Tak seperti biasanya, Edi Suhendar (34) bisa beristirahat lebih cepat malam itu, Selasa (12/2/2019). Tidak sampai berganti hari, dia sudah menunaikan tugasnya. Muatan sayuran yang dibawa truknya dari Garut, Jawa Barat, sudah diturunkan dan didistribusikan ke pedagang sayur di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta.
”Saya cepat selesai angkat sayur karena sayur yang saya bawa lebih sedikit dari biasanya,” kata Edi sambil perlahan turun dari atap truk tempatnya melepas lelah menemui Kompas yang memantau aktivitas di Kramatjati jelang dini hari.
Sekitar pukul 15.00, dia berangkat dari Garut membawa sayuran yang dibelinya dari petani. Oleh karena perjalanan jauh dan lalu lintas yang macet, dia baru tiba di Kramatjati, sekitar pukul 21.30. Hanya sekitar dua jam, seluruh sayuran bisa diturunkan. Padahal jika muatan sayuran melimpah, bisa dua kali lipat waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan sayuran.
Cuaca ekstrem di Garut disebutnya berimbas pada jumlah panen sayuran. Oleh karena itu, hasil panen sayuran petani yang bisa dibawanya tak banyak seperti biasanya. Dia mencontohkan 200 kilogram (kg) seledri yang dibawanya. Padahal biasanya jika tak ada cuaca ekstrem, dia bisa membawa sampai 500 kg.
Selain seledri, jumlah terong yang dibawanya juga separuh dari biasanya. Jika biasanya bisa sampai 2.000 kg, kali ini hanya 1.000 kg. Begitu pula tomat, yang biasanya bisa dibawa sampai 50 peti, tinggal sekitar 30 peti.
”Pesanan dari pedagang tetap banyak, tapi yang bisa saya bawa dari petani cuma segitu karena panen lagi tidak bagus,” tambah Edi.
Harga turun
Sekalipun dari sisi kuantitas menurun, bukan berarti hal itu meningkatkan harga sayuran di pasar. Yang terjadi, harga sayuran justru ikut turun. Ini menurut Edi terjadi karena kualitas dari sayuran yang turut terimbas oleh cuaca ekstrem.
”Kualitas sayuran turun, ya, harga ikut turun,” keluh pria yang sudah 10 tahun memasok sayuran di Kramatjati.
Sebagai contoh seledri, Edi biasa menjualnya dengan harga Rp 15.000 per kg, kini dijual dengan harga Rp 10.000 per kg. Sementara terong yang biasanya bisa mencapai Rp 3.000 per kg turun menjadi Rp 2.000 per kg. Adapun harga tomat merah dijual Rp 5.000 per kg atau turun dari harga Rp 8.000 per kg.
Menurunnya pasokan sayuran, ditambah lagi menurunnya harga jual sayuran, praktis berimbas pada penghasilan Edi. Jika biasanya dia bisa memperoleh penghasilan bersih sekitar Rp 5 lima juta, kali ini bisa memperoleh separuhnya saja, dia sudah beruntung.
Perubahan harga juga dirasakan Husain (60), pedagang sayuran di Pasar Induk Kramatjati, yang mengambil sayuran dari Bandung, Jawa Barat. Salah satunya sayuran kol. Jika biasanya Rp 4.000 per kg, sekarang turun menjadi Rp 2.500. Akibatnya, Husain terpaksa menjualnya dengan harga Rp 3.000 per kg yang biasanya bisa Rp 5.000 per kg.
Menurut Husain, kondisi ini sudah berlangsung sekitar dua bulan.
Impor
Di tengah pasokan sayuran yang menurun, barang dari luar negeri terlihat melimpah. Salah satunya bawang putih impor.
Bawang ini banyak dijual di depan pasar sayuran atau akrab disebut warga sebagai Blok Eceran. Bawang-bawang putih impor disimpan rapi di dalam karung transparan, umumnya berwarna merah.
Selain bawang putih dan bawang bombai, tampak pula bawang merah, jamur, kentang, dan wortel impor di Kramatjati. Pembeli pun tampaknya lebih tertarik dengan barang impor karena harganya lebih murah. Ditambah lagi, tampilan yang lebih segar daripada bawang dari dalam negeri. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)