Seorang Terduga Teroris Ditangkap Saat Hendak ke Suriah
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI menangkap tersangka terorisme atas nama HK alias Wahyu Nugroho alias Uceng. HK ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, pada 3 Januari, ketika hendak berangkat ke Iran dan selanjutnya menuju Suriah.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, pengungkapan operasi penangkapan HK dilakukan setelah satu bulan ia ditangkap karena tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri baru merampungkan proses pengumpulan alat bukti. HK yang merupakan residivis perkara terorisme ini sebelumnya dua kali diproses hukum karena perkara terorisme.
HK merupakan sosok penting dalam jaringan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah.
Terkait penangkapan ketiga itu, Dedi mengungkapkan, HK merupakan sosok penting dalam jaringan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Ia memiliki kontak dengan salah satu tokoh NIIS di Suriah, yaitu Abu Walid. Bahkan, Abu Walid pula yang menyuruh dan memberikan uang sekitar Rp 30 juta kepada dirinya untuk bekalnya menuju Suriah pada awal 2019.
”Selain untuk kepengurusan dokumen keberangkatan ke Suriah, uang itu juga diberikan ke sel-sel tidur NIIS di Indonesia untuk melakukan aksi teror,” kata Dedi, Senin (11/2/2019), di Jakarta.
Dedi memastikan, sejumlah sel NIIS yang didanai HK telah dipetakan dan masuk operasi pemantauan Densus 88 Antiteror Polri. Antisipasi aksi teror juga dilakukan Satuan Tugas Antiteror di seluruh kepolisian daerah.
Masa lalu
Sebelum terlibat dengan NIIS, HK juga telah bergabung dengan kelompok Jamaah Islamiyah pada awal tahun 2000-an. Keterlibatan HK dengan jaringan teroris di luar negeri tidak lepas dari rekam jejaknya yang pernah belajar di Arab Saudi dan Afghanistan, termasuk bergabung dengan kelompok Taliban.
”Dia (HK) sangat senior yang memiliki koneksi langsung ke luar negeri,” ujar Dedi.
Di Indonesia, HK terlibat dalam serangkaian aksi teror yang direncanakan oleh Noordin M Top dan Azahari Husin. Ia juga terlibat dalam sejumlah perencanaan dan aksi kelompok teroris di Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Yogyakarta.
Perlu ada evaluasi terhadap program deradikalisasi yang ditujukan untuk narapidana terorisme.
Pengamat terorisme Al Chaidar menilai, perlu ada evaluasi terhadap program deradikalisasi yang ditujukan untuk narapidana terorisme. Menurut dia, pendekatan ideologi yang dilakukan dengan memberikan pemahaman kebangsaan atau Pancasila kepada narapidana teroris tidak tepat.
”Pendekatan ideologis harus dilakukan bertahap. Mereka yang sudah radikal perlu diturunkan pemahaman keagamaannya menjadi fundamentalis, lalu diturunkan lagi menjadi moderat agar tidak lagi berkeinginan melakukan aksi teror,” papar Chaidar.
Pendekatan yang humanis melalui keluarga juga perlu dilakukan. Namun, Chaidar mengingatkan, pendekatan untuk membantu kehidupan keluarga terpidana teroris itu, terutama istri dan anak, tidak diumumkan kepada publik karena dapat membahayakan keselamatan mereka.