, pagu anggaran, hingga perusahaan calon pemenang lelang atau diistilahkan sebagai pengantin.
Setiyono kemudian menambahkan mengenai komitmen pemberian uang (fee) yang harus dipenuhi oleh pemenang lelang sebesar 5 persen untuk pekerjaan pembangunan gedung dan 7 persen untuk pembangunan pelengsengan atau saluran air. Adapun perusahaan pemenang lelang ditentukan Setiyono yang dibantu adik kandungnya, Edy Trisulo.
Menanggapi tuntutan jaksa, kuasa hukum terdakwa Suryono Pane mengatakan pihaknya keberatan. Oleh karena itu, dia akan segera menyusun materi eksepsi atau nota pembelaan. Alasannya, ada materi tuntutan yang tidak sesuai fakta persidangan. Contohnya, terdakwa bukan pelaku utama.
”Proyek pembangunan PLUT UMKM semula direncanakan untuk dimenangi oleh Wongso Kusumo, pemilik CV Sinar Perdana. Namun, karena perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis, lelang dinyatakan gagal,” kata Suryono Pane.
Proyek pembangunan PLUT UMKM semula direncanakan untuk dimenangi oleh Wongso Kusumo, pemilik CV Sinar Perdana. Namun, karena perusahaan itu tidak memenuhi persyaratan teknis, lelang dinyatakan gagal.
Setelah lelang gagal, terdakwa Baqir selaku pemilik CV Mahadir diminta menjadi peserta lelang karena perusahaannya dinilai mampu memenuhi semua persyaratan administratif ataupun persyaratan teknis. Selanjutnya, Baqir diminta memberikan fee kepada Wali Kota Setiyono sebesar 5 persen dari nilai proyek.
Segera dilimpahkan
Sementara itu, berkas penyidikan dengan terdakwa Wali Kota Pasuruan Setiyono, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pasuruan Mohammad Agus Fadjar, serta Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Kota Pasuruan Dwi Fitri Nur Cahyo telah selesai dan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
”Paling lambat pekan depan berkas perkara sudah dilimpahkan bersama ketiga terdakwa. Berkas perkara untuk Setiyono akan dipisahkan dari berkas perkara Dwi dan Agus. Namun, jadwal sidangnya diharapkan bisa bersamaan mengingat saksi yang akan dihadirkan sama,” tutur Jaksa KPK Amir Nurdianto.