JAKARTA, KOMPAS — Pemilihan Umum 2019 yang untuk pertama kali menggabungkan penyelenggaraan pemilihan anggota legislatif dan pemilihan presiden berdampak pada lesunya ”mesin” sejumlah partai politik pendukung dalam memenangkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden. Di tengah situasi seperti itu, peran kelompok sukarelawan yang tersebar di sejumlah daerah menjadi tumpuan pemenangan.
Tim sukses Joko Widodo- Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno memiliki direktorat sukarelawan untuk mendata dan mengoordinasikan sukarelawan yang tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia. Sampai Desember 2018, sukarelawan Jokowi- Ma’ruf tercatat ada 1.827 kelompok, sedangkan Prabowo- Sandiaga memiliki 1.386 kelompok sukarelawan.
Para sukarelawan ini umumnya diberdayakan untuk menggalang suara melalui kampanye tatap muka atau pendekatan dari pintu ke pintu. Mereka tidak hanya diterjunkan di wilayah yang menjadi basis suara capres-cawapres yang didukung, tetapi bahkan di wilayah basis suara lawan.
Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Maman Imanulhaq, saat ditemui di Jakarta, Jumat (8/2/2019), mengatakan, di pemilu kali ini, mesin partai politik tidak bisa bergerak seoptimal pemilu sebelumnya untuk memenangkan paslon capres-cawapres.
Maman, yang merupakan politisi Partai Kebangkitan Bangsa dan maju di pemilihan anggota legislatif, mengakui, fokus partai terbelah karena harus mengurus pileg juga.
Mesin partai masih bergerak untuk mengampanyekan capres-cawapres. Namun, tidak lagi menjadi tumpuan utama penggalangan suara. ”Tantangannya sangat berat hari ini karena partai lebih fokus untuk kursi di legislatif. Di sinilah peran sukarelawan itu jadi penting,” kata Maman.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Eddy Soeparno. Menurut dia, dibandingkan dengan Pemilu 2014, peran dan fungsi sukarelawan pada pemilu serentak 2019 menjadi lebih besar dalam ajang pilpres. Sumber daya parpol kini cenderung disibukkan untuk pemenangan kadernya.
Sukarelawan, ujar Eddy, punya keunggulan di sisi fleksibilitas. Gerakan mereka tak perlu terikat oleh rantai keputusan yang panjang seperti di partai.
Lebih berperan
Efek positif gerakan sukarelawan diakui oleh setiap tim sukses. Dari hasil survei internal TKN, elektabilitas Jokowi-Ma’ruf di Banten disebut naik dari 35 persen ke 38 persen dalam dua minggu terakhir.
Banten selama ini merupakan wilayah basis suara Prabowo. ”Itu karena sukarelawan turun lebih masif di sana (dibandingkan caleg dan mesin partai koalisi),” kata Maman.
Koordinasi antara timses dan sukarelawan dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui grup Whatsapp. ”Kami memberi masukan, daerah mana yang belum terangkat elektoralnya, apa yang harus dilakukan, dan sebagainya,” ujarnya.
Rumah kerja sukarelawan juga dibangun di beberapa daerah untuk membangun basis konsolidasi antarsukarelawan.
Sulianto Rusli, Koordinator Relawan Bara Baja (Barisan Relawan Bhinneka Jaya) Jabodetabek, merasakan perbedaan kontribusi sukarelawan pada pemilu kali ini.
Sulianto, yang pada Pemilu 2014 menjadi sukarelawan Jokowi-Jusuf Kalla, menuturkan, saat Pemilu 2014, sukarelawan kerap diajak berkampanye bersama parpol pendukung Jokowi-Kalla.
Namun, kali ini, dari sembilan partai koalisi pendukung Jokowi-Ma’ruf, yang tampak bergerak hanya PDI-P, partai asal Jokowi. Mesin partai lain, ujarnya, tidak banyak terlihat.
Hampir tiap hari sukarelawan ditugaskan berinteraksi dengan warga di area penempatan. Jika ada caleg partai pendukung Jokowi-Ma’ruf yang meminta bantuan sukarelawan untuk pemenangan dirinya, sukarelawan Bara Baja menolak.
Ferry Mursyidan Baldan, Direktur Direktorat Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) mengatakan, BPN membentuk direktorat sukarelawan karena merasakan pentingnya menghimpun potensi masyarakat pendukung Prabowo–Sandi di luar struktur partai. Direktorat itu bertugas mengharmonisasikan gerakan sukarelawan dan gerakan struktur partai.
Ferry mengakui, terkadang ada masukan dari sukarelawan tentang struktur partai yang tidak bergerak memenangkan Prabowo-Sandi karena konsentrasi ke pileg.
Hal ini diharmonisasikan oleh Ferry dengan berkomunikasi kepada struktur partai. Kolaborasi caleg dan sukarelawan juga kerap terjadi. Biasanya sukarelawan akan membantu caleg, asal ada foto Prabowo-Sandi di spanduk caleg itu.
Panglima Relawan Roemah Djoeang Pius Lustrilanang mengatakan, Roemah Djoeang diminta Sandiaga Uno untuk membantu pemenangan Pilpres 2019.
Menurut Pius, mereka fokus pada perekrutan koordinator TPS. Target mereka menyiapkan sukarelawan pada 100.000 TPS hingga akhir Maret 2019. Pada Pemilu 2019, akan ada sekitar 800.000 TPS.
Roemah Djoeang awalnya kelompok sukarelawan yang mendukung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017. ”Ketika kami diminta membantu (pada) pilpres, otomatis Roemah Djoeang meluaskan jangkauannya hingga tingkat nasional,” ujar Pius.
Dilema sukarelawan
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, fenomena sukarelawan yang lebih diandalkan pada pemilu kali ini memunculkan pertanyaan terkait cara elite partai mengelola mesin partai. Penjaringan suara dari bawah seharusnya menjadi kerja partai, bukan sukarelawan.
Pelibatan sukarelawan, lanjut Firman, tidak sepenuhnya salah karena itu menunjukkan partisipasi politik di masyarakat. Namun, jika berlebihan, akan membahayakan kualitas demokrasi. Budaya transaksional tidak terhindarkan.
Sukarelawan yang merasa sudah berjuang akan sangat bergantung nasibnya pada koalisi partai setelah kandidat yang diusung terpilih.
”Klaim politik terutama menjelang praktik ’bagi-bagi hasil’ pada akhirnya bisa lebih dikuasai sukarelawan,” katanya.
Direktur Utama Surabaya Survey Center Mochtar W Oetomo mengatakan, pada pemilu serentak, sukarelawan yang membantu pemenangan caleg bisa saja beririsan dengan sukarelawan capres-cawapres, tergantung pada konteks daerah dan sifat kesukarelawanannya.
Kompleksitas yang dihadapi saat ini pun berpotensi membuat gerakan sukarelawan tidak semilitan saat pemilu sebelumnya. Mochtar menilai, deklarasi sukarelawan yang besar-besaran serta jumlah sukarelawan yang banyak di atas kertas bisa jadi hanya kamuflase politik untuk unjuk kekuatan dukungan massa setiap capres-cawapres.
Sementara pada kenyataannya, tidak semua sukarelawan bergerak intens di lapangan. (AGE/REK/EDN/E21/SAN/BOW)