JAKARTA, KOMPAS - Karakter gerakan sukarelawan yang cair membuat sukarelawan dapat mudah beralih dukungan jika sosok yang didukungnya tak memenuhi ekspektasi. Ekspektasi itu bisa bersifat personal ataupun pragmatis serta berujung pada gerakan yang tak sepenuhnya berbasis prinsip sukarela.
Cairnya dukungan dari para sukarelawan tampak di kedua kubu pasangan capres-cawapres yang berkompetisi dalam Pemilu 2019. Ada sukarelawan yang pada Pemilu 2014 mendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa kini mendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Namun, ada pula sukarelawan Jokowi- Jusuf Kalla saat 2014 yang sekarang memilih ikut memenangkan Prabowo-Sandiaga Uno.
Mantan Sekretaris Jenderal Projo, Guntur Siregar, menjadi salah satu contoh sukarelawan yang beralih dukungan.
Jika pada Pemilu 2014 mendukung Jokowi-Kalla, kini Guntur menjadi Wakil Ketua Umum Benteng Prabowo, kelompok sukarelawan Prabowo-Sandiaga. ”Saya tidak minta apa-apa, tetapi kepedulian kepada relawan kurang. Kami tidak mengerti siapa yang bermain,” kata Guntur ketika dihubungi dari Jakarta, Senin (11/2/2019), saat ditanya mengapa berpindah dukungan. Sebaliknya, Rustam Effendi Nainggolan yang pada Pemilu 2014 mendukung Prabowo-Hatta kini menjadi Ketua Umum Nusantara for Jokowi (N4J). N4J adalah kelompok sukarelawan Jokowi-Ma’ruf yang berpusat di Medan dan disebut punya sekitar 200.000 anggota di 31 provinsi. Rustam mengaku berpindah dukungan lebih karena faktor figur.
Ia tidak memiliki ikatan dan batasan ideologi atau platform politik ketika mendukung seseorang. Antitesis parpol Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Maman Imanulhaq, mengatakan, sukarelawan adalah antitesis dari gerakan parpol. Jika parpol bergerak dengan struktur jelas serta mengusung ideologi dan garis politik tertentu, hal itu tidak ditemui pada sukarelawan.
Karakter gerakan sukarelawan yang cair dan pragmatis, ujar Maman, bisa saja membuat mereka berpindah dukungan jika tidak mendapatkan apresiasi setimpal. Di TKN, sukarelawan pasti mendapat apresiasi, seperti diberi akses koneksi dan jaringan. Jika ada sukarelawan yang mendapat jabatan, seperti komisaris perusahaan negara, Maman memastikan, hal itu terutama berbasis merit dan bukan karena jasa yang diberikan di gerakan sukarelawan.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fadli Zon, juga menuturkan, tak tertutup kemungkinan para sukarelawan mendapatkan jabatan tertentu dalam pemerintahan sebagai bentuk apresiasi selama hal itu masih sesuai dengan kompetensi dan profesionalitas mereka. Modal sendiri Rustam mengatakan, umumnya sukarelawan bekerja sukarela, dengan tujuan utama memenangkan calon yang didukung. Namun, dengan kontribusi yang kian signifikan, diharapkan ada apresiasi setimpal untuk mereka.
”Ada harapan supaya teman-teman yang kini bekerja untuk lima tahun ke depan bisa diperhatikan. Namun, itu bukan harapan utama kami. Harapan kami, Pak Jokowi tidak berubah, tetap sesuai dengan komitmennya untuk berjuang bagi rakyat,” katanya. Ketua Umum Nasional Partai Emak-emak Pendukung Prabowo-Sandiaga (Pepes) Wulan menuturkan, pihaknya tidak berharap imbalan. Atas dasar itu, ketika menemui masyarakat untuk berkampanye, ia memastikan, pihaknya juga tidak pernah menerima uang dari partai dan caleg.
”Kami menyeleksi anggota yang berkomitmen untuk berkorban jiwa raga, bahkan materi. Bahkan, sudah ada anggota yang keluar karena tidak mampu mempertahankan komitmen itu,” kata Wulan.
Hal senada disampaikan Pius Lustrilanang, Panglima Relawan Roemah Djoeang. Ia menegaskan, relawannya bergerak di tingkat tempat pemungutan suara dengan biaya sendiri untuk mendukung Prabowo-Sandi. Mereka rela mencetak baju, spanduk, dan stiker kampanye secara swadaya. (SAN/IAN/ E21/BOW/EDN)