Manchester United menghadapi babak 16 besar Liga Champions dengan penuh gairah dan asa baru menyusul kehadiran manajer interim Ole Gunnar Solskjaer dan kekuatan koneksi Perancis.
MANCHESTER, SENIN Babak 16 besar Liga Champions Eropa, yang dimulai Rabu (13/2/2019) dini hari WIB, adalah alasan Manchester United mengambil langkah penting dengan memecat manajer Jose Mourinho dan menggantinya dengan Ole Gunnar Solskjaer. Duel MU melawan Paris Saint Germain, Rabu dini hari WIB di Stadion Old Trafford, menjadi tonggak pembuktian era baru MU bersama Solskjaer.
Mourinho dipecat sehari seusai undian babak 16 besar Liga Champions, Desember lalu, saat MU dipastikan akan menghadapi bertemu PSG. Padahal, manajer berjuluk ”Si Spesial” itu kaya akan pengalaman di Liga Champions. Dua trofi, yaitu bersama FC Porto (2004) dan Inter Milan (2010), menjadi bukti kehebatannya di kompetisi itu.
MU pun dianggap melakukan perjudian besar dengan mencopot manajer berlimpah trofi itu dan menggantinya dengan Solskjaer, yang dinilai masih ”ingusan”.
Ada misi besar yang dibawa petinggi MU dengan keputusan berani itu. Mereka ingin menyelamatkan ”Setan Merah” dari jurang kehancuran sekaligus mengembalikan harkatnya di pentas Eropa.
Desember lalu, Mourinho memang tengah menghadapi ketidakpercayaan para pemainnya. Selain itu, kesabaran para pemilik MU akan Si Spesial telah habis karena ia terbukti gagal membawa MU melangkah jauh di Liga Champions.
Selama dua musim bersama Mourinho, MU tidak pernah melangkah lebih jauh dari babak 16 besar kompetisi itu. Gaya hati-hati, defensif, dan pragmatis, seperti yang diusung Mourinho, tidak lagi ampuh di Liga Champions.
Dalam satu windu terakhir, juara kompetisi itu dimonopoli tim-tim yang memuja gaya menyerang, seperti Real Madrid, Barcelona, dan Bayern Muenchen.
Banyak manajer baru datang dan pergi setelah mundurnya Sir Alex Ferguson pada 2013. Dari antara mereka, hanya David Moyes yang mampu membawa MU sampai ke perempat final, yaitu pada 2014.
Solskjaer, mantan pemain yang dikenal sebagai spesialis penyelamat MU, khususnya di ajang Liga Champions,dipilih menjadi nakhoda baru tim itu hingga akhir musim. Ia dipilih karena fanatismenya yang tanpa batas pada Setan Merah.
Sebelum ditunjuk sebagai pelatih interim, Desember lalu, Ole menyaksikan undian itu bersama anaknya di rumahnya di Norwegia. ”Wow, sungguh tantangan hebat,” ujarnya, ketika mengetahui MU harus bertemu PSG.
”Sehari kemudian, saya ada di dalamnya (MU). Tantangan itu tiba-tiba jadi tantangan saya. Saya merinding dengan laga ini. Laga itu akan fantastis di bawah siraman lampu stadion. Pendukung akan datang berbondong-bondong. Saya tidak sabar lagi,” ujar Solskjaer seperti dikutip The Guardian.
Dua bulan lalu, MU berstatus non-unggulan menghadapi PSG, tim paling tajam dalam babak penyisihan grup Liga Champions dua musim terakhir. Namun, situasinya saat ini justru terbalik.
MU menjelma tim yang bergairah dan berani menyerang sejak diasuh Solskjaer. Tim besar, seperti Arsenal dan Tottenham Hotspur, mampu mereka pecundangi di kandang masing-masing. Dari 11 laga bersama Solskjaer, tidak sekali pun Setan Merah menyerah dari lawan.
Potensi hujan gol
Hujan gol pun berpotensi terjadi di Old Trafford dini hari nanti. Berbeda dengan era Mourinho ataupun Louis van Gaal, MU kini bertransformasi sebagai tim yang lebih menawan.
Mereka agresif, cepat, dan tidak kenal takut. ”Untuk memenangi laga, Anda harus mengoper (bola) dan berlari ke depan. Kami ingin mengambil risiko dan mengejar gol kedua, ketiga, dan keempat. Itu yang biasa kami lakukan di MU (pada era Sir Alex),” ujar Solskjaer kepada Fox Sports.
Kecepatan memang menjadi salah satu kekuatan MU saat ini. Tak heran, Solskjaer lebih menyukai penyerang dengan akselerasi tinggi, seperti Marcus Rashford. Pemain yang sengaja diistirahatkan pada laga MU kontra Fulham di Liga Inggris, Sabtu lalu, akan menjadi ujung tombak serangan saat melawan PSG. Ia ditopang penyerang cepat lainnya, seperti Anthony Martial dan Jesse Lingard.
Martial sempat terancam hengkang dari Old Trafford pada musim dingin lalu. Namun, seiring perginya Mourinho, ia justru menjelma menjadi katalis penting di tim itu. Koneksinya dengan gelandang kreatif Paul Pogba menjadi momok bagi lawan. Akhir pekan lalu, misalnya, kedua bintang asal Perancis itu seperti saling bertelepati mengacak-acak pertahanan Fulham.
Keberadaan Martial, yang piawai membuat asis, ikut membantu meroketkan Pogba. Mantan pemain Juventus itu kini memuncaki daftar pencetak gol tersubur MU. Ia mengemas 8 gol dan 5 asis di bawah asuhan Solskjaer. Ia dan penyerang MU lainnya, seperti Martial, akan menjadi ancaman besar bagi pertahanan PSG yang timpang menyusul absennya bek kanan, Thomas Meunier.
Di sisi lain, MU juga punya keunggulan fleksibilitas taktik. Solskjaer dinilai sebagai manajer yang cerdas berkat kemampuannya membaca permainan. Pada laga kontra Spurs dan Arsenal, misalnya, ia mengubah formasi baku, 4-3-3, menjadi taktik berlian, 4-3-1-2.
Kelihaian meracik taktik ini akan membingungkan PSG yang terancam kurang bertaji tanpa dua penyerangnya yang bernilai total 286,5 juta euro alias Rp 4,5 triliun, yaitu Neymar Jr dan Edinson Cavani.
Untuk mengisi absennya dua pemain yang dibekap cedera itu, penyerang belia Kylian Mbappe Lottin agaknya bakal didorong menjadi striker murni. Ia akan ditopang oleh banyak gelandang kreatif ataupun sayap, seperti Angel Di Maria dan Julian Draxler.
Manajer PSG Thomas Tuechel berkata, ia telah menyiapkan empat skenario untuk mengatasi kemungkinan absennya Neymar dan Cavani, salah satunya memasang Mbappe sebagai striker. (JON)