IMF Peringatkan ”Badai” Ekonomi, Indonesia Jaga Konsumsi Domestik
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
DUBAI, SELASA — Dana Moneter Internasional memperingatkan negara-negara untuk bersiap menghadapi ”badai” ekonomi tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat dari prediksi sebelumnya.
Akhir bulan lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,7 persen menjadi 3,5 persen. Sebelumnya, dalam proyeksi ekonomi yang dirilis Oktober 2018, di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, perekonomian dunia diperkirakan tumbuh 3,9 persen pada 2019 dan 3,7 persen pada 2020.
”Garis bawah, kami melihat perekonomian akan tumbuh lebih lambat dari yang sudah diantisipasi,” ujar Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde pada KTT Pemerintah Dunia di Dubai, akhir pekan lalu.
Lagarde mengatakan, ”badai” ekonomi ini disebabkan oleh empat ”awan” yang membayangi perekonomian global, yaitu peningkatan tarif dan tensi perdagangan, pengetatan keuangan, percepatan pelambatan ekonomi China, dan ketidakpastian Brexit. Perang dagang AS-China berdampak besar terhadap ekonomi global apabila negosiasi tidak mencapai kesepakatan sebelum 1 Maret.
Pasca-peringatan IMF, AS-China memulai negosiasi perdagangan putaran ketiga di Beijing, Senin (11/2/2019) waktu setempat. Delegasi AS dipimpin perwakilan perdagangan AS Robert Lighthizer dan Menteri Keuangan Steven Mnuchin. Sementara, delegasi China dipimpin Wakil Perdana Menteri China Liu He serta turut hadir Gubernur Bank Sentral China (PBoC) Yi Gang.
”Kami tidak tahu bagaimana ini akan berjalan dengan baik, tetapi yang kami tahu adalah bahwa itu sudah mulai berdampak pada perdagangan, kepercayaan dan pasar,” kata Lagarde.
Selain itu, IMF mengimbau pemerintah untuk menghindari proteksionisme. Selain kinerja perdagangan, proteksionisme akan berdampak pada stabilitas ekonomi yang berisiko terhadap peningkatan bunga pinjaman. Kondisi tersebut mengakibatkan beban utang yang ditanggung pemerintah, swasta, atau rumah tangga lebih berat.
Sebelumnya, dalam laporan semi-tahunan berjudul ”Langit Menjadi Mendung”, Bank Dunia juga memperkirakan perekonomian global 2019 tumbuh melambat menjadi 2,9 persen dari 3 persen. Penyebabnya, ekonomi AS dan China, dua negara dengan perekonomian terbesar dunia, melambat cukup dalam.
Bank Dunia juga memperkirakan perekonomian global 2019 tumbuh melambat menjadi 2,9 persen dari 3 persen.
Laju pertumbuhan ekonomi China tahun 2018 menyentuh titik nadir dalam tiga dekade terakhir. Biro Statistik Nasional (NBS) China merilis pertumbuhan ekonomi China tahun 2018 sebesar 6,6 persen lebih rendah daripada tahun 2017 sebesar 6,8 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun ini paling rendah sejak tahun 1990.
ResponsIndonesia
Terkait respons Indonesia menghadapi pelambatan ekonomi global, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dampak tekanan eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi bisa dikurangi dengan fokus pada permintaan domestik. Inflasi akan diupayakan rendah, bisa di bawah 3,5 persen, agar daya beli masyarakat terjaga sehingga konsumsi rumah tangga tetap tumbuh.
”Porsi konsumsi terhadap produk domestik bruto mencapai 57 persen sehingga dapat menjadi penyeimbang dari kondisi eksternal yang lemah,” kata Sri Mulyani.
Selain konsumsi, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi domestik juga akan ditopang investasi. Pemerintah menjamin perbankan tetap mampu mendanai investasi, baik melalui pasar uang maupun pasar modal. Kemampuan perbankan untuk membiayai investasi tecermin dari kredit yang bisa tumbuh sekitar 12 persen kendati suku bunga acuan Bank Indonesia naik karena harus merespons tekanan eksternal.
Pemerintah juga secara konsisten memperbaiki iklim investasi, baik melalui pemberian insentif maupun penyederhanaan prosedur. Pemberian insentif bukan hanya untuk menarik investasi, melainkan juga mendorong ekspor. Sentimen negatif dari defisit transaksi berjalan dan defisit neraca pembayaran diperbaiki secara bertahap.
Perekonomian Indonesia tumbuh 5,17 persen pada 2018. Konsumsi rumah tangga pada Januari-Desember 2017 tumbuh 5,05 persen. Adapun sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi 2,74 persen. Sementara investasi yang tumbuh 6,67 persen menyumbang 2,17 persen terhadap pertumbuhan PDB 2018.
Dihubungi terpisah, ekonom Unika Atma Jaya Jakarta, A Prasetyantoko, berpendapat, Vietnam dan Thailand jadi pesaing Indonesia untuk menarik investasi dari China. Syarat memenangkan persaingan, Indonesia harus memperbaiki infrastruktur dan logistik lebih cepat serta mengoptimalkan kebijakan deregulasi yang telah diluncurkan.
”Harus diakui, pelaksanaan pemilihan umum menghambat investasi. Siapa pun pemimpin yang terpilih setelah selesai pemilu harus fokus membereskan masalah domestik supaya investasi mau masuk,” kata Prasetyantoko. (AFP)