Usut Tuntas Kasus Limbah Buperta dan Pulau Jukung
Limbah muncul dan mengotori kawasan Buperta Cibubur di Jakarta Timur dan di Pulau Jukung, Kepulauan Seribu. Diharapkan penanganan cepat dan tuntas, serta tidak berulang.
JAKARTA, KOMPAS -- Pengelola Bumi Perkemahan dan Graha Wisata Pramuka atau Buperta Cibubur, melaporkan dugaan pencemaran dari saluran air milik sejumlah sektor usaha yang mengotori hutan.
Kepala Buperta Cibubur Supriyadi, di Jakarta, Sabtu (9/2/2019), mengatakan, ada sejumlah restoran dan pusat perbelanjaan yang diduga saluran airnya mengarah ke saluran milik Buperta. Hal ini berdampak pada air di saluran warnanya menjadi hitam dan berbau.
Sabtu lalu terlihat ada kanal gorong-gorong yang menghubungkan saluran air di bawah Jalan Tol Cibubur dengan saluran milik Buperta. Dari jarak sekitar 20 meter dari muara kanal gorong-gorong, ada saluran tersumbat sampah.
Air berwarna hitam dan berbusa. Warso (48), petugas di Buperta, mengatakan, penyumbatan saluran itu sempat memicu genangan air di jalan setelah hujan beberapa hari lalu.
Supriyadi menduga, saluran itu tersumbat karena limbah dari restoran dan pusat perbelanjaan yang mengarah ke Buperta. Dugaan pencemaran ini tertuju pada beberapa pihak, yaitu pusat perbelanjaan milik PT Lippo Malls Indonesia, serta sebuah restoran cepat saji waralaba, di dekat Buperta.
Ia menginginkan saluran tersebut ditutup. Bila dibiarkan, saluran itu dapat mengarah ke sungai yang sedang dibuat di tengah hutan perkemahan.
"Saluran ini akan mengarah ke sungai buatan yang sedang digarap untuk keperluan pendidikan kepramukaan. Saya khawatir akan berdampak pada kegiatan anggota pramuka. Sempat ada pengunjung mengeluh gatal-gatal saat menggunakan air sungai." kata Supriyadi.
Supriyadi melaporkan hal ini ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta. Perwakilan DLH ke lokasi, Jumat (8/2).
Terlalu dini
Kepala Seksi Penanganan Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa DLH DKI Jakarta, Rusliyanto, mengatakan, dugaan Buperta terlalu dini dan perlu dibuktikan dengan pengambilan sampel limbah.
"Hal ini belum terbukti, karena penyumbatan saluran yang dimaksud Buperta juga dipengaruhi sampah dari dalam kawasan. Bisa jadi, ada masalah kebersihan dari Buperta yang juga menyebabkan saluran air tersumbat," ucap Rusliyanto.
Permintaan untuk menutup saluran yang diminta Buperta juga tidak bisa dituruti begitu saja. Sebab, hal itu memerlukan kajian yang turut berkaitan dengan sejumlah kedinasan lain.
Hari ini, Senin (11/2), Rusliyanto akan membahas lebih lanjut kasus Buperta dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain, meliputi Dinas Sumber Daya Air DKI dan pemerintah daerah setempat.
Corporate Public Relation & Reputation Management PT Lippo Malls Indonesia Nidia Ichsan, mengatakan, pihaknya akan hadir untuk membahas persoalan tersebut.
"Kami menunggu hasil riset yang pasti dari DLH DKI Jakarta, Senin ini. Apapun hasilnya, kami akan menghormati keputusan itu, sebab masalah lingkungan juga menjadi perhatian kami," kata Nidia.
Limbah minyak
Warga Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, Apin Aspaudin (28) melihat ceceran limbah minyak mentah padat atau pek sekitar pukul 11.00, Sabtu. Pek di bibir pantai di depan Dermaga Pulau Jukung, memanjang sekitar 30 meter. Limbah berupa gumpalan hitam dengan bau menyengat seperti solar.
“Ceceran ini tidak terlalu besar dibandingkan yang temukan sebelumnya,” kata Apin.
Menurut Apin, warga berulangkali menemukan pek rata-rata setiap dua bulan sekali. Seringkali limbah ditemukan di bibir pantai, namun ada juga yang ditemukan di perairan. Warga menduga pek berasal dari aktivitas pengeboran lepas pantai minyak dan gas di sekitar kawasan itu.
Kepala Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu Yusen Hardiman mengatakan, pihaknya akan mengecek dan membersihkan limbah yang ditemukan warga.
Menurut Yusen, setiap hari petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Kepulauan Seribu menyisir lokasi membersihkan sampah. Namun ceceran minyak itu belum terpantau oleh petugas pada Sabtu. Ombak tinggi dan cuaca yang sudah gelap membuat penyisiran baru memungkinkan pada Minggu.
Kepala Bidang Pengawasan dan Penataan Hukum Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Mudarisin mengatakan, pek atau tarbol itu tak selalu berasal dari aktivitas pengeboran lepas pantai. Tarbol bisa bersumber dari kapal-kapal yang melintas di sana.
Untuk membersihkan limbah minyak di perairan, Dinas Lingkungan Hidup akan berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pada Novermber 2018 lalu, bangkai seekor penyu terekam mengapung di laut dekat Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu. Limbah minyak atau pek terpantau menempel pada sampah di sekitar bangkai penyu tersebut. (ADITYA DIVERANTA)