Dua Prioritas Utama Pengambilalihan Layanan Air Jakarta
Oleh
Irene Sarwindaningrum/J Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengutamakan dua prioritas untuk dicapai dalam pengambilalihan layanan air Jakarta. Dua prioritas ini dinilai vital untuk menjamin kualitas dan perluasan layanan air bersih.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum dari unsur profesional Mohamad Mova Al Afghani mengatakan, dua prioritas utama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengambil-alihan pengelolaan layanan air bersih ini adalah tidak ada lagi ekslusifitas dan negara harus menguasai jaringan distribusi dan pelayanan.
Ekslusifitas yang dimaksud adalah selama ini pemasangan jaringan pipa baru harus memperoleh izin dari salah satu dari dua mitra swasta. Karena mitra swasta itu mempunyai hak eksklusif di daerah layanan mereka. “Jadi kalaupun DKI punya uang, untuk bangun jaringan pipa baru harus izin salah satu dari mereka,” katanya, Selasa (12/2/2019).
Untuk itu, dalam perjanjian baru ke depan, prioritas utama DKI adalah meniadakan hak eksklusifitas tersebut. Adapun prioritas pada penguasaan jaringan distribusi dan pelayanan oleh negara sangat vital untuk menjamin layanan dan perluasan jaringan air bersih.
Selama ini, produksi air, layanan dan jaringan distribusi air bersih Jakarta dikuasai oleh pihak swasta. Kondisi ini membuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak bebas untuk melalukan perluasan layanan.
Dua prioritas utama tersebut akan masuk dalam head of agreement (HOA) atau perjanjian dengan kekuatan yang mengikat dalam pengambilalihan layanan air Jakarta ini. HOA ini ditargetkan selesai dalam satu bulan ke depan. Dalam HOA ini akan tertuang langkah-langkah yang akan ditempuh untuk pengambil-alihan pengelolaan air bersih tersebut.
Anggota Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nila Ardhianie mengatakan, saat ini terdapat tiga opsi untuk mengambil-alih pengelolaan air secara perdata.
Opsi pertama adalah terminasi kontrak dengan membayar kompensasi sekitar Rp 2 triliun. Opsi kedua adalah akuisisi saham PT Palyja dan PT Aetra yang artinya membutuhkan proses panjang dan anggaran pembelian saham, dan opsi ketiga adalah pegambil-alihan sebagian layanan, yaitu pada jaringan distribusi dan pelayanan.
Pengambilalihan jaringan distribusi dan pelayanan ini menjadi prioritas karena dinilai paling vital untuk memperluas layanan akses air bersih ke warga. Vitalnya penguasaan jalur distribusi ini membuat hak kontrol air negara harus ada pada jaringan distribusi ini.
Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 dan Nomor 22 tahun 2015 bahwa swasta tak boleh berada di jaringan distribusi.
Tiga opsi ini akan dibahas bersama dua mitra swasta. Pembahasan akan dilakukan bersama untuk mencapai kesepakatan langkah yang akan ditempuh. Setiap opsi ini mempunyai sisi menguntungkan dan konsekuensinya masing-masing. Namun, konsekuensi itu berbeda untuk masing-masing perusahaan mitra swasta.
Menurut Nila, semua opsi ini bukan bukan merupakan pilihan yang akan menimbulkan kerugian berlebihan pada salah satu pihak. Pilihan akan ditetapkan setelah due diligence yang diperkirakan memakan waktu sekitar tiga bulan.
Sisi hukum
Secara hukum, keputusan pengambil-alihan layanan air Jakarta ini didasarkan pada putusan Mahkahmah Konstitusi (MK) tahun 2015 yang membatalkan UU Sumber Daya Air. Dalam putusan itu ada enam prinsip dasar pengelolaan air, di antaranya kontrol negara mutlak dan BUMN/BUMD diprioritaskan dalam pelayanan air. “Pengambilalihan layanan air ini didasarkan pada putusan MK ini karena lebih materiil. Dalam hal ini, DKI menegakkan konstitusi,” kata Mova.
Menurut Mova, memori PK dari Mahkahmah Agung (MA) sendiri hanya pada alasan formil. Sedangkan alasan yang mendasar atau substantifnya justru tidak dibahas dalam memori PK itu. Artinya, substansi dalam putusan Mahkahmah Agung yang sebelumnya pun masih memiliki daya persuasif. “Kami belum menerima Salinan putusan itu, namun kalau dilihat dari memori, kemungkinan besar tidak akan menyentuh unsur substansif,” katanya.
Sejauh ini, dari sisi DKI belum ada langkah hukum yang akan ditempuh di pengadilan terkait PK itu. Sejauh ini, komitmen politik soal air itu akan ditempuh secara perdata.