BEKASI, KOMPAS — Tawuran kembali merenggut nyawa seorang remaja di Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (10/2/2019) dini hari. Perkelahian berkelompok itu disulut tantangan di media sosial.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Eka Mulyana di Bekasi, Senin (11/2/2019), mengatakan, tawuran tersebut melibatkan dua kelompok remaja dari Kecamatan Bekasi Utara dan Medan Satria. Mereka mengidentifikasi diri sebagai gangster dengan memublikasikan identitas pada akun media sosial Instagram bernama omkaliallstar_2k18 dan kampungbayur_allstar. Kedua kelompok itu pun saling tantang untuk berkelahi melalui media sosial.
”Mereka kemudian menyepakati lokasi tawuran di Jembatan Rawa Bambu, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara,” kata Eka. Di tepi sungai itu, tawuran yang melibatkan 15 orang dari setiap kelompok berlangsung. Mereka saling serang dengan senjata tajam yang dibawa masing-masing.
Perkelahian yang berlangsung beberapa menit itu melukai sejumlah orang. Salah satunya Ali Sadikin (17) dari kelompok kampungbayur_allstar. Ia dipukuli dan menderita luka bacok di sekujur tubuh. Polisi menemukan Ali tersungkur di jalan, sementara seluruh anggota kelompok sudah tidak ada.
”Setelah perkelahian itu, Ali kami bawa ke Rumah Sakit Ananda, Medan Satria, tetapi tidak bisa diselamatkan,” ujar Eka.
Ia menambahkan, berselang 10 jam dari tawuran, enam pembunuh Ali ditangkap. Mereka adalah anggota kelompok omkaliallstar_2k18, yaitu SR (16), IN (16), DF (18), MI (21), JP (15), dan RNF (15). ”Mereka kami tangkap di rumahnya masing-masing,” kata Eka.
Dari mereka diamankan sejumlah barang bukti, di antaranya tiga celurit, satu stik golf, dan bambu. Barang bukti lain adalah dua kantong pakaian dan satu sepeda motor.
Keenam remaja itu kini ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pengeroyokan. Mereka disangkakan Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun. Namun, polisi memiliki pertimbangan khusus karena sebagian besar masih anak-anak atau berusia di bawah 18 tahun.
Eka menjelaskan, meski sebagian besar pelaku masih anak-anak, kelompok tawuran muncul berdasarkan wilayah tempat tinggal. Mereka tidak berkumpul karena berada dalam satu sekolah.
Mereka pun mengaku, tawuran sudah dua kali dilakukan. Mereka pun menggunakan metode yang sama, yaitu saling tantang, kemudian mengatur waktu pertemuan melalui akun media sosial Instagram. Oleh karena itu, patroli siber akan digiatkan.
Tersangka RFN mengaku sudah beberapa kali ikut serta dalam tawuran. ”Saya ikut karena diajak teman-teman tongkrongan,” katanya.
Tawuran yang menewaskan Ali menambah daftar perkelahian berujung maut di Kota Bekasi. Enam bulan sebelumnya, tawuran antara siswa SMK Pijar Alam dan SMK Karya Bahana Mandiri juga menewaskan satu siswa SMK Karya Bahana Mandiri (Kompas, 1/9/2019).
Penguatan keluarga
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Rusham mengatakan, secara psikologis remaja cenderung ingin menunjukkan eksistensi karena berada dalam fase pencarian identitas diri. Masa pencarian tersebut semestinya mendapatkan dukungan penuh dari keluarga agar ia tidak terjerumus pada bentuk-bentuk eksistensi yang kontraproduktif.
Tawuran berulang menunjukkan minimnya nilai-nilai antikekerasan yang melekat pada diri anak. Nilai sebenarnya bisa ditanamkan sejak dini melalui penguatan pendidikan keluarga. Akan tetapi, orangtua saat ini cenderung menyerahkan pendidikan anak di sekolah, sedangkan pendidikan di sekolah tidak bisa menjamin penanaman nilai tersebut.
”Selain itu, ruang untuk menyalurkan kreativitas anak juga kurang,” kata Rusham.
Menurut dia, ruang publik yang ada di Kota Bekasi semakin menyempit dari waktu ke waktu. Anak tidak memiliki tempat untuk menyalurkan minat dan bakat sehingga kerap terjerumus pada perkelahian. Oleh karena itu, ia mendorong Pemerintah Kota Bekasi dan pihak sekolah untuk mengoptimalkan pembangunan ruang publik dan menyelenggarakan berbagai kegiatan yang mewadahi kreativitas anak.
Wakil Kepala Polrestro Bekasi juga mengimbau agar orangtua meningkatkan perhatiannya kepada anak. Tidak hanya pada pendidikan, tetapi juga ihwal penggunaan gawai.
Sementara itu, kepolisian juga terus berupaya untuk mencegah kekerasan di tengah masyarakat. Sejak tawuran yang menewaskan siswa SMK Karya Bahana Mandiri, Polres Metro Bekasi Kota mengadakan program penanaman nilai antikekerasan di sekolah. Kegiatan yang menghadirkan polisi untuk memberikan materi di sekolah-sekolah itu masih berlangsung sampai sekarang.
”Di lingkungan masyarakat, kami juga mengadakan kongko bersama warga. Salah satu pembahasannya adalah soal antikekerasan,” ujar Eka.